1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

Bertemu Zelenskyy, Biden Janji Tak Akan Tinggalkan Ukraina

13 Desember 2023

Dalam pertemuannya dengan Zelenskyy, Biden berjanji akan terus memasok senjata dan peralatan penting untuk Ukraina. Pertemuan keduanya berlangsung di tengah kebuntuan Kongres AS terkait bantuan militer baru bagi Ukraina.

https://p.dw.com/p/4a5sP
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih, Selasa (12/12) waktu setempat.
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih, Selasa (12/12) waktu setempat.Foto: Leah Millis/REUTERS

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menegaskan bahwa dia tidak akan meninggalkan Ukraina.

Hal itu ia sampaikan dalam sebuah konferensi pers bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih, Selasa (12/12) waktu setempat.

"AS akan terus memasok senjata dan peralatan penting kepada Ukraina selama kita bisa,” kata Biden dalam kesempatan tersebut.

"Di saat dunia bebas ragu-ragu, di saat itulah kediktatoran berpesta dan ambisi mereka yang paling berbahaya menjadi matang. Mereka melihat impian mereka terwujud ketika mereka melihat penundaan. Putin pasti kalah,” tambahnya.

Sementara Zelenskyy, yang berdiri di samping Biden, menegaskan bahwa Ukraina akan terus beperang. Menurutnya, Kyiv tidak akan menyerahkan wilayah mana pun demi mencapai kesepakatan damai. Jika hal itu terjadi, Zelenskyy menyebutnya sebagai sesuatu hal yang "gila.”

Zelenskyy telah menetapkan rencana untuk tahun 2024, di mana Ukraina akan menggunakan bantuan Barat guna mencapai superioritas udara atas Ukraina dan menyerang aset angkatan laut milik Rusia.

Dana Moneter Internasional (IMF) sebelumnya telah mengumumkan pencairan pinjaman jangka panjang baru sebesar $900 juta (setara Rp14 triliun) untuk Ukraina.

Konferensi pers bersama antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih, Selasa (12/12) waktu setempat.
Konferensi pers bersama antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih, Selasa (12/12) waktu setempat.Foto: MANDEL NGAN/AFP

Bantuan dari AS tersandera Partai Republik

Saat bertemu Zelenskyy di Ruang Oval Gedung Putih, Biden menegaskan bahwa AS akan selalu berada di sisi Ukraina, meskipun Partai Republik saat ini masih memblokir paket bantuan baru senilai $60 miliar (setara Rp937 triliun) untuk Ukraina.

Menurut Biden, jika Kongres AS gagal meloloskan bantuan militer baru untuk Kyiv, maka hal itu akan menjadi "hadiah Natal” untuk Putin.

Di saat yang sama, Biden juga mengumumkan bantuan militer terpisah sebesar $200 juta (setara Rp3,1 triliun) untuk negara tersebut.

Apa kata Partai Republik?

Partai Republik di Kongres AS belakangan semakin menunjukkan keinginannya untuk menghentikan pendanaan ke Ukraina. Mereka mengklaim bahwa dana tersebut lebih baik digunakan untuk memperkuat perbatasan di wilayah selatan AS dengan Meksiko.

Ketua DPR AS yang berasal dari Partai Republik, Mike Johnson, menegaskan bahwa pemerintahan Biden harus menunjukkan secara tepat bagaimana dana yang dijanjikan kepada Ukraina itu digunakan, dan harus memiliki tujuan yang jelas.

"Yang tampaknya diminta oleh pemerintahan Biden adalah tambahan dana miliaran dolar tanpa pengawasan yang tepat, dan tidak ada strategi yang jelas untuk menang,” katanya pada Rabu (13/12).

Meski begitu, Johnson menambahkan: "Kami mendukung dia [Zelenskyy] dan menentang invasi brutal oleh Putin. Rakyat Amerika membela kebebasan dan mereka berada di pihak yang benar dalam perjuangan ini.”

Sementara itu, pemimpin Partai Republik di Senat AS, Mitch McConnel, mengatakan bahwa hampir tidak mungkin bagi Kongres untuk meloloskan paket pendanaan tambahan bagi Ukraina sebelum Natal.

Saat berbicara kepada wartawan, McConnel mengatakan bahwa kesepakatan terkait pendanaan baru itu tidak akan tercapai sampai Biden mencapai kesekapatan dengan Partai Republik terkait langkah-langkah keamanan perbatasan yang baru.

gtp/rs (AFP, AP, Reuters, dpa)