1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

APP: Poles Citra Lewat Hutan

Saroja Coelho/Rizki Nugraha8 Februari 2013

Raksasa industri kertas, Asia Pulp and Paper (APP) berencana mengakhiri penebangan hutan di Sumatera dan kawasan lain Indonesia. Rencana itu ditanggapi dingin oleh organisasi lingkungan, selama belum ada tindakan konkrit

https://p.dw.com/p/17anB
Foto: Getty Images

Kejutan itu muncul dari kawasan industri Loyang Drive di barat Singapura, ketika produsen kertas terbesar ketiga di dunia, Asia Pulp and Paper (APP) baru-baru ini menyatakan akan menghentikan praktik pengrusakan hutan tropis di Indonesia. APP mengklaim sudah menginformasikan kebijakan baru itu kepada sekitar 20 perusahaan penyalur. Mulai bulan Februari bahan baku produksi kertas APP cuma akan menggunakan kayu yang berasal dari perkebunan.

Perusahaan milik konglomerat Eka Tjipta Widjaja itu membuat perjanjian dengan organisasi lingkungan Forest Trust untuk menghentikan kegiatan penebangan hutan di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu APP juga berkomitmen untuk tidak menggunakan hutan untuk kegiatan perekonomian, melindungi kawasan lahan gambut, serta menghormati hak penduduk lokal di kawasan-kawasan perkebunan.

Buat perusahaan yang oleh organisasi lingkungan hidup, World Wild Fund (WWF) dituding sebagai pelaku pengrusakan hutan terbesar di asia itu, perubahan yang dikumandangkan ini cukup dramatis, meski bukan tanpa alasan. Sejak beberapa tahun terakhir citra APP di Eropa dan Amerika Serikat mengalami pukulan hebat, terutama setelah kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace.

Tahun 2011, organisasi lingkungan itu mengeluarkan laporan beserta bukti yang mengklaim APP, menggunakan kayu Ramin sebagai bahan baku produksi. Kayu Ramin termasuk jenis kayu langka yang penebangannya dilarang di Indonesia. Terlebih kayu ini tumbuh di wilayah yang sudah diresmikan sebagai habitat harimau Sumatera yang terancam punah.

Kampanye Global Serukan Boikot

"Sejak 1984 APP dan perusahaan penyalurnya membabat kawasan hutan seluas 20.000 Kilometer persegi untuk bahan baku kertas. Baru-baru ini mereka mulai merambah ke Kalimantan dengan aktivitas penebangan yang agresif," kata pakar biologi WWF, Michael Stuewe kepada DW.

An Indonesian plantation worker stands next to his back hoe being used to knock down trees to make way for a palm oil plantation on Saturday, June 9, 2007, in Tumbang Kuling, Kalimantan, Indonesia. (ddp images/AP Photo/Ed Wray) In TUMBANG KULING, Indonesien
Foto: AP Photo/Ed Wray

Kampanye Greenpeace membuahkan hasil. Sejumlah klien kelas kakap yang selama ini menerima produk APP, seperti Nestle, HSBC, Unilever, produsen mainan Mattel, jaringan restauran KFC, hingga pemasok alat-alat kantor Staples, ramai-ramai menghentikan kontrak kerjasama dengan APP dan anak perusahaan lain milik grup Sinar Mas.

Di Jerman sejumlah percetakan menghentikan kerjasama dengan APP akibat tekanan publik yang besar setelah ketahuan kertas hasil produksi perusahaan itu juga digunakan untuk mencetak buku anak-anak. "Tekanan Greenpeace sangat efektif," kata Julien Trousssier, Jurubicara Forest Trust, organisasi yang membantu perusahaan-perusahaan swasta mengubah skema produksinya menjadi lebih ramah lingkungan.

