1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Afrika Surga Bagi Senjata Ilegal

7 Maret 2012

Sekitar 500.000 senjata ilegal ada di Afrika Selatan. Berapa banyak senjata ilegal di seluruh Afrika, sulit diprediksi. Dan tragisnya, senjata-senjata itu dulu berasal dari pasar legal.

https://p.dw.com/p/14GQX
Kinder und junge Männer betrachten am 22.05.2004 das Angebot an automatischen Waffen auf dem Bakaraha Markt in Mogadischa, dem größten Waffenmarkt in Afrika. Da die Warlords mittlerweile Waffen mit großer Reichweite bevorzugen, ist einen AK 47 jetzt bereits für 200 US-Dollar zu haben.
Pasar senjata di MogadishuFoto: dpa

Polisi Afrika Selatan tidak ragu menunjukkan kebulatan tekadnya, dengan meledakkan lagi sebuah depot berisi senjata-senjata ilegal. Ketika beberapa bulan lalu polisi merazia sebuah gudang senjata di pinggiran ibukota Johannesburg kepala polisi Bheki Cele menjelaskan: „Mereka mempersiapkan perang. Senjata anti tank, basoka, kalasnikov, granat tangan dengan peredam suara. Jadi mereka ingin menembak secara terarah. Peredam suara digunakan pada serangan-serangan."

Afrika Selatan memiliki peraturan senjata yang ketat dan sejak peraturan itu diluncurkan tahun 2002, tingkat kejahatan dengan menggunakan senjata menurun. Berdasarkan data statisik dewan penelitian kesehatan tahun 2002 hampir sepertiga kasus pembunuhan tindak kejahatan dilakukan dengan menggunakan senjata. Tahun 2008 jumlahnya menurun menjadi sepersepuluh.

Kalashnikov assault rifles and a couple of heavy machine guns are lines up against a wall at one of Mogadishu four open-air markets, Monday, July 9, 2001. As the United Nations discusses what to do about the world's illegal small arms trade, it is business as usual at the gun markets for traders who supply arms to eastern and central Africa. Somalia became a magnet for small arms and munitions after President Mohamed Siad Barre was ousted by clan-based faction leaders in January 1991. (AP Photo/Osman Hassan)
Senjata kalasnikov dan senjata mesin yang dijual di MogadishuFoto: AP

Pam Crowsley dari lobi anti senjata Gun Free South Africa berpendapat: “Semakin sedikit adanya senjata, situasi akan semakin aman, dan semakin sedikit jumlah kejahatan. Jika orang-orang tidak memiliki akses pada senjata, kejahatan yang mereka lakukan juga makin sedikit.“

Senjata Ilegal Dulunya Legal

Tapi pada kenyataannya tidak semudah itu. Di Afrika Selatan saja, para pakar memperkirakan ada sekitar 500 ribu senjata ilegal. Paradoksnya, kebanyakan senjata ilegal itu berasal dari pasar legal. Itu merupakan senjata-senjata yang dicuri atau hilang. Dijelaskan Joseph Dube, koordinator, jaringan aksi internasional memerangi senjata kecil (IANSA) untuk kawasan Afrika: „Warga sipil di Afrika Selatan saja setiap bulannya kehilangan kira-kira 2000 senjata, per tahun berarti 24 000 senjata. Jika dari situ polisi berhasil menemukan kembali 10 ribu, masih 14 ribu senjata yang beredar. Kami tidak tahu berapa banyak jumlah yang pasti, mereka beroperasi secara ilegal.“

Gun Free South Africa dalam penelitian lanjutannya menyimpulkan, bahwa sebagian besar senjata berasal dari pasar legal. Antara lain senjata R5 dari Eropa, pistol Heckler und Koch yang diimpor secara legal. Dituturkan Pam Crowsley: „Polisi saja antara 2005 dan 2011 melaporkan kehilangan 18 ribu senjata. Itu hal yang tidak dapat diterima, bila ditinjau dari segi harga saja. Jika rata-rata harga per pistol 5000 Rand Afrika Selatan, maka jumlah totalnya 90 juta Rand, 9 juta Euro, itu tidak dapat diterima.“

Polisi Dilarang Bawa Pulang Senjata

Kedua kelompok aktivis anti senjata, ingin mencapai target agar polisi tidak lagi membawa pistol ke rumah, seperti yang lazim terjadi di Afrika Selatan. Di seluruh Afrika dimana hanya ada sedikit peraturan dan hampir tidak ada sistem pengawasan, situasinya tampak jauh lebih buruk. Aktivis anti jaringan senjata kecil Joseph Dube menjelaskan: „Tantangan terbesarnya adalah bagaimana kami bisa mendapat data statistiknya. Ini sama sekali tidak ada di Afrika. Kami melakukan sebuah studi seberapa besar kerugian yang ditimbulkan hanya dari konflik bersenjata atau kekerasan bersenjata. Karena terhalangnya bantuan pembangunan dan bantuan humaniter. Jumlah kerugian Afrika karenanya 18 milyar dollar per tahun.“

Justru Afrika Selatan dengan tingkat penyebaran senjata yang tinggi dan tingkat kejahatan kekerasan diharapkan menjadi contoh bagi benua Afrika. IANSA menuntut agar munisi juga harus dicatat sebagaimana halnya senjata. „Sejak Afrika Selatan mengeluarkan peraturan pengawasan senjata yang juga mewajibkan pendaftaran munisi, kami melhat turunnya tingkat kejahatan dengan senjata api. Walaupun jumlahnya masih sangat tinggi, contoh Afrika Selatan sebaiknya ditiru,“ demikian tutur Joseph Dube dari IANSA.

Anti Senjata Ilegal Mulai Rambah Politik

Meski demikian tidak ada pengawasan kawasan udara yang efektif. Pesawat-pesawat terbang mengangkut senjata dari Somalia, Eritrea atau Afrika Tengah bisa mendarat dengan mudah di Afrika Selatan. Tapi setidaknya secara politis ada sedikit pergerakan. Dalam Perhimpunan Pembangunan Afrika Selatan SADC disepakati peraturan kerja bersama, dimana juga Uni Afrika secara keseluruhan berusaha mencapai posisi bersama.

Ein Waffenhändler der sein Gesicht bedeckt in seinem Geschäft, einer baufälligen Hütte des illegalen Waffenmarktes in der Region Ma'rib, ca. 100 Kilometer von der jemenitischen Hauptstadt Sanaa entfernt in einem staubigen Nirgendwo. Außer Waffen gibt es dort nichts zu kaufen. Aufnahme vom September 2000. Im Jemen besitzen 18 Millionen Einwohner 50 Millionen Schusswaffen, Frauen und Kleinkinder abgezogen, sind das vier Waffen pro Mann.
Pasar senjata ilegal di YamanFoto: dpa - Bildarchiv

Musim panas mendatang di New York, akan didiskusikan perjanjian perdagangan senjata PBB. Ini menimbulkan harapan besar di kalangan aktivis anti senjata Afrika.
"Adalah penting dimana negara-negara Afrika dan Eropa bulan Juli mendatang bersama-sama mengupayakan perjanjian perdagangan senjata yang kokoh, yang juga mengatur pelanggaran hak asasi manusia, prinsip-prinsip hukum internasional dan masalah pembangunan demikian juga kriminalitas.“

Claus Stäcker/Dyan Kostermans

Editor: Hendra Pasuhuk