1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bentrokan Terus Berlangsung di Mesir

21 November 2011

Sembilan bulan setelah jatuhnya rezim Mubarak pecah kerusuhan paling berdarah dalam aksi demonstrasi anti pemerintahan sementara di bawah dewan militer. Dilaporkan, sedikitnya 20 orang tewas.

https://p.dw.com/p/13EFs
Para demonstan berhadapan dengan aparan keamanan di Kairo, Minggu (20/11)Foto: picture-alliance/dpa

Kerusuhan terus berlanjut di Mesir. Senin pagi waktu setempat (21/11) kembali terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran yang berkumpul di Lapangan Tahrir. Dengan tembakan gas air mata, aparat keamanan mencoba menghalau para demonstran yang mencoba bergerak menuju Kementrian Dalam Negeri.

Menurut keterangan pihak berwenang, sedikitnya 20 orang tewas dalam kerusushan yang meletus sejak hari Jumat minggu lalu.

Satu Tuntutan Bersama

Kerusuhan terbaru di Mesir ini bermula, saat demonstran berkumpul di Lapangan Tahrir, hari Jumat (18/11), menggelar protes menentang kekuasaan militer dan pemerintahan transisi. Demonstarsi yang digalang partai-partai Islam ini sebenarnya berakhir pada hari Jumat malam. Akan tetapi sekelompok demonstran, yang sebagian warga muda yang menuntut pengambilalihan segera kekuasaan dari militer ke sipil, tetap bertahan di Lapangan Tahrir. Mereka menyatakan akan tetap bertahan sampai tuntutan mereka terpenuhi.

Hari Sabtu (19/11), aparat keamanan berusaha membongkar kamp tenda para demontran di Lapangan Tahrir. Upaya aparat keamanan ini mendapat perlawan dari para demonstran yang mendapat dukungan dengan tibanya lebih dari 10 ribu demonstran dari berbagai golongan. Satu hal yang jarang terjadi, bahwa demonstran dari pihak Islam, sekuler, liberal dan komunis kali ini memiliki satu kesepakatan yang sama, menuntut pelepasan kekuasaan militer.

Ägypten Proteste auf dem Tahrir-Platz in Kairo
Demontrasi menentang pemerintahan transisi Mesir di Lapangan Tahrir, Jumat (18/11)Foto: picture-alliance/dpa

Militer Ditutntut Mundur

Aksi protes para demonstran terutama ditujukan terhadap rancangan konstitusi baru, yang dapat mengamankan kekuasaan militer. Para pengunjuk rasa menuntut keluarnya pihak militer dari panggung politik, melepaskan kekuasaan yang mereka ambil alih setelah jatuhnya rezim Mubarak bulan Februari lalu.

"Dulu pihak militer berjanji, dalam waktu enam bulan akan memberikan kekuasaan pada sipil. Sekarang hampir 10 bulan berlalu dan tidak ada yang terjadi. Kami merasa ditipu." Seorang demonstran lain menambahkan, "Alternatif lain adalah, kekuasaan diserahkan pada para politisi yang dipercayai rakyat."

Menanggapi kerusuhan terbaru di Mesir ini, Pejabat tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri Catherine Ashton menyatakan sangat prihatin. Ashton mengutuk kekerasan yang terjadi dan mendesak pihak yang bertikai untuk menahan diri. Warga Mesir dan partai-partai, yang menuntut terbentuknya satu pemerintahan demokratis harus didengar, ditambahkan Cathrine Ashton.

Minggu depan Mesir tetap akan menggelar pemilu parlemen, demikian dinyatakan Dewan Militer dan pemerintahan transisi hari Minggu (20/11). Sebelumnya para demonstran juga menuntut pengunduran jadwal pemilu sampai bulan Januari tahun depan. Sementara jadwal pemilu presiden masih belum ditetapkan.

Yuniman Farid/dpa/dap/afp Editor: Hendra Pasuhuk