1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

150 Tahun Palang Merah

Heiner Kiesel17 Februari 2013

Palang Merah lahir 150 tahun yang silam guna meringankan korban perang. Kini konflik bersenjata berbeda. Petugas Palang Merah menghadapi tantangan yang lebih berbahaya dan rumit.

https://p.dw.com/p/17dzw
An injured Syrian man is wheeled on a stretcher by Lebanese Red Cross medical personnel after being smuggled into the northern Lebanese town of Wadi Khaled, bordering with Syria to be treated in Lebanon on May 30, 2012. An estimated 24,000 Syrians have sought refuge in Lebanon, mostly in the northern region of Wadi Khaled, after Assad began using force to crush a popular uprising that erupted in March 2011. AFP PHOTO / STR (Photo credit should read -/AFP/GettyImages)
Rotes Kreuz in SyrienFoto: AFP/GettyImages

Menurut hukum internasional terkait kemanusiaan, tugas Alfredo Malgarejo sebenarnya sudah jelas: ada 56 peraturan yang menetapkan bahwa semua pihak terlibat konflik harus menjamin kebebasan bergerak petugas bantuan kemanusiaan yang mendapat ijin. Konvoi bantuan terdiri dari delapan truk yang dipimpin Malgarejo memiliki ijin untuk pergi ke Suriah Utara. "Semua telah disepakati secara tertulis oleh pihak berkonflik, tapi mendadak semua macet," ujar petugas Palang Merah Jerman itu.

Seorang komandan lokal tiba-tiba tidak menyetujui misi bantuan itu. Berhari-hari dilakukan perundingan untuk akhirnya dapat bergerak kembali menuju lokasi bantuan pangan dan obat-obatan. "Semakin sulit dan berbahaya untuk mencapai kesepakatan yang mengikat dalam konflik saat ini," kata Malgarejo yang memiliki pengalaman di luar negeri selama 17 tahun. Suriah bukan negara satu-satunya. Negara Arab adalah sebuah contoh pahit, bagaimana semakin sulitnya memberikan bantuan: "Delapan petugas Bulan Sabit Merah tewas dalam satu tahun, dua hilang," papar Malgarejo.

Peraturan menyangkut tugas Palang Merah dan organisasi bantuan lainnya di wilayah krisis ditetapkan saat kelompok militer yang terlibat konflik memiliki struktur yang jelas. Februari 1863, pengusaha Swiss, Henry Dunant menggagas sebuah kesepakatan internasional mengenai perawatan dan bantuan korban perang. Dengan demikian lahirlah gerakan Palang Merah.

Alfredo Melgarejo, Mitarbeiter des Deutschen Roten Kreuzes; Copyright: DRK***via Heiner Kiesel
Alfredo MelgarejoFoto: DRK

Kesepakatan tersebut disahkan di Jenewa tahun 1864 dan mengatur wilayah gerak petugas di tengah-tengah konflik klasik antara kelompok militer yang strukturnya jelas. Melalui kesepakatan lainnya dan perjanjian tambahan, sampai tahun 1970-an mandat bantuan kerap diperluas ke ruang lingkup internasional non-perang. Namun sejak itu, konflik-konflik terus berubah.

Konflik dalam perubahan

"Belum lagi perang-perang kecil," demikian digambarkan politolog Herfried Münkler situasi saat ini, " dan pada 20 tahun terakhir, peranan pasukan tempur privat semakin meningkat - organisasi non-pemerintah, misalnya Al Qaida."

1800 Mitglieder des Deutschen Roten Kreuzes formen am 13.01.2013 auf dem Pariser Platz vor dem Brandenburger Tor in Berlin ein Kreuz. Die Aktion war der Startschuss für das Jubiläumsjahr 2013, in dem das DRK seinen 150. Geburtstag feiert. Foto: Britta Pedersen/dpa
Palang Merah Jerman di gerbang Brandenburger, BerlinFoto: picture-alliance/dpa

Pada kenyataan, konflik-konflik kini semakin rumit dan tidak jelas. Menurut Münkler, ini berdampak terhadap penerapan hukum internasional. "Butir yang paling sulit adalah pembedaan antara yang disebut kombatan dan non-kombatan." Siapa sih yang bertempur dan melawan siapa? Bagi pimpinan perang klasik ini bukan merupakan pertanyaan. Tetapi bagi petugas organisasi bantuan, jawaban yang tepat sangatlah penting.

"Ketidakjelasan medan kombatan membuat lebih sulit untuk mencapai kesepakatan terkait tugas kami," ujar Johannes Richert, petugas urusan misi bantuan luar negeri Palang Merah Jerman. "Tapi ini bukan masalah hukum internasional, melainkan kepemimpinan operasi." Tidak hanya aktivitas organisasi bantuan yang dihalangi, tetapi petugasnya juga sering menjadi target, misalnya petugas Palang Merah yang tewas dibunuh atau diculik pada bulan-bulan terakhir. Palang Merah Jerman menanggapi perkembangan ini dengan membentuk manajemen keamanan yang lebih intensif. Sejak dua tahun ini ada petugas keamanan yang khusus bertanggung jawab atas analisa dan pencegahan bahaya.

Netralitas dan diskresi

Tugas Palang Merah sebenarnya secara prinsip tidak berubah pada dasawarsa terakhir. Intinya adalah tetap mendapatkan akses terhadap korban konflik. Dari Palang Merah dan organisasi serupa, Bulan Sabit Merah, dituntut penampilan yang netral, damai dan tanpa senjata. "Penilaian netralisasi itu selalu dari kacamata lawan. Karena itu orang harus selalu memperhitungkannya," ujar Richert. Selain itu tugas Palang Merah juga terganggu oleh organisasi bantuan lainnya yang juga mempunyai kepentingan misionaris di wilayah krisis. Hal ini membingungkan milisi yang ujung-ujungnya juga mencurigai Palang Merah.

Johannes Richert, Leiter des Bereichs internationale Hilfe beim Deutschen Roten Kreuz. Bild von Heiner Kiesel, ist einverstanden mit der Nutzung durch die DW
Johannes RichertFoto: DW/H.Kiesel

Semua pihak harus tahu secara jelas bahwa bantuan bagi para korban tidak membawa kerugian apa pun bagi pihak yang berkonflik, tegas Richert. Namun hal ini sulit dilaksanakan. Di Suriah pasukan pemerintah terlibat pertempuran dengan sejumlah besar milisi yang kerap memiliki sempalan regional, religius dan sekular. Di Yaman kelompok-kelompok teror dan milisi kesukuan berhadapan dengan kekuatan pusat. Di Somalia sama sekali tidak ada pasukan pemerintah, melainkan konflik-konflik yang membingungkan. Untuk mencari mitra bicara yang tepat saja sudah sulit. "Kami selalu harus bekerja super hati-hati supaya pihak yang berkonflik mempercayai kami," tambah Richert. Namun ada satu segi positif bagi Palang Merah, yaitu sudah memiliki hubungan dengan organisasi nasional setempat sebelum keadaan bertambah buruk dan serius.

Heiner Kiesel/Christa Saloh-Foerster