1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Berjuang Melepas Subsidi Minyak

3 April 2012

Protes berminggu-minggu di seluruh negeri telah membatalkan rencana pemerintah Indonesia untuk menaikkan harga BBM. Inilah kisah terbaru kegagalan menghilangkan ketergantungan dari minyak subsidi.

https://p.dw.com/p/14X1n
Kelas menengah pemilik kendaraan di Jakarta adalah penerima subsidi BBM terbesarFoto: AP

Negara berkembang Asia seperti Malaysia dan Indonesia, berjuang mempertahankan harga minyak yang murah di masa saat harga minyak mentah dunia menembus angka di atas 100 euro per barrel.

Parlemen Indonesia, hari Jumat (30/03) pekan lalu diharapkan menyetujui kenaikan harga minyak dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liter. Namun setelah berminggu-minggu protes yang terkadang disertai kekerasan, parlemen akhirnya menolak kenaikan harga BBM dalam waktu dekat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya berharap bahwa kenaikan akan mulai berlaku hari Minggu (01/04), namun penolakan parlemen membuat kenaikan BBM ditunda, dan hanya akan terjadi jika harga minyak mentah dunia terus melonjak secara signifikan.

Para pengamat menilai bahwa minyak bersubsidi yang membuat harga kebutuhan sehari-hari menjadi lebih murah, adalah satu dari sedikit kebijakan anggaran yang ditujukan bagi kelas menengah dan bawah di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Direktur Wahid Institut Ahmad Suaedy mengatakan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia yang pengeluarannya kurang dari sekitar Rp 20.000 per hari, telah muak dengan pemerintahan yang korup dan menghabiskan anggaran dengan cara yang tidak bertanggungjawab.

“Saya pikir orang Indonesia akan terbuka menerima kenaikan harga minyak, jika mereka diyakinkan bahwa pemerintah akan menggunakan uang itu untuk sesuatu yang konstruktif, seperti membangun infrastruktur dan pendidikan” kata Suaedy.

Subsidi minyak, tahun lalu telah menghabiskan sekitar Rp. 175 trilyun atau 11 % dari anggaran rutin pemerintah Indonesia. Angka itu lebih banyak dari yang dikeluarkan pemerintah untuk biaya pendidikan dan kesehatan jika digabung menjadi satu, yang nilainya hanya Rp. 112 trilyun.

Subsidi untuk Politik

Pemerintah di wilayah Asia lainnya seperti India, Sri Lanka dan Filipina, juga memiliki pengalaman yang sama dengan Indonesia. Mereka mendapat tekanan politik yang besar saat akan mencabut subsidi minyak.

Pada tahun 1998, kenaikan harga BBM telah memicu demonstrasi mahasiswa yang akhirnya menjatuhkan diktator Soeharto yang telah 32 tahun berkuasa. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM sekitar 30 %, namun mereka menurunkannya kembali pada tahun 2009 menjelang pemilihan presiden.

Di Malaysia, pencabutan subsidi tahun 2008 lalu harus dibayar mahal penguasa. Rejim yang berkuasa terpaksa menurunkan tangan besi dan membubarkan demonstrasi massa dengan cara brutal. Koalisi partai yang berkuasa, akhirnya kehilangan sepertiga kursi di parlemen dan harus rela melepaskan lima negara bagian, yang berhasil direbut kelompok oposisi.

Pemerintah Malaysia baru-baru ini telah menegaskan tak akan mencabut subsidi bahan bakar meski harga minyak dunia terus melonjak.Tahun lalu, pemerintah Malaysia menghabiskan lebih dari Rp. 80 trilyun untuk subsidi minyak dan gas. Angka ini membengkak dua kali lipat dibanding yang mereka keluarkan satu tahun sebelumnya.

Malaysia adalah negara yang menjual bensin dengan harga no.10 paling murah di dunia. Sementara Indonesia menduduki posisi no.5 paling murah di dunia setelah Turkmensitan, Irak, Iran dan Venezuela.

Andy Budiman/ afp

Editor: Hendra Pasuhuk