1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

311011 Wahlen Kirgistan

31 Oktober 2011

Dalam pemilihan presiden di Kirgiztan PM Almasbek Atambayev dinyatakan sebagai pemenang. Atambayev yang dikenal pro Rusia, menurut komisi pemilu meraih 63 persen suara. Kandidat lainnya mengritik adanya manipulasi pemilu

https://p.dw.com/p/132Iz
Almasbek AtambayewFoto: picture-alliance/dpa

Pukul 02.55 waktu setempat Komisi Pemilu Pusat Kirgiztan mengumumkan bahwa Perdana Menteri Atambayev meraih mayoritas suara sebagai syarat terpilih langsung sebagai presiden, yakni 50 persen plus satu suara.

Berdasarkan perhitungan hampir seluruh kertas suara, Atambayev meraih 63 persen suara. Hasil ini jauh di atas dua kandidat utama dari selatan negara itu. Tashiyev dan Madumarov masing-masing hanya meraih sekitar 14 persen suara.Tashiyev ketua Partai Ata Shure yang juga merupakan partai pemerintah tadi malam langsung mengumumkan tidak akan mengakui hasil pemilu. Ia menyebutkan adanya pelanggaran besar peraturan pemilu.

Laporan Kesalahan Daftar Pemilu

Komisi pemilu pusat membenarkan adanya upaya memasukkan kertas suara tambahan ke kotak pemilu, juga sejumlah penangkapan. Selain itu menurut keterangan pimpinan pemilu di berbagai kantor pemilu juga ada pengaduan tentang kesalahan dalam daftar peserta pemilu: "Ada pengaduan. Orang-orang menulis surat pernyataan karena namanya tidak tercantum dalam daftar. Pengaduan itu akan diteruskan kepada komisi pemilu."

Lebih dari 800 pengamat pemilu hari ini akan mengumumkan hasil pengamatannya.

Atambayev Sang Calon Favorit

Perdana Menteri Atambayev dikenal sebagai kandidat favorit dari Presiden Otunbayeva. Ia diharapkan melanjutkan jalan menuju demokratisasi. Pada kampanye pemilu Atambayev adalah sebagian kecil dari 16 kandidat yang tidak jelas mendukung untuk kembali ke sistem presidial. Namun ia tidak menutup kemungkinan adanya perubahan sistem. "Harus ada pembatasan kekuasaan secara jelas. Parlemen harus mengurus urusan parlementer. Kita terakhir ini melihat bahwa parlemen mengurus masalah yang jelas termasuk dalam tanggung jawab pemerintah atau presiden. Tapi kami juga dalam 20 tahun terakhir belajar, bahwa kita tidak memerlukan kekuasaan mutlak yang berlandaskan kediktatoran."

Sejak 2005 di Kirgiztan sudah dua kali presiden yang memerintah secara otoriter digulingkan rakyat. Tahun lalu Presiden Bakiyev harus melarikan diri dari negara itu. Dalam referendum mayoritas rakyat menyetujui perubahan sistem. Kirgiztan adalah negara pertama di Asia Tengah yang melaksanakan sistem demokrasi parlementer seperti di negara barat. Namun sistem politiknya masih belum stabil. Saingan terberat Atambayev untuk kursi presiden, sebelumnya sudah mengancam dengan protes massal jika merasa pemilu itu dimanipulasi. Dalam masa kampanye pemilu mereka sudah menuduh Atambayev menyalahgunakan pengaruhnya terhadap badan dan institusi pemerintah.

Politik Kirgiztan Belum Stabil

Musim panas tahun lalu di selatan negara itu terjadi kerusuhan etnis, yang menewaskan ratusan orang. Otunbayeva presiden yang akan diganti hingga kini menuduh klan Bakiyev bertanggung jawab atas kerusuhan itu. Sementara di selatan warga menuduh pemerintah di Bishkek yang bersalah.

Akibat banyaknya masalah di Kirgiztan, Atambayev tidak akan merayakan kemenangannya secara besar-besaran. Ia tidak ingin mengecewakan para pemilihnya. Mereka punya harapan besar: "Kami mengharap yang baik, bahwa ia dapat menciptakan ketertiban di negara ini, memerangi kemiskinan, meningkatkan standar hidup, lapangan kerja dan stabilitas.“

Christina Nagel/Dyan Kostermans

Editor: Hendra Pasuhuk