1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemberitaan Media dan Sumbangan Masyarakat

Vera Kern14 November 2013

Apa hubungan pemberitaan media tentang bencana dan sumbangan dari masyarakat? Sumbangan untuk bencana alam biasanya lebih besar daripada untuk korban perang.

https://p.dw.com/p/1AHWV
Foto: picture-alliance/dpa

Gambar orang-orang putus asa, yang berdiri di depan puing-puing rumahnya, kelaparan dan terancam sakit - setiap hari media di Jerman menurunkan laporan tentang korban bencana topan Haiyan di Filipina. Gambar-gambar tragis ini mendorong banyak orang memberikan sumbangan. Daniela Felser dari Dewan Sumbangan Jerman (Deutscher Spendenrat) menerangkan, laporan media tentang bencana alam di Asia Tenggara membuat banyak orang bertanya: bagaimana saya bisa menolong?

Sampai hari Sabtu lalu (09/11) kelompok "Aktion Deutschland Hilft", yang merupakan gabungan dari beberapa organisai bantuan, sudah mengumpulkan sumbangan senilai 3,5 juta Euro.

Peran media

Menurut Daniela Felser, beberapa tahun terakhir banyak bencana alam besar yang terjadi di seluruh dunia. Tapi kesediaan masyarakat untuk menyumbang tidak surut. Media punya peran besar dalam memobilisasi sumbangan masyarakat. Hal itu dibenarkan oleh Burkhard Wilke dari Institut Masalah Sosial DZI. "Dalam kasus bencana alam, jika media memberitakan tentang banyaknya korban, kesediaan masyarakat untuk menyumbang biasanya cukup besar", kata Wilke.

Pertengahan tahun lalu, kawasan Jerman selatan dan timur sempat mengalami musibah banjir besar. Media ketika itu memberitakan secara luas dan ikut mengumpulkan sumbangan. Lebih setengah dari sumbangan yang masuk ke organisasi bantuan berasal dari seruan yang disebarkan lewat media cetak dan elektronik, kata Felser. Banyak acara khusus yang digelar di televisi publik dan swasta. Hasilnya cukup mengejutkan.

Sekalipun Filipina letaknya lebih 10.000 kilometer dari Jerman, kesediaan masyarakat memberi sumbangan cukup besar. Burkhrad Wilke menerangkan, dalam situasi bencana, pihak yang jadi korban bisa diidentifikasi dengan jelas. Ini berbeda dengan situasi perang saudara, seperti misalnya di Suriah.

Sedikit sumbangan untuk korban perang

Dalam konflik di Suriah, media juga melakukan pemberitaan luas. Tapi dalam konflik ini, situasinya kacau dan tidak jelas, siapa yang jadi korban. "Kadang-kadang pihak pemerintah disebut sebagai pihak yang salah, kadang-kadang pihak pemberontak", kata Wilke. Sekalipun banyak gambar dramatis tentang situasi di Suriah, sumbangan yang masuk tidak banyak. Padahal organisasi bantuan di Jerman berulangkali mengimbau masyarakat agar menyumbang.

Makin lama kekacauan berlangsung dalam situasi bencana, kesediaan masyarakat untuk menyumbang makin sedikit. Apalagi kalau ada banyak laporan tentang sulitnya menjangkau korban atau masalah birokrasi yang berkepanjangan. Ini misalnya yang terjadi dengan bencana gempa di Pakistan atau Iran. Sedangkan ketika terjadi bencana Tsunami di Aceh 2004, sumbangan bisa terkumpul dengan cepat.

Menurut penelitian yang dilakukan Dewan Sumbangan Jerman, kelompok yang paling rajin menyumbang adalah warga berusia 60 tahun keatas. Peneliti Sosial Eckhard Priller menerangkan, kalangan ini biasanya hidup cukup mapan, dan mereka juga masih merasakan masa-masa sulit setelah perang. Jadi mereka punya rasa solidaritas yang tinggi.

Diantara negara-negara Eropa, Jerman berada di peringkat menengah dalam soal sumbangan kemanusiaan. Kalau dihitung besarnya sumbangan menurut jumlah penduduk, sumbangan terbanyak datang dari Belanda dan negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia. Banyak orang memberi sumbangan secara berkala lewat organisasi-organisasi sosial, jadi tidak tergantung pada pemberitaan tentang bencana.