1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiGlobal

Bagaimana Mereformasi IMF di Bawah Pengaruh Besar AS?

Ashutosh Pandey
17 Oktober 2023

Cina mengatakan hak suaranya di IMF tidak sebanding dengan kekuatan ekonomi yang telah mereka bangun selama dua dekade terakhir. Namun AS, pemegang saham terbesar IMF, belum siap mengubah status quo.

https://p.dw.com/p/4Xabr
Konferensi IMF dan Bank Dunia di Marrakesh, Maroko
Konferensi IMF dan Bank Dunia di Marrakesh, MarokoFoto: Fadel Senna/AFP

Cina mungkin harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan hak suara yang lebih besar di Dana Moneter Internasional (IMF), lembaga pemberi pinjaman paling terkemuka di dunia. Peninjauan kembali kuota IMF, berdasarkan dana yang diberikan oleh negara-negara anggota kepada badan multilateral itu, adalah salah satu topik utama dalam agenda pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia akhir minggu lalu di Marrakesh, Maroko.

Untuk menghindari tuntutan Cina dan negara-negara berkembang lainnya untuk mendapatkan kepemilikan saham yang lebih besar di IMF, Amerika Serikat telah mengusulkan peningkatan kuota IMF yang "equiproporsional”. Maksudnya, negara-negara anggota harus memberikan kontribusi yang lebih tinggi sesuai dengan kuota yang ada, tanpa mengharapkan perubahan dalam jumlah suara mereka, yang terakhir direvisi pada tahun 2010.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen
Menteri Keuangan AS, Janet YellenFoto: Jose Luis Magana/AP Photo/picture alliance

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan di Marrakesh, AS berkomitmen terhadap formula kuota baru yang "adil dan sederhana" yang mencerminkan ukuran ekonomi anggota IMF, namun "menyesalkan bahwa kesepakatan mengenai formula baru" masih sulit dicapai.

"Dengan tidak adanya formula baru, peningkatan equiproporsional adalah satu-satunya hasil yang memungkinkan untuk menghindari pemilihan pemenang dan pecundang secara sewenang-wenang,” kata Janet Yellen.

Kuota IMF tidak selaras dengan realitas perekonomian

Dana Moneter Internasional IMF mengatakan, pihaknya membutuhkan lebih banyak dana untuk bisa terus memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang membutuhkan, dalam dunia yang semakin rentan terhadap guncangan geopolitik dan lingkungan hidup. Kuota yang disumbangkan oleh anggota IMF mencakup lebih dari 40% keranjang pinjaman IMF, dan sisanya adalah pinjaman bilateral dan multilateral. Kuota adalah sumber pendanaan yang dapat diandalkan. Peningkatan kuota terakhir disepakati pada tahun 2010 dan berlaku enam tahun kemudian.

Negara-negara seperti Cina, India, dan Brasil sepakat bahwa jumlah pinjaman IMF perlu diperbesar dengan kontribusi yang lebih besar dari para anggotanya, terutama mengingat peran penting IMF sebagai respons pertama terhadap guncangan ekonomi global seperti yang terlihat selama pandemi COVID-19 dan berbagai perang di dunia, seperti perang Ukraina. Namun mereka juga menuntut hak suara yang lebih besar, yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi mereka.

Direktur IMF Kristalina Georgie
Direktur IMF Kristalina GeorgieFoto: Britta Pedersen/dpa/picture alliance

"Kuota menentukan hak suara dan hak suara harus bertambah hingga 100%. Jika ada yang naik, ada yang harus turun. Bahkan jika orang setuju bahwa negara tertentu pantas untuk naik, tidak ada yang mau membayar untuk kenaikan itu," kata Mark Sobel dari lembaga think tank OMFIF, seorang pejabat veteran Departemen Keuangan AS, kepada DW. "Di satu sisi, ini adalah mikrokosmos dari kekuatan geopolitik dan persaingan.”

AS tolak hak suara lebih besar untuk Cina

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mendukung reformasi kuota yang akan mendistribusikan kembali kepemilikan saham di IMF untuk mencerminkan pertumbuhan Cina dan negara-negara berkembang lainnya. Di Marrakesh, dia meminta anggota untuk menetapkan tenggat waktu untuk penataan kembali struktur kepemilikan saham, kantor berita Reuters melaporkan.

Para ahli mengatakan, keengganan AS terhadap reformasi kuota yang mencakup penataan kembali hak suara berasal dari kekhawatiran bahwa tindakan semacam itu akan memberikan lebih banyak hak suara kepada Cina.

Cina saat ini menyumbang sekitar 18% perekonomian global, namun hanya memiliki hak suara sedikit di atas 6% di IMF. Saat ini, AS adalah pemegang saham terbesar dengan pangsa 16,5%, yang secara efektif memberikan hak veto kepada negara tersebut karena keputusan besar memerlukan persetujuan 85% suara.

Para pejabat AS berpendapat, Cina tidak berhak mendapatkan lebih banyak hak suara, sampai mereka mengambil tanggung jawab lebih besar dalam membantu upaya keringanan utang global dan bersikap transparan mengenai praktik valuta asingnya. Beijing, yang saat ini merupakan salah satu pemberi pinjaman bilateral terbesar di dunia, disalahkan karena menghambat kemajuan dalam restrukturisasi utang negara-negara miskin. Cina juga dikritik karena menawarkan pinjaman yang seringkali dirahasiakan kondisinya.

G24, kelompok negara berkembang dan berpendapatan rendah, memperingatkan di Marrakesh bahwa "legitimasi dan efektivitas IMF bergantung pada penataan kembali kuota.” Peninjauan kuota IMF ke-16 dijadwalkan rampung pada pertengahan Desember 2023.

hp/as