1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Baju Merah Tawarkan Kompromi

23 April 2010

Ribuan demonstran baju merah, pendukung mantan PM Thaksin Shinawatra, bertahan dalam tempat perkemahan di kawasan perbelanjaan mentereng, di pusat Bangkok. Mereka bertekad tidak akan pergi sampai parlemen dibubarkan.

https://p.dw.com/p/N4Zw
Demonstran anti-pemerintah berhadapan dengan polisi di Bangkok, Jumat (23/04).Foto: AP

Demonstran baju merah menawarkan kompromi kepada pemerintah Thailand Jumat (23/04), bahwa mereka akan menerima pembubaran parlemen dalam 30 hari dan tidak secepatnya. Mereka juga menyerukan pada Abhisit Vejjajiva untuk membuka penyidikan independen terhadap bentrokan antara demonstran dan tentara pada 10 April yang menewaskan 25 orang.

Ratusan polisi anti huru hara berhadapan muka dengan demonstran anti pemerintah di kawasan bisnis Bangkok, Jumat pagi (23/04). Polisi menuntut para pengunjuk rasa membongkar barikade yang mereka bangun dari ban, batang bambu dan potongan beton dekat arah masuk ke jalan Silom dan kawasan bisnis. Namun polisi kemudian mundur tanpa terjadi kekerasan, sehari setelah ledakan granat menyebabkan korban tewas dan luka-luka.

Granat meledak dekat kawasan hiburan malam Patpong di Bangkok. Wakil PM Suthep Thaugsuban mengatakan Kamis malam (22/04), tiga orang tewas akibat ledakan itu. Namun bagian gawat darurat pusat medis Erawan, milik pemerintah, menyebutkan satu orang tewas dan 88 cedera, termasuk seorang warga negara Amerika, Australia, Indonesia dan Jepang.

Pemerintah mengatakan granat dilontarkan dari kawasan demonstran baju merah. Para pemimpin pengunjuk rasa menolak tuduhan itu namun mengakui elemen militer yang tidak diketahui bersimpati pada mereka dan mungkin membantu membela mereka saat tentara menindak keras demonstran pada 10 April.

Para pengamat mengatakan, aksi protes ini sangat berbeda dengan periode kerusuhan sebelumnya dalam krisis politik lima tahun di Thailand. Hal ini terefleksikan dalam keretakan di tubuh militer, dimana satu faksi mendukung demonstran baju merah, termasuk sejumlah pensiunan jendral sekutu Thaksin. Tahun 2006, PM Thaksin Sinawatra digulingkan dalam kudeta, kemudian dihukum secara in absentia dua tahun penjara karena korupsi.

Penduduk Thailand juga terbagi dalam dua kelompok yang semakin naik darah. Kelompok pro-pemerintah, yang jemu pada kekacauan, kerugian bisnis dan gangguan hidup keseharian akibat aksi protes, berkumpul di Jalan Silom, Jumat (23/04), di seberang barikade baju merah. Mereka melambai-lambaikan bendera Thailand, meneriakkan kata 'keluar' dan membakar bendera baju merah.

Tapi sejauh ini, upaya apapun untuk membubarkan demonstran baju merah dari perkemahan yang mereka bangun di kawasan belanja di pusat kota Bangkok mengandung resiko kerusakan berat dan kemungkinan bentrokan pecah ke kawasan pemukiman mewah.

Di pihak lain, Kurs mata uang Thailand, baht, jatuh dan bursa saham turun 1,4%, sebagai reaksi atas serangan di Bangkok. Bank Sentral Thailand mengatakan, huru hara berdampak pada kepercayaan dunia, pariwisata, investasi dan tingkat konsumsi. Sementara itu, Inggris, Amerika dan Australia mengeluarkan larangan bagi warga negaranya untuk bepergian ke Thailand.

Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan Jumat ini, ia menelepon Menlu Thailand Kasit Piromya untuk menawarkan bantuan apapun bagi dialog antara pihak-pihak yang bertikai. Marty menambahkan, Indonesia waspada terhadap kemungkinan bahwa persoalan Thailand dapat menyebabkan pengaruh kuat yang menular ke kawasan.

Krisis keuangan Asia tahun 1997 dimulai di Thailand, setelah mata uang baht terpukul oleh serangan spekulasi besar, dan menyebar ke Filipina, Malaysia, Korea Selatan dan Indonesia yang mengenalnya sebagai krisis moneter.

Renata Permadi/ap/afp/rtr
Editor: Hendra Pasuhuk