1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Baku Tembak Pecah di Abidjan

31 Maret 2011

Rentetan tembakan terdengar di Abidjan Kamis (31/3) malam. Laurent Gbagbo semakin terpojok. Presiden terpilih Alassane Outtara memberlakukan jam malam di Abidjan dan menutup seluruh wilayah perbatasan Pantai Gading.

https://p.dw.com/p/10lZK
Foto: picture-alliance/landov

Pasukan PBB mengambil alih bandara di kota terbesar di Pantai Gading hari Kamis (31/3) malam. Sumber PBB yang menolak disebutkan namanya membenarkan kendaraan lapis baja telah dikirim untuk berjaga-jaga di sekitar bandara. Komandan militer Pantai Gading yang sebelumnya menguasai bandara berbalik melawan mantan Presiden Laurent Gbagbo dan menyerahkan bandara secara damai kepada pasukan PBB.

Pasukan PBB berpatroli di luar markas PBB di Pantai Gading sejak Desember lalu
Pasukan PBB berpatroli di luar markas PBB di Pantai Gading sejak Desember laluFoto: AP

Laurent Gbagbo Semakin Terpojok

Sementara kekuatan yang loyal terhadap Presiden terpilih Alassane Outtara telah menduduki kota-kota di sekitar Abidjan dalam 48 jam terakhir. Outtara dan pendukungnya semakin kuat setelah dukungan terhadap Gbagbo terus berkurang. Outtara mengultimatum Gbagbo untuk mundur dalam waktu 3 jam, namun tidak dihiraukan.

Kekuatan bersenjata pendukung Outtara menekan masuk dari dua arah dan baku tembak sudah terdengar dari pusat kota Abidjan. Pasukan elit Gbagbo memperketat penjagaan di sekitar istana kepresidenan, sementara pasukan Perancis telah diturunkan ke Abidjan untuk melindungi warga asing. Sejumlah warga Perancis diserang pendukung Gbagbo di permukiman Deux Plateux. Helikopter tempur PBB juga terus terbang di atas kota.

Presiden terpilih Alassane Ouattara
Presiden terpilih Alassane OuattaraFoto: AP

Outtara telah menyatakan pemberlakuan jam malam di Abidjan mulai hari Kamis hingga Minggu (3/4) nanti. Jam malam berlaku dari jam 9 malam hingga 6 pagi esok harinya. Outtara memerintahkan seluruh wilayah perbatasan Pantai Gading ditutup, baik dari darat, laut, maupun udara. Outtara juga telah menyerukan kepada para jenderal ataupun pejabat yang selama ini mendukung Gbagbo untuk segera menyerah.

Sekjen PBB Ban Ki Moon kembali menyerukan kepada Gbagbo untuk segera mundur sebelum pertumpahan darah bertambah parah. Amerika Serikat juga mengajak kedua pihak untuk menahan diri.

Gbagbo menolak mundur setelah kalah dalam pemilihan umum bulan November lalu. Konflik berdarah pecah sejak itu, menewaskan sedikitnya 472 orang dan membangkitkan kembali perang sipil yang terjadi tahun 2003 lalu. Gbagbo tidak mengindahkan tekanan dari Uni Afrika dan dunia Barat yang telah mengakui Outtara sebagai Presiden resmi Pantai Gading.

Gbagbo menjadi target sanksi dari Amerika Serikat, Uni Eropa dan PBB. Terakhir, hari Rabu (30/3) kemarin, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mendesak Gbagbo untuk mundur dan menghormati aspirasi rakyat. Seorang pengamat dari thinktank International Crisis Group, Gilles Yabi, menilai resolusi tersebut efektif. "Resolusi disetujui disaat Laurent Gbagbo lemah. Saat Gbagbo terasing secara diplomatis, lemah secara ekonomi dan finansial. Kekuatan militernya juga terus mendapat tekanan selama berhari-hari dari pendukung Outtara. Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menjatuhkan sanksi terhadap Gbagbo, istrinya dan kerabat terdekat. Tentu menjadi pukulan tambahan saat rezimnya melemah," jelas Yabi.

Warga Sipil Menjadi Korban

Warga mengungsi keluar dari Abidjan hari Selasa (29/3)
Warga mengungsi keluar dari Abidjan hari Selasa (29/3)Foto: AP

Ibrahim Coulibaly dari Jaringan Afrika Barat untuk Perdamaian dan Demokrasi atau WANEP melihat efek positif resolusi terhadap warga sipil yang selama ini menjadi korban. "Resolusi ini memberi keleluasaan bagi misi PBB di Pantai Gading. Untuk melindungi dan membela warga sipil," ujarnya.

Beberapa hari kedepan akan sangat menentukan bagi masa depan Pantai Gading. Situasi yang kemungkinan terus memanas di Abidjan bisa berdampak buruk terhadap jutaan penduduknya. Lebih dari 100 ribu warga telah mengungsi ke negara tetangga, Liberia, sejak perang sipil pecah. Direktur operasi Palang Merah Internasional, Pierre Krahenbuehl, menyatakan angka korban sebenarnya sejak perang sipil pecah bisa mencapai ribuan.

rtr/afp/Carissa Paramita

Editor: Andy Budiman