1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bentrokan di Kairo Tewaskan Belasan Korban

9 Oktober 2011

Aksi protes di jalanan Kairo atas serangan terhadap gereja Koptik di selatan Mesir berakhir dengan bentrokan serta kekerasan. Belasan korban diberitakan tewas.

https://p.dw.com/p/12ofS
Aksi protes pemeluk Kristen Koptik di KairoFoto: picture-alliance/dpa

Pemeluk agama Kristen yang jumlahnya hanya 10 persen dari 80 juta warga Mesir, menyalahkan radikal Islam karena merusak sebagian gedung gereja di provinsi Aswan pekan lalu. Ribuan turun ke jalanan di Kairo dan Alexandria hari Minggu (9/10) menuntut dipecatnya gubernur provinsi Mostafa al Sayed karena gagal melindungi gedung tersebut. Media setempat mengatakan, umat Muslim dituduh menyerang gereja setelah muncul berita bahwa gedung tersebut tidak memiliki ijin resmi.

Demonstran melemparkan batu dan bom molotov ke arah polisi serta membakar kendaraan. Ini adegan kekerasan terparah di ibukota Mesir sejak usaha menjatuhkan mantan Presiden Hosni Mubarak bulan Februari lalu. Ratusan orang dari kedua belah pihak saling menyerang dengan tongkat di sebuah jembatan di Kairo. Stasiun televisi pemerintah melaporkan 30 tentara cidera dalam bentrokan tersebut. Sementara menurut kementrian kesehatan Mesir, setidaknya ada 12 korban yang tewas.

Demonstran bersikeras, pada awalnya ini adalah aksi protes damai. Hingga mereka diserang sekelompok pria berpakaian sipil yang melempari mereka dengan batu dan menembaki dengan peluru karet. Namun, tayangan televisi menunjukkan beberapa demonstran yang menyerang seorang tentara. Seorang koresponden stasiun televisi Al Arabiya juga mengatakan, ia melihat demonstran merebut senjata para polisi militer. 

Ketegangan antara umat Kristen dan Muslim di Mesir meningkat sejak revolusi di bulan Februari. Demonstrasi senada hari Selasa lalu (4/10), berakhir dengan pembubaran massa melalui cara kekerasan. Banyak umat Kristen Koptik yang merasa didiskriminasi di negaranya sendiri oleh mayoritas warga pemeluk agama Islam.

afp / dpa / rtr / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Carissa Paramita