1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Akhir Era Upah Murah di Cina

25 Januari 2012

Upah di Cina naik setiap tahunnya sekitar 20%. Cina kini melepaskan perannya sebagai negara nomor satu berupah rendah. Masyarakatnya yang dulu mengutamakan produksi, kini menjadi semakin konsumtif.

https://p.dw.com/p/13pc9
Foto: picture alliance / Xie zhengyi - Imaginechina

Pekerja Jerman hanya bisa memimpikan tingkat kenaikan upah seperti di Cina. 1 Januari lalu, Beijing menaikan upah minimum 8,6%. Sebulan kemudian, langkah ini diikuti Shenzhen. Di kawasan ekonomi khusus di Cina Selatan itu, upah minimun pekerja pabrik misalnya, kini menjadi 1500 Yuan sebulan. Itu sekitar dua juta rupiah.

Textilbranche EU China
Foto: picture alliance / Newscom

Di Cina, upah melonjak cepat. Statistik Kementerian Tenaga Kerja dan Keamanan Sosial Cina menunjukkan, rata-rata upah naik sekitar 20% tahun lalu. Alasannya adalah kekurangan tenaga kerja. Begitu ungkap Liu Kaiming, ahli ketenagakerjaan dari sebuah lembaga pemerhati isu-isu kontemporer di Shenzhen. "Terlihat bahwa sejak 2004, kelompok utama pekerja adalah kelahiran 1980. Kebijakan keluarga berencana menyebabkan semakin ciutnya jumlah tenaga kerja.“

Kekurangan tenaga kerja mencolok di industri yang mengutamakan buruh murah. Kenaikan upah buruh di sektor tekstil dan barang mainan menyebabkan semakin banyak perusahaan pindah ke Vietnam, Kamboja atau Bangladesh.

Zaman di mana Cina nomor satu sebagai negara berupah rendah telah berlalu. Para pemimpin Cina pun aktif mendukung kenaikan upah, guna menghindari terjadinya kerusuhan. Merekapun mendorong penggunaan teknologi yang lebih modern.

Kembali pada „Made in America "

Kini eksodus pabrik-pabrik Amerika ke Cina telah berhenti. Desember lalu, Boston Consulting Group mempublikasikan sebuah laporan berjudul “Made in America, again“. Dikatakan, untuk pasar dalam negerinya perusahaan-perusahaan Amerika Serikat akan kembali memproduksi di Amerika Utara. Alasannya, peningkatan produksi tidak bisa menutup biaya kenaikan upah di Cina.

Einkaufen in Peking ist sehr vielfältig
Foto: Xiao Xu

Sebaliknya, menurunnya tingkat upah di Amerika Serikat dibarengi dengan meningkatnya produktifitas masyarakat. Menguatnya nilai matauang Yuan dan melemahnya dollar, juga berpengaruh pada keputusan untuk kembali memindahkan tempat produksi.

Hal Sirkin, salah seorang penulis laporan itu menyebutkan bahwa hingga 2015, ongkos produksi di Cina hanya akan 10% lebih rendah daripada di Amerika. “Kalau memperhitungkan biaya transportasi, resiko pembajakan dan kenyataan bahwa produk itu bisa kadaluwarsa selama perjalanan kapal yang mencapai 10 ribu kilometer itu, maka perbedaan 10% tidak akan banyak berarti“.

Meningkatnya Konsumsi Masyarakat

Bagi Jerman trend seperti di Amerika Serikat belum terlihat. Ungkap Alexandra Waldmann dari komisi Asia Pasifik Ikatan Industri Jerman. Sebaliknya, investasi Jerman di Cina meningkat, terutama di sektor teknologi tinggi yang tingkat upahnya juga tidak rendah. Karenanya perusahaan Jerman lebih mementingkan standar kualifikasi buruh yang sesuai dengan tingkat upahnya.

Nordkorea Mobilfunk Handy
Foto: AP

Kenaikan upah di Cina bisa menjadi hal positif bagi perusahaan asing, karena berarti daya beli masyarakatnya semakin tinggi. Karenanya, berbagai perusahaan Amerika akan tetap berproduksi di Cina, tapi untuk pasar Asia.

Christoph Ricking / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk