1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Berakhirnya Era Gbagbo di Pantai Gading

12 April 2011

Penangkapan mantan presiden Pantai Gading yang tidak terpilih lagi Laurent Gbagbo menjadi perhatian sejumlah surat kabar Eropa. Selain itu juga disorot penugasan Uni Eropa di Libya dan bencana nuklir di Fukushima.

https://p.dw.com/p/10s0q
Laurent Gbagbo, tengah, ketika ditangkap di Golf Hotel di Abidjan, Pantai Gading, Senin (11/04).
Laurent Gbagbo, tengah, ketika ditangkap di Golf Hotel di Abidjan, Pantai Gading, Senin (11/04).Foto: dapd

Surat kabar Inggris berhaluan kiri liberal Independent mengomentari penangkapan Laurent Gbagbo di Pantai Gading. Harian itu menulis:

"Peristiwa-peristiwa sejak pemilu dengan berita mengenai kekerasan dan pembantaian dari dua pihak telah memperdalam jurang politik dan ekonomi Pantai Gading. Kerugiannya ditambah lagi dengan ekonomi yang menderita krisis akibat konflik berbulan-bulan, yang menyulitkan Outtara melaksanakan kewenangannya, apalagi untuk menyebarluaskan semangat persatuan yang sekarang dibutuhkan. Situasi tepatnya penangkapan (mantan pemangku jabatan Laurent) Gbagbo juga memainkan peranan. Jika keyakinan ini ditanamkan bahwa Outtara atas jabatannya patut berterima kasih pada penguasa kolonial dulu, maka permulaannya sebagai presiden akan lebih sulit lagi."

Harian Perancis berhaluan konservatif Le Figaro dalam tajuk rencananya juga mengomentari penangkapan mantan presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo. Surat kabar yang terbit di Paris itu menulis:

"Jatuhnya Laurent Gbagbo mengandung pesan universal dan mendalam kepada seluruh dunia: siapa yang kalah dalam pemilihan, harus menyerahkan kekuasaannya. Deklarasi ini berlaku utamanya di Afrika dan punya nilai penting, sehingga Perancis terlibat tanpa ragu, didukung oleh persetujuan masyarakat internasional. Sehubungan dengan itu harus diakui hasil kerja pemimpin pasukan perdamaian PBB, Alain Le Roy. Ia berhasil menghubungkan legitimasi PBB dengan keterlibatan Perancis. Jadi dia ikut serta memoles citra organisasi internasional itu. Dalam waktu yang bersamaan, ia memungkinkan negara kami menyelesaikan suatu masalah berat."

Sementara itu harian Austria yang terbit di Wina, Kurier, mengomentari penugasan Uni Eropa di Libya. Harian itu menulis:

"Kesiapan Uni Eropa untuk bertindak sudah tepat, karena Eropa dalam waktu lama tidak bisa membiarkan orang-orang sendirian dalam melawan diktator Muammar al Gaddafi. Penugasan pasukan Uni Eropa sudah tepat karena bersikap menjaga jarak dan menonton saja akan merusak semua upaya menuju politik bersama keamanan dan luar negeri. Hal ini tidak sesuai dengan masyarakat Eropa dan nilainya, yaitu membiarkan orang-orang melakukan pembantaian dan tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya. Bahwa ini, dituntut oleh partai politik dan organisasi non pemerintah yang mengusung bendera perdamaian, tidak bisa dipahami. Risiko intervensi harus dilalui Uni Eropa, guna mencegah ancaman yang lebih besar lagi, yaitu bahwa lebih banyak lagi orang tidak bersalah yang terbunuh."

Bencana nuklir di Fukushima, Jepang dikomentari surat kabar Austria berhaluan liberal Der Standard. Harian itu menulis:

"Informasi yang sampai ke publik bulan ini sejak gempa, gelombang laut raksasa dan kecelakaan nuklir reaktor Fukushima, bisa jadi meninggalkan lebih banyak keresahan daripada ketakutan nyata. Keterangan mengenai tingkat radiasi, yang sejak itu dipublikasikan oleh pengelola reaktor Tepco atau pemerintah, apakah itu hasil pengukuran yang selalu berubah, juga bagi pakar energi atom terus menjadi teka-teki. Sinisnya: pihak yang bertanggung jawab tidak bisa dituduh menyebarkan ketakutan. Namun kebijakan informasi semacam ini mengundang keraguan terhadap semua keterangan mengenai situasi. Hal itu juga memberikan alasan pemahaman bahwa pertimbangan taktis ikut berperan dalam komunikasi krisis. Tentunya salah tempat jika kesehatan ribuan orang bergantung pada informasi itu."

LS/HP/dpa/afp