1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

4 Tahun Sengketa Pertukaran Tahanan Israel-Hamas

24 Juni 2010

Bulan Juni 2006 lalu, serdadu Israel Gilad Shalit ditangkap Hamas dan sejak itu berada dalam tahanan di Jalur Gaza. Sebagai penebus pembebasan Shalit, Hamas menuntut pembebasan sekitar 1000 tahanan Palestina di Israel.

https://p.dw.com/p/O2al
Foto: AP

Para aktivis Israel, dalam suatu aksi protes turun ke jalanan di Yerusalem, mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kembali pada prinsip dasar yang selama ini dijunjung tinggi di negaranya. Yaitu, negara melakukan semua cara untuk membebaskan serdadu mereka yang ditahan. Ini mengenai seorang warga Israel, serdadu Gilad Shalit yang berusia 23 tahun, yang sudah empat tahun mendekam di penjara di Jalur Gaza, dan masih terus ditahan meski digelar berbagai putaran perundingan dan juga mediasi internasional mengenai pembebasannya.

Pada tanggal 25 Juni 2006, pasukan bersenjata Hamas, yaitu “Brigadir Izzedin al Qassam“, melalui terowongan di wilayah perbatasan Israel dan Jalur Gaza, menyerang sebuah panser, membunuh dan melukai pasukan yang mengendarainya dan menculik serdadu Shalit yang waktu itu masih berumur 19 tahun. Sejak saat itu Shalit ditahan di tempat yang tidak diketahui di Jalur Gaza. Baik Mesir, Jerman dan Palang Merah Internasional sejak saat itu juga berupaya membantu. Perundingan tidak langsung terkadang terlihat akan membuahkan hasil, tapi tiap kali pelaksanaannya gagal.

Untuk imbalan pembebasan Shalit, Hamas menuntut pembebasan sekitar seribu warga Palestina yang ditahan di Israel. Para tahanan itu tidak hanya remaja dan perempuan, tapi juga laki-laki yang sudah lama mendekam di penjara Israel, yang dituduh sebagai “pelaku teror kekerasan“. Salah seorang tahanan adalah Marwan Barghouti, yang divonis hukuman penjara lima kali seumur hidup. Dia dianggap satu-satunya pengemban harapan kepemimpinan Palestina di masa depan. Bagi Hamas, pembebasan Barghouti melambangkan keberhasilan propaganda politik atas rivalnya Fatah.

Pemerintah Israel sangat enggan memenuhi permintaan Hamas, karena gerakan ini terus menolak hak eksistensi Israel dan perdamaian. Oleh sebab itu Israel hampir selalu menolak permintaan Hamas pada detik-detik terakhir dan membatalkan kesepakatan mengenai syarat pertukaran tahanan. Argumen utamanya, pembebasan orang yang disebut Israel sebagai “teroris“ merupakan risiko bagi keamanan negaranya.

Israel malah bertindak lain dalam menangani Shalit, dengan melancarkan serangan besar-besaran di Jalur Gaza. Meski sudah jelas, dengan cara itu tahanan hampir tidak mungkin dibebaskan, malah justru akan mengancam keselamatan mereka. Pada awal 2009, penahanan Shalit juga bukan alasan utama bagi pemerintahan Olmert waktu itu memulai Perang Gaza. Lebih dari 1500 warga Palestina terbunuh dalam perang itu. Serdadu Gilad Shalit ternyata selamat. Hamas membuktikannya dengan sesekali mempublikasikan foto Gilad Shalit dan juga rekaman videonya. Shalit juga dilarang berhubungan dengan keluarganya, apalagi pihak ketiga.

Menurut Konvensi Jenewa, semestinya kunjungan terhadap tahanan diperbolehkan. Tapi hak-hak sipil itu terutama harus dipenuhi oleh negara, dan bukan organisasi seperti Hamas. Keadaan ini juga menjadikan Israel tidak bersemangat mendesakkan pemberlakuan Konvensi Jenewa pada kasus Shalit. Pemerintah di Yerusalem khawatir, dengan memberlakukan Konvensi Jenewa, Hamas akan naik pangkat dari sebuah organisasi yang menguasai wilayah Gaza menjadi penguasa sebuah negara.

Dengan begitu, Gilad Shalit bukan hanya tahanan Hamas, tapi juga kehati-hatian politik dan hukum Israel. Situasi ini tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Peter Philip/Luky Setyarini

Editor: Agus Setiawan