1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

040711 Globales Asbestverbot

31 Agustus 2011

Tahun 2005 Uni Eropa melarang pemakaian asbes, karena dipandang merusak kesehatan. Tapi seperti di Indonesia, asbes masih menjadi materi bangunan yang banyak dipakai di Cina, Kanada dan negara-negara bekas Uni Sovyet.

https://p.dw.com/p/12QRU
Pekerja menggunakan pakaian dan masker pelindung saat menyentuh asbesFoto: picture alliance / Pressefoto Ulmer

Sejak tahun 1940-an, di Jerman asbes sudah diakui sebagai penyakit risiko kerja. Sejak itu pakar medis yakin bahwa asbes menyebabkan beberapa jenis kanker seperti Pleural Mesothelioma, yakni kanker pada jaringan tipis yang melindungi paru-paru, kanker pada pangkal tenggorokan dan kanker paru-paru. Selain juga berbagai penyakit lainnya yang disebabkan terserapnya asbes ke paru-paru lewat pernafasan sehingga terhimpun endapan partikel-partikel asbes dalam tubuh.

Namun masih diperlukan 60 tahun sampai asbes dilarang digunakan di Uni Eropa. Baru tahun 2005 asbes tidak boleh lagi diproduksi dan digunakan di Uni Eropa. Tapi di belahan dunia lainnya bisnis asbes masih marak, dan ini meresahkan ilmuwan Rolf Packroff "Produksi asbes dunia sejak tahun 1988 menurun sekitar 50 persen. Penurunan di masing-masing negara amat berbeda. Di Eropa tidak ada lagi produksi asbes, itu terkait adanya larangan. Di Afrika Selatan juga tidak lagi diproduksi. Di sana asbes juga dilarang. Tapi di negara-negara misalnya bekas Uni Sovyet, di Cina, di Kanada asbes masih tetap diproduksi."

 

Lobi Bisnis Asbes Hambat Larangan Asbes

Rusia, Ukraina, Kirgiztan, Kasakstan, Cina dan Kanada, di negara-negara inilah sumber produksi asbes terbesar. Karena penggunaan dan penjualan materi tersebut tidak dilarang. Bahkan di Kanada yang liberal pun kepentingan ekonomi jauh lebih besar dibanding masalah perlindungan kerja. “Situasinya adalah di Kanada pendukung asbes memiliki lobi lebih kuat dan masih terus mencoba menjual materinya. Mereka memiliki sumber asbes yang besar, mereka mengekspor apa yang disebut asbes putih, chrysotil. Selalu terjadi upaya meremehkan bahayanya bagi kesehatan."

Trik penjualan industri asbes Kanada, dengan mengajukan alasan asbes putih tidak begitu berbahaya dibanding jenis asbes lainnya yang diperlukan industri, yakni asbes biru. Oleh karenanya dapat digunakan tanpa risiko. Hal ini sungguh tidak masuk akal, karena jika merujuk pada berbagai studi toksikologi, berbagai penilaian yang dilakukan pada manusia, berkaitan dengan asbes, maka pakar toksikologi menyimpulkan tidak ada perbedaan signifikan antara asbes putih dan asbes biru. Demikian keterangan ilmuwan Packroff.

Dalam hal ini yang dirugikan adalah negara-negara berkembang seperti India, Cina, Indonesia, Thailand dan Vietnam. Mereka  membeli materi bangunan tersebut yang jauh lebih murah dibanding materi bangunan pengganti asbes. Tapi hal yang ingin dihindari dari penggunaan asbes kembali terjadi, yakni kurangnya tindakan perlindungan demikian pula kesadaran akan bahaya asbes. Dengan demikian tidak ada data statistik tentang korban penggunaan asbes. Dijelaskan Rokho Kim dari Badan Kesehatan Dunia WHO.“Hampir tidak ada laporan mengenainya. Mungkin dokter-dokter kurang mendapat pendidikan untuk membuat diagnosa berkaitan dengan asbes, atau mereka takut melaporkan kasus-kasus terkait asbes. Mungkin sejumlah dokter tergantung pada perusahaan atau pemerintah, atau pasien takut melaporkan dirinya sakit karena khawatir kehilangan pekerjaannya. Masalahnya jika kasus semacam itu tidak dilaporkan, data resmi untuk itu  tidak ada dan kasus itu dianggap tidak ada."

Meskipun demikian WHO tidak menyerah. Untuk meredam kasus penyakit akibat asbes di seluruh dunia, WHO kembali menggencarkan upaya larangan penggunaan asbes di seluruh dunia.

 

Anna Florenske/Dyan Kostermans

Editor: Hendra Pasuhuk