1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Sampah Ilegal Eropa Bisa Mendarat di ASEAN?

Enno Hinz
18 April 2024

Perdagangan sampah ilegal dari Eropa ke Asia Tenggara jadi ladang bisnis kriminal menguntungkan dan berisiko hukum rendah. Padahal dampaknya buruk terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesehatan.

https://p.dw.com/p/4eu2D
Sampah pabrik kertas
Tumpukan sampah plastik di tempat pembuangan akhir milik salah satu pabrik kertas terbesar di IndonesiaFoto: Yuyun Ismawati/2024

Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia, menghadapi gelombang pengiriman sampah ilegal dari negara-negara Eropa dalam jumlah yang cukup besar.

Menurut sebuah laporan baru PBB yang memetakan tren perdagangan sampah dari Eropa ke Asia Tenggara, para pelaku kriminal mengeksploitasi celah dan struktur bisnis yang sah, sehingga menjadikan perdagangan sampah sebagai salah satu kejahatan paling signifikan yang berdampak buruk terhadap lingkungan.

Walaupun ada peraturan, para pelaku kejahatan ini memanfaatkan kesempatan karena melihat ada celah terkait penegakan hukum yang tidak efektif dan hukuman yang rendah jika tertangkap. Mereka juga tergiur oleh peluang untuk mendapatkan keuntungan secara mudah.

Komisi Eropa memperkirakan, 15% hingga 30% pengiriman sampah dari Uni Eropa adalah tindakan ilegal, yang menghasilkan pendapatan haram miliaran euro setiap tahunnya.

"Sekali sampah dibuang dengan tidak benar, maka sampah akan menjadi masalah semua orang. Urgensi untuk mengatasi perdagangan sampah tidak dapat disangkal lagi," kata Masood Karimipour, perwakilan kantor PBB untuk narkoba dan kejahatan (UNODC) di Asia Tenggara, kepada DW.

Menurut laporan PBB, negara-negara ASEAN secara kolektif mengimpor lebih dari 100 juta ton sampah logam, kertas, dan plastik, senilai hampir 50 miliar dolar AS (sekitar Rp800 triliun) antara tahun 2017 dan 2021. 

Indonesia, tujuan utama pengiriman sampah

Perdagangan sampah global telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan oleh Cina pada tahun 2018 untuk mencegah masuknya sampah yang tidak diinginkan ke negara mereka.

Hal ini kemudian membuat aliran sampah global beralih, terutama ke Asia Tenggara. Dan negara-negara seperti Indonesia, muncul sebagai tujuan utama untuk pengiriman sampah, baik secara legal maupun ilegal.

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia juga menyebut, setelah tahun 2018 Indonesia mengalami peningkatan impor sampah secara tiba-tiba, dengan sampah kertas dan plastik yang sebagian besar dikirim dari negara-negara Eropa Barat.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Di Indonesia, tidak ada ekosistem yang mendukung konsumsi berkelanjutan, produksi, dan daur ulang," ujar Yuyun Ismawati, penasihat senior LSM lingkungan Nexus3 Foundation, kepada DW.

Nexus3 menemukan, sampah plastik sering mencemari sampah kertas, sehingga menjadi ancaman yang mengkhawatirkan bagi lingkungan dan kesehatan di daerah-daerah seperti Jawa dan Sumatra.

Plastik yang bermasalah dibuang atau disumbangkan oleh perusahaan pengimpor kertas kepada masyarakat setempat, yang kemudian melakukan pemilahan dan pembakaran plastik secara ilegal.

Pembakaran tersebut menghasilkan emisi dioksin dan bahan kimia berbahaya dalam jumlah yang mengkhawatirkan dan pada akhirnya menyusup ke dalam rantai makanan manusia.

Karena asap dan makanan yang terkontaminasi racun, banyak penduduk desa yang menderita penyakit pernapasan, perut, hingga kanker, dan terpaksa harus meninggalkan rumah mereka.  

Perdagangan sampah jadi bisnis yang menguntungkan

Terlepas dari dampaknya yang merugikan bagi kesehatan dan lingkungan, perdagangan sampah masih dianggap sebagai tindakan kriminal yang sangat menguntungkan dan penegakan hukumnya kurang mendapat perhatian di Asia Tenggara.

Menurut Serena Favarin, seorang kriminolog dari Universita Cattolica del Sacro Cuore, Italia, para penyelundup memiliki metode dan rantai pasokan yang ‘canggih’ untuk mengirimkan sampah ke negara-negara yang peraturannya tidak terlalu ketat dan harga pembuangan sampah ilegalnya lebih murah.

"Penegakan hukum untuk kejahatan ini tidak sama di berbagai negara, dan hal ini menciptakan ketidakselarasan dalam memperlakukan sampah," kata Favarin kepada DW.

Menurutnya di banyak negara tujuan, peraturan tentang perdagangan sampah tidak termasuk dalam hukum pidana, tetapi masuk dalam peraturan perdata dan administratif. Bahkan di saat para pengirim sampah ini secara terbuka dan konsisten melanggar aturan tersebut, hukuman yang diberikan seringkali sangat minim, sehingga memungkinkan operasi ilegal berkembang. 

Polusi sampah
Pabrik di Indonesia ini menggunakan sisa sampah plastik sebagai bahan bakar, yang asapnya mengotori udara.Foto: Yuyun Ismawati/2024

Apa solusi untuk memerangi sampah ilegal?

Meskipun perdagangan sampah ilegal menyebabkan banyak masalah bagi masyarakat, para ahli sepakat bahwa pengelolaan sampah secara legal dan diatur dengan baik adalah tindakan yang saat ini sangat diperlukan.

Selain dapat mengurangi kerusakan lingkungan, hal ini berkontribusi pula pada ekonomi sirkular terutama melalui prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) atau mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah.

"Penting pula untuk memperkuat dimensi transnasional agar ada peraturan yang sama antarnegara. Dengan peraturan yang sama akan lebih mudah untuk didiskusikan," kata Favarin.

Menurut pakar kriminologi Italia itu, adanya harmonisasi kerangka hukum akan mempermudah pengesahan undang-undang yang lebih kuat sehingga hukuman untuk kejahatan yang terkait dengan perdagangan sampah bisa dijatuhkan lebih berat.

Uni Eropa saat ini sedang melakukan pembaruan peraturan pengiriman sampah untuk mengurangi ekspor yang bermasalah dan meningkatkan penegakan hukum. Pembaruan itu diharapkan bisa diadopsi pada akhir bulan ini.

Tidak hanya itu, teknologi baru juga dapat digunakan untuk perlindungan lingkungan.

"Drone atau citra satelit dapat membantu mendeteksi sampah dalam jumlah besar atau tumpukan sampah di area tertentu seperti tempat pembuangan sampah ilegal atau kebakaran ilegal di area yang dilindungi," pungkas Favarin.

(pkp/gtp)