1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ansyaad Mbai: Ancaman Terorisme Belum Lewat

30 Juni 2011

Sebuah kastil tua di timur Brussel Belgia. Ini bukan lokasi yang terlalu biasa untuk pembicaraan tentang pemberantasan terorisme di Indonesia. Tapi itulah yang terjadi Rabu (29/6/2011) lalu.

https://p.dw.com/p/11mRO
Terorisme Masih Ancam IndonesiaFoto: picture-alliance/ dpa/dpaweb

Jenderal Ansyaad Mbai, kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Indonesia, tampil dalam sebuah diskusi meja bundar para ahli Belgia dan Eropa. Ia memapar keberhasilan Indonesia dalam memberantas terorisme.

Salah satu butir khusus yang dipapar Ansyaad Mbai dalam diskusi meja bundar itu adalah, matinya para tokoh kunci terorisme, termasuk Osama bin Laden, tak serta merta melumpuhkan sepenuhnya aksi terorisme. Karena terorisme didasarkan pada ideologi, dalam hal ini ideologi agama, yang lebih dalam dari sekadar pengaruh pemimpin.

Ansyaad Mbai mengungkapkan lebih jauh kepada DW, para teroris tak lagi membatasi serangan pada kepentingan Barat. Namun juga pada sasaran dalam negeri, seperti polisi, dan bahkan sesama Muslim sendiri yang paham keagamaannya berbeda.

Ia menambahkan, walaupun jaringan mereka sudah tercerai berai, tetapi mereka masih melakukan serangan secara sporadis, dengan target lebih spesifik. Tak hanya dengan bom, tapi juga serangan bersenjata. Bahkan bersiap melakukan serangan kimia, yang lebih berbahaya.

Tetapi menurut Jenderal asal Buton ini, yang jauh lebih berbahaya lagi adalah, munculnya dukungan tak langsung terhadap kaum teroris dari masyarakat biasa, yang pandangan keagamaannya disimpangkan dan kalangan terpelajar fanatik.

"Radikalisme kaum teroris, strateginya, "jihad". Ada lagi radikal non teroris. Mereka bisa masuk parpol, mendirikan NGO. Turun ke jalan setiap waktu. Nah yang ini agendanya domesik. Dengan tema seperti Ahmadiyah, maksiat, pelacuran.. Tetapi perkembangan terbaru, tema radikal teroris dengan non teroris in bertemu. Contohnya dalam Kasus Cikeusik –serangan teror terhadap kaum Ahmadiyah. Jadi tema domestik seperti anti Ahmadiyah, bertemu dengan tema kaum teroris. Ini akan lebih berbahaya dan lebih sensitif dalam penanganannya," dikatakan Ansyaad Mbai.

Tetapi apakah ada politikus atau kekuatan yang tergabung dalam lembaga resmi, bahkan pemerintah, yang segaris dengan kaum teroris? Ansyaad Mbai mengatakan, "Secara nyata, terus terang belum ada bukti yang jelas. Tetapi di tataran ideologi, jelas sekali dukungannya. Ini memang masalah sensitif (karena ada unsur agama). Tapi inilah yang membuat jadi sangat rumit. Ada parpol yang tujuannya sama persis dengan JI: Negara Islam, syariat Islam. Masalahnya, konstelasi parlemen kita tak ada patai mayoritas. Jadi tak ada jalan lain, pemerintah berkoalisi dengan siapapun. Termasuk, mungkin juga ada partai yang di dalamnya ada oknum tertentu yang bersumber dari radikal non teroris. "

Hal lain, kenapa dalam berbagai penyergapan, Tim Anti Teror, khususnya Densus 88, cenderung membunuh para petolan teroris? Ansyaad Mbai menjawab, itu karena tak ada jalan lain. Karena sebetulnya, aparat lebih suka para teroris bisa ditangkap hidup-hidup, untuk membongkar lebih jauh jaringan mereka.

Ging Ginanjar

Editor: Andy Budiman