1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS Desak Turki Isolasi Iran

3 Mei 2011

AS khawatirkan volume perdagangan Turki-Iran. Washington mendesak bank Turki putus transaksi dengan Iran yang berada di daftar hitam dunia Barat akibat program nuklir Teheran. Ankara harus menghormati resolusi PBB.

https://p.dw.com/p/118MD
Foto: DW

Amerika Serikat memperingatkan Turki untuk tidak melakukan transaksi finansial dengan Iran. Washington tepatnya meminta Ankara untuk menghentikan operasi bank pemerintah Iran di Turki. Tuntutan datang dari David Cohen, seorang pejabat Departemen Keuangan Amerika Serikat yang mengurusi terorisme dan intelijen finansial. Cohen mendesak Ankara untuk mengisolasi Bank Mellat yang memiliki 3 cabang di Turki. Dalam kunjungannya ke Turki belum lama ini, Cohen menyatakan bahwa bank tersebut memfasilitasi transaksi finansial yang mendukung program nuklir Iran. Amerika Serikat, Uni Eropa dan sejumlah negara Asia Selatan telah membatasi operasi Bank Mellat.

Gedung pusat Bank Mellat di Teheran
Gedung pusat Bank Mellat di TeheranFoto: ISNA

Perdagangan Turki-Iran Terus Meningkat

Turki mendapat banyak kritik dalam beberapa bulan terakhir karena memperkuat ikatan perdagangan dengan Iran. Langkah yang bertentangan dengan upaya negara-negara Barat untuk mengisolasi Iran secara finansial menyusul perselisihan mengenai program nuklir Teheran. Awal tahun ini, Turki melaporkan volume perdagangan dengan Iran mencapai 10 miliar Dolar pertahun dan berencana untuk terus meningkatkan volume hingga mencapai 30 miliar Dolar dalam jangka waktu 4 tahun. Cohen mengancam kalangan perbankan Turki dengan mengatakan bahwa bank manapun yang melakukan transaksi dengan bank Iran atau terlibat dalam pengembangan nuklir dan terorisme akan menghadapi resiko kehilangan reputasi dan akses ke sistem finansial Amerika Serikat.

Resolusi DK PBB No. 1929

Turki sebagai satu-satunya anggota NATO yang mayoritas warganya Muslim, menjalin hubungan baik dengan negara tetangganya, Iran, sejak Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan mulai menjabat tahun 2003 lalu. Turki menentang resolusi 1929 Dewan Keamanan PBB, yakni sanksi ekonomi terhadap Iran yang diperbaharui tahun 2010 lalu. Berisi sejumlah langkah baru yang dirumuskan secara sepihak oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ankara bersikeras sanksi internasional terhadap Iran tidak akan membuahkan hasil. Perselisihan dunia Barat dengan Iran harus diselesaikan secara diplomatis. Namun menurut seorang pengamat hubungan Turki-Iran, Mehmet Müstak, pemerintahan Erdogan pada akhirnya menuruti permintaan Washington. "Turki telah menerima untuk ikut mengimplementasikan resolusi PBB terhadap Iran. Bank-bank Turki berhenti bertransaksi dengan Iran. Bahkan aktivitas perdagangan Bank Mellat di Istanbul dan Ankara pada hakekatnya ditangguhkan," ujar Müstak.

Solusi Pragmatis Ankara

Ankara seakan menemukan solusi pragmatis untuk masalah ini. Arif Keskin dari Institut Studi Strategi Abad ke-21 menjelaskan, "Pemerintah Turki mendelegasikan tanggung jawab ke masing-masing perusahaan yang memiliki hubungan dagang dengan Iran. Jadi kalau sebuah perusahaan berbisnis atau berinvestasi di Iran, mereka harus sadar dengan sanksi yang mungkin datang. Hubungan dagang mereka dengan negara-negara Eropa atau Amerika Serikat akan terpengaruh. Mereka akan mengalami tekanan."

Pada akhirnya, perusahaan-perusahaan Turki lah yang akan memutuskan mana yang lebih menguntungkan bagi mereka. Sejumlah perusahaan besar seperti operator telpon genggam Turkcell, produsen makanan Ülker, serta pengolah minyak bumi Tüpras, memilih menarik diri dari Iran untuk tidak membahayakan bisnis mereka dengan dunia Barat. Tren ini juga diikuti sejumlah bank Turki seperti Akbank yang ingin mempertahankan hubungan dengan sistem perbankan Eropa dan Amerika. Sejumlah perusahaan lain memilih berhati-hati mengingat kontribusi Iran terhadap perekonomian Turki terus bertambah. Terutama di bidang investasi dan pariwisata. Bahkan menurut statistik Kamar Dagang dan Industri di Istanbul, kurang lebih seperempat perusahaan asing yang beroperasi di Turki adalah perusahaan Iran.

Sharam Ahadi/dpa/afp/rtr/Carissa Paramita

Editor: Renata Permadi