Perubahan Drastis

"Kebijakan APP tidak searah dengan pandangan kami tentang bagaimana membuat keuntungan melalui cara-cara yang ramah lingkungan," kata Stefan Dierks dari perusahaan waralaba terbesar di Jerman, Tchibo. Ketika ditanya apakah Tchibo akan melanjutkan kerjasama setelah perubahan yang dicanangkan APP, Dierks mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu memantau situasi di Indonesia.

APP mengklaim pihaknya berkomitmen untuk "menyelamatkan hutan" dan menjadikan perusahaan sebagai "produsen kertas satu-satunya di dunia yang cuma menggunakan perkebunan sebagai sumber bahan baku." APP saat ini tercatat mampu menghasilkan keuntungan sebesar enam milyar US-Dollar per tahun. Dengan kapastitas produksi sebesar delapan juta ton/tahun, perusahaan ini merupakan produsen kertas terbesar ketiga, di bawah dua perusahaan Finnlandia, UPM-Kymenne dan Stora Enso.

Selintas APP terkesan serius memperbaiki citranya. Ini setidaknya terlihat dari tayangan iklan di saluran televisi internasional hingga tampilan situs internet yang kini serba hijau.

Perubahan paradigma oleh APP tidak serta merta mengundang pujian. Center for International Forestry Research (CIFOR) menanggapinya dengan sikap skeptis. Janji terhadap perlindungan hutan sudah pernah dibuat sebelumnya, tapi pengrusakan hutan terus dilanjutkan, tulis organisasi yang bermarkas di Bogor itu. 

Skeptis dan Optimisme

"Kami berharap, APP kali ini memenuhi janjinya," kata pakar bilogi WWF, Michael Stuewe. "Perusahaan-perusahaan lain harus menunggu konfirmasi oleh institusi independen sebelum melanjutkan kerjasama dengan APP."

Greenpeace sebaliknya lebih optimis, "Situasinya berbeda sekarang. Ini adalah kesempatan terakhir APP untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar serius melindungi hutan dan lahan gambut di Indonesia, " kata Bustar Maitar, Kepala Kampanye Hutan Asia Tenggara di Greenpeace. "Mereka berkonsultasi kepada kami dan meminta masukan dari kami."

(ACHTUNG SPERRFRIST: 22. November 0101) Blick über eine Palmölplantage in Karmila Parakkasi auf Sumatra in Indonesien (undatiertes Handout). Palmöl aus nachhaltigem Anbau ist der Umweltstiftung WWF zufolge weltweit auf dem Vormarsch. Mehr Unternehmen als vor zwei Jahren achteten darauf, dass ihre Lieferungen von Plantagen kommen, für die kein tropischer Regenwald gerodet worden sei, berichtet der WWF in einer neuen Studie. Es werde allerdings doppelt so viel Palmöl mit dem Gütesiegel des «Runden Tisches für nachhaltiges Palmöl» (RSPO) angeboten wie tatsächlich gekauft werde. «Das frustriert manche Produzenten, die sich fragen, wie der Markt sich entwickelt», heißt es in der Studie, die der WWF am Dienstag zum Treffen der im RSPO organisierten 542 weltgrößten Produzenten, Händler und Käufer in Kota Kinabalu in Malaysia vorlegt. Foto: WWF-Indonesia / Nur zur redaktionellen Verwenung! +++(c) dpa - Bildfunk+++
Foto: picture alliance/dpa

Julien Troussier dari Forest Trust mengutarakan sikap serupa. Ia mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah ahli kehutanan untuk mengecek langsung ke lapangan, menurutnya APP kali ini serius mengusahakan transparansi,"kami mengawasi setiap stasiun produksi, dari perkebunan hingga pabrik kertas. Kami juga memantau kawasan hutan dengan citra satelit", katanya.

"Kami ingin memberikan kesempatan kepada APP untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar mengimplementasikan komitmen baru ini di lapangan, " kata Bustar Maitar. "Kami tetap akan memonitor perkembangannya dengan seksama," tukasnya.