1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Air Untuk Kota Yang Kering

Naomi Conrad26 Desember 2012

Sejuta orang di Peru sulit mendapat akses air bersih. Harga air begitu tinggi. Perlu terobosan pembukaaan akses bagi kaum miskin dan penghematan dalam pemanfaatannya.

https://p.dw.com/p/178uu
Proyek air di PeruFoto: DW/Naomi Conrad

Maria mengingat-ingat masa ketika mafia air membawa air ke Huayacan. Dua tahun lalu, setiap beberapa hari ia mengisi penuh embernya dengan air dari tangki di pinggiran kota Lima. Harganya mahal, sekitar 40 ribu rupiah per meter kubik, papar Maria, seorang pemudi berusia awal 20-an.

Air amat langka di Lima, salah satu dari ibukota yang gersang di dunia. Hampir 40 persen warga Lima tak punya akses ke air bersih maupun sistem pembuangan limbah. Hampir satu juta orang tergantung pada mafia air atau mambangun sumur sendiri, “Sumurnya mengundang tikus dan lalat, dan hal itu dapat mengembangbiakan penyakit,“ kata pimpinan jawatan air negara SEDAPAL, Educardo Cascón. Pada akhirnya malah lebih mahal biaya menangani orang-orang yang sakit ini ketimbang membangun sistem air yang tepat guna.

Air bagi Semua?

Pondok-pondok batu dan tanah liat berwarna abu-abu dan coklat menempel di dinding bukit yang tandus di Huayacan. Tapi kini ada suatu perubahan. Setiap pondok memiliki akses air, yang disediakan SEDAPAL atas bantuan bank pembangunan Jerman. Setiap meter kubik air harganya sekitar 14 ribu rupiah, kata Cascón. Di pondok Maria juga terdapat keran yang mengucur air untuk mencuci.

Bilder zum Beitrag Peru Wasserprojekt
Proyek air di PeruFoto: DW/Naomi Conrad

Lima tahun lalu, pemerintah Peru menjalankan program "Agua para todos" atau air bagi semua. Cascón ingin dalam kurun waktu tiga tahun, semua warga Lima memperoleh akses untuk air bersih. Tentu ini bukan tugas mudah: Lima terletak di pesisir. Kita berada dalam zona sulit air minum,” kata Cascón, yang baru setahun bekerja di jawatan air.

Cascón membandingkan Peru dengan ibukota Mesir, Kairo: “Ibukota itu berpenduduk 15 juta orang dan terletak di pesisir. Tapi di Kairo ada sungai Nil yang setiap detiknya mengalirkan 2.840 meter kubik air.” Sedangkan Lima berpenduduk 9 juta orang, “Tapi di musim kemarau di sungai hanya mengalir 10 meter kubik air per detik.” Di luar itu, Lima tak punya sumber air.

Bilder zum Beitrag Peru Wasserprojekt
Kemiskinan dan kurangnya akses air bersihFoto: DW/Naomi Conrad

"Air Terjangkau"

Cascón tertawa dengan wajah lelah. Hampir setiap hari ia harus beradu mulut dengan menteri dan berjuang melawan korupsi di jawatannya sendiri. Kadang ketika ia pulang larut malam, ia berharap dapat kembali ke fakultas teknik di sebuah universitas swasta, tempat ia dulu menuntut ilmu. “Terlalu banyak inefisiensi dalam penggunaan air,“ paparnya. Rata-rata dalam sehari dibutuhkan 240 liter air, dua kali lipat dari kebutuhan air di Jerman. Sektor industri, paling banyak mengkonsumsi air.

"Sebenarnya harga air terjangkau, tapi tak dimanfaatkan dengan benar,“ katanya. SEDAPAL membayar kadang lebih tinggi untuk memperoleh air, namun harus menjual dengan harga murah kepada penduduk. Cascón ingin menaikan harganya, namun orang-orang pasti akan memprotesnya.

Tekanan Perubahan Iklim

Perubahan iklim terus memperburuk situasi di Lima, “Sumber air berkurang, curah hujan sangat sedikit dan danau kering terus.“ Bahaya yang cukup besar bagi Lima. Namun kebanyakan orang tak menyadarinya.

Maria mengakui, terkadang ia pun lupa membayar tagihan air. Setelah tiga hari SEDAPAL akan mematikan aliran air. Biasanya penduduk pergi ke tetangga lain dan meminta air. Maria mengatakan, “Kami berbagi dari yang sedikit kami miliki.”

Jika sudah dimatikan aliran airnya, maka harga penyambungan kembali aliran air cukup mahal. Bisa mencapai 400 ribu Rupiah, kata Maria. “Maka dari itu, kami harus berhati-hati,“ ujar tetangganya. Termasuk berhati-hati dalam menggunakan energi. Televisi dan lampu harus dimatikan jika tidak digunakan.

Bilder zum Beitrag Peru Wasserprojekt
Lahan tandus di PeruFoto: DW/Naomi Conrad

Semakin Banyak Orang Pindah ke Kota

Air juga membawa pembangunan di Huayacan. Ketika SEDAPAL ingin memindahkan saluran air, pekerjanya juga sekaligus memperbaiki jalan, kata pekerja sosial di Lima, Carmela Gabonal.

Sementara itu, pemukiman ilegal baru terus bertambah, dalam bentuk gubuk-gubuk dari kayu. Dalam waktu singkat, keluarga yang tinggal di dalamnya menuntut listrik dan air. Dengan demikian kebutuhan pasokan energi dan air akan bertambah.