1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Abbas Tidak Akan Calonkan Diri Pada Pemilu Presiden 2010

5 November 2009

Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengungkapkan kepada pendukungnya Kamis (05/11), ia tidak akan mencalonkan dirinya sebagai kandidat dalam pemilihan presiden yang direncanakan akan digelar tanggal 24 Januari 2010.

https://p.dw.com/p/KPbw
Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ramallah, Tepi BaratFoto: AP

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, sejak ia menggantikan Yasser Arafat sebagai pemimpin PLO, bukan hanya kali ini saja Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang berusia 74 tahun, menawarkan pengunduran dirinya. Memang Abbas saat ini menghadapi sebuah dilema. Pemerintah Amerika Serikat di Washington menghendaki agar Abbas membatalkan persyaratan yang diajukan bagi dibukanya kembali perundingan perdamaian dengan Israel. Presiden Palestina menuntut Israel untuk menghentikan kegiatan pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Sebelumnya ia telah menjanjikan hal itu kepada rakyat Palestina. Dan kini pemerintah AS dan Israel mendesaknya untuk melanggar janji itu dan mulai melakukan perundingan. Bila ia memenuhi tuntutan itu, ia pasti akan kalah dalam pemilu mendatang. Demikian menurut pengamat politik.

Presiden yang didukung pihak barat ini memang dilihat oleh banyak warga Palestina sebagai politisi yang tidak tegas dan tidak memiliki karisma. Politisi yang mengenalnya mengatakan bahwa Abbas sekarang merasa dibiarkan sendiri terutama oleh pihak barat dan khususnya oleh pemerintah AS.

Secara resmi PLO menolak permintaan pengunduran diri Abbas dalam sebuah pertemuan komisi eksekutif hari Kamis (5/11). Demikian diungkapkan anggota PLO yang menghadiri pertemuan itu. Seorang petinggi PLO mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa "Presiden bersikukuh untuk tidak mengikuti pemilu". Sedangkan anggota lainnya mengutarakan, Abbas mengambil keputusan itu karena adanya "kemacetan dalam proses perdamaian dan berlanjutnya aktivitas pemukiman." Namun, anggota senior PLO, Yasser Abed Rabbo mengatakan, komisi eksekutif masih terus berupaya meyakinkan Abbas untuk mencalonkan diri pada pemilu.

Tidak mengajukan diri sebagai kandidat berarti kekosongan kekuasaan dan ini akan merepotkan semua pihak yang pada pekan lalu melakukan tekanan terhadapnya, yaitu Israel, pemerintah Amerika Serikat dan orang-orangnya sendiri.

Seandainya pemimpin Palestina ini benar-benar mengundurkan diri dari kegiatan politik, dampaknya masih belum dapat dilihat saat ini. Abbas menjabat sebagai presiden sejak tahun 2005 dan dinilai sebagai pemimpin moderat yang mendukung upaya perundingan perdamaian dan tidak memilih jalan kekerasan agar dapat mencapai penyelesaian dalam konflik Israel-Palestina. Bila ia tidak lagi menjadi presiden, Israel akan kehilangan seorang mitra perdamaian dan perundingan yang terpenting.

Selain itu, terdapat ancaman kekosongan dalam puncak kepemimpinan Palestina. Pasalnya, Abbas tidak merekrut seorang wakil pun maupun penggantinya. Kecuali Marwan Barguti, politisi Fatah yang jauh lebih populer, saat ini tak seorang pun yang punya peluang menandingi kelompok radikal Palestina, Hamas dalam pemilu presiden mendatang. Namun celakanya, Barguti saat ini sedang menjalani hukuman penjara ganda seumur hidup di sebuah rumah tahanan Israel.

Juga masih belum jelas apakah keputusan Mahmoud Abbas itu benar-benar sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Terdapat dugaan bahwa politisi itu akan mempertimbangkan lagi keputusannya bila partainya, Fatah dan warga Palestina turun ke jalan mendesak pencalonan dirinya serta bila ia mendapat dukungan masif dari luar negeri.

CS/ZR/rtre/dpa/afpf