1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahaya Baru Terorisme Sayap Ekstrim Kanan

25 Juli 2011

Ternyata pelaku serangan teror Norwegia telah mempersiapkan rencana aksi terornya sejak dua tahun. Mengapa hal ini bisa luput dari polisi dan agen rahasia?

https://p.dw.com/p/12332
Keluarga seorang korban menangisi saudaranya yang tewas dalam aksi teror Breivik
Keluarga korban menangisi saudaranya yang tewas dalam aksi teror BreivikFoto: dapd

Berbagai harian internasional tetap menyorot serangan teror yang mengguncang Norwegia minggu lalu, yang menewaskan puluhan orang di pulau liburan Utoya dan di ibukota Oslo. Harian konservatif Perancis Le Figaro dalam tajuknya menulis: Apakah terorisme sayap ekstrim kanan akan menjadi bahaya baru bagi masyarakat kita? Meresahkan mendengar, bahwa seseorang bisa mempersiapkan perbuatan ini selama lebih dari dua tahun, tanpa diganggu sekali pun. Agen rahasia dan polisi sekarang bertanya-tanya: Apakah mereka terlalu fokus terhadap bahaya teror dari kelompok radikal Islam, sehingga mereka mengabaikan pengamatan atas gerakan-gerakan radikal lainnya? Sepuluh tahun setelah serangan 11 September di Amerika Serikat dan beberapa bulan setelah tewasnya Osama bin Laden, situasinya meresahkan mengamati, bahwa warisan Osama diambil seorang fundamentalis dari sisi lain. Ini sebuah bahaya yang harus diambil serius oleh masyarakat Eropa, untuk bisa memastikan, bahwa tragedi kemarahan pembunuh asal Oslo yang mengakibatkan kematian banyak orang, tidak akan terulang kembali.

Sementara itu harian Italia La Repubblica berkomentar mengenai latar bekalang peristiwa menyedihkan ini. Harian yang terbit di Roma ini menulis: Adalah hal yang absurd untuk menyatakan, bahwa si pembunuh yang menggunakan bom dan senapan otomatis ini mengekspresikan ide-ide para politisi hebat Eropa. Tetapi bisa dikatakan, bahwa atmosfir di Eropa juga menyertakan ide-ide ekstrimis seperti ide-ide Anders Behring Breivik. Sayap ekstrim kanan Norwegia tidak mempunyai pempimpin yang sesungguhnya, ini hanyalah sebuah mozaik yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil, yang menerjemahkan keinginan-keinginan masyarakat demokratis menjadi sebuah pidato fanatik. Campuran ideologi semacam ini lah yang merupakan makanan Breivik selama ini.

Pertumpahan darah di Norwegia juga dikomentari oleh harian Rusia Moskowski Komsomolez. Harian ini menulis dalam tajuknya: "Serdadu perang salib" Norwegia yang membunuh seratus warga tak bersalah yakin, bahwa Eropa di masa depan akan berterima kasih atas hal ini. Pulau Utoya, yang disebut PM Stoltenberg sebagai "surga anak-anak" dibuatnya menjadi rumah jagal. "Mengerikan tetapi diperlukan", demikian ia menyebut perbuatannya. Orang yang menyebut dirinya sebagai "pemburu kaum Marxis" ini ingin menjadi martir, tetapi ternyata tidak dilakukannya. Ia tidak bunuh diri dan di Norwegia tidak ada hukuman mati.

Terkait dengan peristiwa di Norwegia, Harian Swiss Basler Zeitung berkomentar mengenai kesalahan dalam memperkirakan motivasi pelaku setelah serangan teror. Harian yang terbit di Jenewa ini menulis: Shock yang bukan hanya dirasakan oleh warga Norwegia menjadi alasan untuk refleksi dan kritik diri. Kita, para politisi, pakar teror dan wartawan, bereaksi terlalu cepat dan menggunakan motivasi Islamis setelah berita pertama tentang serangan teror di Oslo. Marilah kita jujur: Sekalipun tidak ada petunjuk meupun bukti, sebenarnya kita tidak bisa memikirkan motivasi lain selain aksi balas dendam para fanatis Muslim atas perang Afghanistan dan karikatur Nabi Muhammad. Bahwa ada seorang penjahat licik yang bisa lolos melewati jaringan pengamanan, adalah harga bagi sebuah masyarakat terbuka. Konsekuensinya bisa fatal, seperti di Oslo dan Utoya. Tetapi alternatifnya bahkan lebih fatal lagi: sebuah pemerintahan yang mengawasi warganya terus-menerus tanpa segala celah.

Anggatira Gollmer/dpa
Editor: Hendra Pasuhuk