1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

25 Tahun Hamas

Tania Krämer14 Desember 2012

Hamas kembali menikmati popularitasnya yang sejak lama tidak setinggi saat ini. Namun berapa lama antusias ini akan bertahan?

https://p.dw.com/p/172LS
epa03504933 Palestinian muslim students walk past murals of M75 rockets painted by Ezzedine al-Qassam brigades, the armed wing of the Hamas movement, in Gaza City on, 11 December 2012. New M75 rocket from the manufacture of Ezzedine al-Qassam brigades, the armed wing of the Hamas movement, with a range of 75 miles to 80 miles and M75 means by Arbic" Makadmeh 75" the name of Hamas senior late leader Ibrahim Makadmeh who was killed on 2004 after Israeli strike his car in Gaza City. EPA/MOHAMMED SABER pixel
Foto: picture-alliance/dpa

Bendera-bendera hijau kecil Hamas melambai-lambai di jalan-jalan Jalur Gaza. Perayaan dini 25 tahun Hamas (14/12) berakhir dan pemimpin Hamas, Khaled Mashal meninggalkan Gaza. Ini adalah pertama kalinya bagi Mashal kembali mengunjungi wilayah Palestina sejak puluhan tahun hidup di pengasingan. Tiga minggu terakhir ini senjata membisu dan keseharian perlahan-lahan kembali ke Jalur Gaza.

Di salah satu dari sekian banyak kafe trendy yang dibuka di pusat Gaza-City tahun lalu, Farah, Lina dan Mariam duduk menikmati coktail buah yang berwarna-warni. Tahun depan mereka akan menempuh ujian sekolah menengah atas. Namun pikiran mereka saat ini masih banyak dicurahkan pada konflik terakhir, kata Farah yang berusia 17 tahun. "Menurut saya tidak ada jaminan bahwa konflik seperti yang kami alami sebelumnya dalam waktu dekat tidak akan terjadi," tambahnya. "Saat ini semua kelihatan baik-baik saja antara Hamas dan Israel. Tapi apa yang akan terjadi?" Temannya Mariam baru beberapa tahun yang lalu pindah dari Jerman setelah menetap di sana sekian tahun. "Saya sebelumnya tidak pernah membayangkan akan mengalami sebuah perang. Saya tahu perang hanya dari buku-buku sejarah," katanya. "Memang sulit sekali. Membuat saya takut. Saya ingin kembali ke Jerman, tempat yang damai."

Image #: 20449485 Hamas leader in exile Khaled Meshaal waves goodbye while standing next to Palestinian Prime Minister in the Gaza Strip Ismail Haniya and Hamas leader Izzat al-Rishq, upon his departure from the Gaza Strip on December 10, 2012 in Rafah, on the border with Egypt. Exiled Hamas chief Khaled Meshaal left Gaza after a historic first visit to the tiny Palestinian enclave. Photo by Eyad Al Baba APA /Landov Keine Weitergabe an Drittverwerter.
Pemimpin Hamas, Khaled MeshalFoto: picture-alliance/landov

"Posisi yang baik"

Dalam konflik terakhir dengan Israel, Hamas melihat dirinya sebagai pemenang. "Untuk pertama kalinya, orang-orang Hamas benar-benar membela kami. Kami bukan pihak yang lemah", kata Miriam yang menyebut dirinya tidak politis. Ucapan yang sama sering terdengar di Gaza belakangan ini. Sebelum konflik terakhir, banyak orang di Gaza tidak puas dengan Hamas yang tahun 2006 memenangkan pemilu parlemen dan yang satu tahun kemudian mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza dengan kekerasan. "Hamas sedang berada pada posisi yang baik", ujar Mukhaimer Abu Saada, pakar ilmu Politik di Universitas Al-Azhar di Gaza. "Dalam konflik ini untuk pertama kalinya Hamas menggunakan roket jarak menengah untuk menyerang Tel Aviv serta Yerusalem, dan terus melanjutkannya meskipun Israel melakukan serangan gencar. Masyarakat merasa bahwa Hamas melindungi mereka dan keluar sebagai pemenang. Kemudian kunjungan Khaled Meshal yang sangat menguntungkan bagi Hamas. Kini muncul pertanyaan, berapa lama lagi gelombang popularitas Hamas bertahan", kata Abu Saada.

Perundingan tidak langsung dilanjutkan

Gencatan senjata yang diberlakukan sejak 21 November lalu dan dimediasi oleh Mesir, hingga kini masih ditaati. Dalam hal ini Hamas dapat mencatat keberhasilan kecil. Misalnya, para nelayan diijinkan berlayar sejauh enam mil dan tidak lagi hanya tiga mil. Juga demarkasi di dekat instalasi perbatasan Israel harus diperkecil. Petani-petani yang memiliki lahan di wilayah itu, harus kembali mendapat akses ke sana. Namun masih saja terjadi insiden, juga dengan korban tewas, demikian dilaporkan kantor PBB bagi koordinasi urusan kemanusiaan (UN-OCHA).

