1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

111111 Diabetes Indien

17 Desember 2011

Ekonomi India booming. Tapi perkembangan ini belum selaras dengan perkembangan kesehatan. Jumlah penduduk lebih dari satu milyar menyimpan ancaman epidemi diabetes.

https://p.dw.com/p/13Us2
A crowd gathers in a makeshift prayer hall during Dussehra celebrations in Allahabad, India, Thursday, Oct. 13, 2005. The annual festival commemorates the triumph of Hindu God Rama over demon king Ravana, celebrating the victory of good over evil. (AP Photo/Rajesh Kumar Singh)
Foto: AP

Sejak PM India Narasimha Rao 20 tahun lalu melakukan liberalisasi pasar di India ekonomi negara ini booming. Sampai 8 persen rata-rata pertumbuhan ekonomi India dalam beberapa tahun terakhir. Pendapatan per kapita naik empat kali lipat dalam 20 tahun. Kemiskinan dapat dikurangi secara drastis. Jumlah buta huruf menurun. Semua kemajuan ini dapat menjadi sia-sia jika dalam beberapa tahun mendatang peluang seluruh generasi dihancurkan penyakit diabetes.

Karena terutama penduduk berusia muda yang terancam. Rata-rata usia warga India yang didiagnosa mengidap diabetes adalah 42,5 tahun. Padahal sistem kesehatan India yang amat rapuh masih berjuang memerangi penyakit infeksi klasik, seperti Malaria, Polio, Tuberkulosa dan Lepra.

Dengan penduduk yang berjumlah lebih dari satu milyar, asuransi kesehatan di India bagi banyak orang masih merupakan angan-angan. Seringkali diabetes tidak dapat didiagnosa ataupun dirawat. Atau penderita diabetes tidak mampu membayar harga obat yang mahal. Dokter yang terkenal akan penelitiannya dan merupakan penasihat politik kesehatan India, Dr Aggarwal dari New Delhi mengatakan:

"Jika diabetes meluas menjadi epidemi di India, maka kami tidak lama lagi akan menjadi negara dengan jumlah orang buta tertinggi di dunia, dengan gangguan sirkulasi darah dan penyakit jantung, dengan kasus amputasi terbanyak. Sayangnya hingga kini masih belum ada program pengawasan diabetes di India. Ada proyek percontohan yang berkaitan dengan penyakit gangguan sirkulasi darah dan jantung, dengan penyakit tidak menular atau penyakit yang disebabkan kelebihan lemak. Tapi semua aspek ini harus dipadukan, kalau tidak, tak akan terjadi perubahan.

Sharad Chandra Dwadesh Shreni eats Jalebi, an Indian sweet, as workers prepare sweets, background right, at a market in Allahabad, India, Oct. 10, 2004. As India struggles to eliminate malnutrition among the rural poor, wealthy urbanites are packing on extra pounds due to sedentary lifestyles and the growing abundance of fatty, sugary foods, triggering more cases of diabetes, cardiovascular problems and cancer. (AP Photo/Rajesh Kumar Singh)
Ancaman diabetes di IndiaFoto: AP

Pemerintah India sudah mengumumkan, anggaran kesehatan sampai tahun 2012 akan ditingkatan dari kurang dari satu persen menjadi tiga persen produk domestik bruto. Menurut perkiraan Bank Dunia setiap tahunnya India kehilangan 23 milyar dollar AS akibat penyakit seperti diabetes atau gangguan sirkulasi darah dan jantung. Pertumbuhan ekonomi tanpa kasus-kasus penyakit ini bahkan dapat lebih tinggi sampai empat persen.

Diabetes Tidak Dapat Dikalkulasi

Pakar diabetes Jerman Profesor Hermann von Lilienfeld menjelaskan, mengapa diabetes menjadi penyakit yang sulit diperhitungkan: “Ada kalimat yang bagus: gula tidak membuat sakit. Hal itu mengelabui penderitanya. Ah penyakit itu tidak berakibat terlalu buruk. Itu artinya waktu yang tidak dirasakan oleh orang ketika dari penyakit gula berkembang menjadi penyakit yang dirasakannya. Seperti gangguan jantung, stroke atau masalah pada mata dan ginjal. Jika hal itu sudah muncul, misalnya jika orang tidak lagi dapat melihat, semuanya sudah terlambat dan orang tidak lagi dapat mempengaruhinya."

Kehilangan penglihatan atau kehilangan kaki akibat amputasi, bagi warga di negara seperti India berarti hidup tergantung. Dengan demikian penderita diabetes tidak hanya kehilangan landasan hidupnya melainkan juga harga dirinya. Dampak epidemi diabetes di India menurut pendapat para pakar akan lebih buruk dari pemanasan suhu bumi, jika tidak segera ditangani.

Priya Esselborn/Dyan Kostermans

Editor: Agus Setiawan