1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Alasan Kenapa ISIS Merajalela

16 September 2014

Osama bin Laden sudah tewas dan Al-Qaeda kocar-kacir, tapi horor kekerasan terus berlangsung.

https://p.dw.com/p/1DDH4
Foto: picture alliance/AP Photo

Sandera warga Barat dipenggal di depan kamera. Gadis pelajar diculik pria bersenjata di malam hari. Keluarga-keluarga yang meninggalkan rumah mereka karena takut dibunuh karena keyakinannya. Banyak berita brutal dari Timur Tengah dan Afrika.

Berbagai aksi brutal Islamic State atau ISIS mengejutkan dunia. Mereka mengamuk dan kini menguasai sebagian besar wilayah yang membentang dari Irak dan Suriah dan mendirikan Khilafah di sana.

“Mereka menarik lebih banyak tentara untuk jihad ini dibanding yang pernah dilakukan Al-Qaeda di masa lalu,” kata Andrew Liepman, wakil direktur National Counterterrorism Center.

Kenapa sekarang?

Jumlah ekstrimis Sunni meningkat lebih dua kali lipat dari 2010 hingga 2013, kata Seth Jones, penulis riset dari RAND Corp. yang mengeluarkan analisa melacak meningkatnya kekerasan selama tujuh tahun terakhir. (Baca: Jumlah Militan ISIS Jauh Lebih Besar Dari Perkiraan)

Diantara alasan itu adalah:

- Pemerintahan yang lemah meninggalkan sejumlah negara dalam keadaan lemah: Irak gagal membangun sebuah pemerintahan bersatu yang kuat, setelah aliansi yang dipimpin AS menjatuhkan diktator Saddam Hussein. Di Suriah, Presiden Bashar Assad dengan brutal menghadapi para demonstran dan akhirnya menciptakan perang saudara. Tunisia dan Libya mengalami kekosongan kekuasaan yang dimanfaatkan oleh para militan.

- Para ekstrimis mengambil keuntungan dari situasi kacau dan tanpa hukum, khususnya di Suriah dan Libya, untuk mendirikan surga yang aman dari mana mereka bisa melakukan operasi lebih luas.

- Para ekstrimis ini memanfaatkan YouTube, Twitter serta media sosial lainnya untuk menyebarluaskan ideologi mereka dan merekrut anggota. Al-Qaeda tidak melakukannya ketika mereka melakukan serangan 11 September 2001.

- Mereka aktif mempromosikan alasan mereka sebagai bagian dari perang agama yang lebih luas, atau jihad – bukan perang untuk kekuasaan di dalam sebuah negara – yang menarik minat para jihadis dari seluruh dunia.

- Invasi AS ke Irak 2003 menimbulkan kemarahan yang menarik para jihadis baru untuk bergabung melakukan tindakan ekstrim. Banyak diantara mereka berbondong-bondong ke Irak, Afghanistan atau Pakistan untuk berlatih dan ikut bertempur, dan ketika kembali negaranya masing-masing mereka membawa keahlian militer, semangat ideologi dan hubungan pribadi diantara jaringan militan.

- Persaingan bersejarah diantara Sunni dan Syiah yang terus berlanjut mengobarkan situasi. ISIS membangun kekuasaannya secara khusus dengan mengeksploitasi kemarahan kaum Sunni atas pemerintahan Nouri al-Maliki di Irak, yang didominasi Syiah.

- Percepatan kekerasan dimulai semakin cepat ketika pasukan AS mundur dari Irak 2011. Seiring dengan memburuknya situasi di Suriah tahun lalu, menyebabkan semakin banyak kekerasan menyapu sepanjang perbatasan kedua negara.

“Suriah telah menjadi badai sempurna,” kata Bruce Hoffman, direktur Center for Security Studies di Universitas Georgetown, AS.

Apakah mereka punya cita-cita sama?

Al-Qaeda, ISIS dan para militan simpatisan mereka mempunya tujuan yang sama: menciptakan sebuah kekhalifahan yang dijalankan dibawah interpretasi mereka yang ekstrim atas hukum Islam atau Syariah.

Mereka secara umum adalah para Salafi jihadi, kelompok ekstrim minoritas Sunni yang mengatakan bahwa merekalah pengikut sejati Nabi Muhammad, dalam tradisi awal umat Islam, dan menganjurkan perang suci atau jihad untuk mencapai tujuan. Mereka biasanya sangat membatasi perempuan, melarang musik dan menghukum pencuri dengan hukum potong tangan.

Mereka menentang demokrasi karena mereka percaya bahwa hukum diciptakan oleh Tuhan, bukan oleh rakyat atau pemilih.

Namun mayoritas Sunni di dunia tidak setuju dan mengecam tindakan brutal mereka.

ab/hp (afp,ap,rtr)