Detil kesepakatan gencatan senjata masih dirundingkan secara tidak langsung. "Kami berhubungan dengan Mesir yang menjamin kesepakatan", ujar Wakil Menteri Luar Negeri Hamas, Ghazi Hamad. "Hingga sekarang pelaksanaan janji Israel tidak terlihat. Mereka berulang kali melanggar kesepakatan. Kami amati hal itu untuk beberapa saat, kemudian kami akan menarik kesimpulan. Tetapi kami ingin tenang dan tidak ingin konfrontasi baru." Hamad selanjutnya mengatakan, untuk saat ini hendak mencurahkan perhatian pada pembangunan kembali, dan mengharap bantuan dari negara-negara Arab yang selama konflik menunjukkan solidaritasnya dengan Hamas. Mereka juga membantu Hamas untuk keluar dari isolasi politik. Di dunia barat, Hamas tercantum dalam daftar organisasi teror yang tidak mengakui keberadaan Israel dan tidak menyangkal aksi teror.

Palestinian Hamas activists raise their fingers while chanting Islamic slogans as other wave green Islamic flags during a rally to commemorate the 25th anniversary of the Hamas militant group, in Gaza city, Saturday, Dec. 8, 2012. Hamas chief Khaled Mashaal is expected to speak at Saturday's rally in Gaza City after entering the seaside strip a day earlier after a long exile from Palestinian territory. (Foto:Adel Hana/AP/dapd)
Peringatan 25 tahun Hamas di Gaza CityFoto: AP

Pembangunan kembali dan upaya rekonsiliasi

Di samping perkembangan positif, Hamas sebagai pemerintah dari sebuah enklav kecil berpenduduk 1,7 jiwa juga harus menghadai tantangan yang tidak bertambah kecil. "Setahun yang lalu Hamas sempat populer sekali, setelah pertukaran tahanan dengan Israel", kata pakar ilmu Politik, Mukhhaimer Abu Saada. "Setelah dua minggu orang-orang terbangun, dan kembali melihat masalah yang tetap ada: kemiskinan, pengangguran, blokade, tuduhan korupsi dan pelanggaran hak-hak dasar. Popularitas kemudian cepat menghilang."

Samah Kassab, seorang aktivis, juga sama sekali tidak menganggap Hamas populer. Orang-orang masih menderita akibat perang. Bersama blogger dan aktivis lainnya ia sejak lama berusaha memerangi perpecahan politik antara Hamas di Jalur Gaza dan Fatah di Tepi Barat Yordan. "Saya sama sekali tidak mengerti reaksi orang-orang saat ini terhadap Hamas. Baru-baru ini setiap orang tidak puas. Mereka mengintimidasi kaum muda dan berbagai fraksi politik. Apakah popularitas baru ini hanya karena mereka melawan Israel?"

Palestinians celebrate what they say is a victory over Israel after an eight-day conflict in Gaza City November 21, 2012. Israel and the Islamist Hamas movement agreed on Wednesday to an Egyptian-sponsored ceasefire to halt an eight-day conflict around the Gaza Strip that has killed more than 140 Palestinians and five Israelis. REUTERS/Suhaib Salem (GAZA - Tags: CONFLICT POLITICS)
Menyambut gencatan senjata di Jalur GazaFoto: Reuters

Pada hari-hari terakhir banyak diberitakan tentang upaya pendekatan baru antara Hamas dan Fatah. Konflik internal ini tidak terselesaikan juga sejak lima tahun ini, meskipun mayoritas Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza juga menginginkan kesatuan. Namun warga Palestina tidak melihat adanya langkah-langkah nyata dari kedua pihak. Sama seperti yang dirasakan oleh kedua remaja yang sedang berada di kafe. Samah, seorang perempuan muda dengan jilbab berwarna, mengaku tidak tahan lagi mendengarkan wacana politisi dari kubu mana pun juga. "Pemilu harus dilaksanakan. Tapi baik Hamas maupun Fatah tidak menunjukkan minatnya. Saya pikir, kami tidak akan melihat mereka tampil bersama dalam waktu dekat ini." Seorang pengunjung lainnya menambahkan: "Yang penting, sekarang tenang dulu. Kita kan tidak tahu, apa yang bakal terjadi besok." Orang-orang di Jalur Gaza selalu harus hidup dengan perasaan cemas bahwa kekerasan dan perusakan mungkin saja kembali dalam waktu dekat."