1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Buntut Kerusuhan Xinjiang, Enam Orang Divonis Mati

12 Oktober 2009

Enam orang divonis mati atas kasus pembunuhan dan kriminalitas lainnya sepanjang kerusuhan yang terjadi di Xinjiang, Juli lalu. Konflik antara etnik Uigur dan Han itu menewaskan sekitar 200 orang.

https://p.dw.com/p/K4iU
Seorang warga etnis Uigur berjalan melewati pasukan tentara Cina yang berjaga pasca kerusuhanFoto: picture-alliance/ dpa

Majelis Hakim Pengadilan Intermediasi di Urumqi, ibukota Xinjiang, menjatuhkan vonis hukuman mati kepada enam orang, atas aksi kerusuhan yang terjadi Juli silam, di Xinjiang. Mereka dinyatakan terbukti bersalah dalam aksi pembunuhan dan kejahatan lainnya dalam tragedi berdarah itu. Sementara seorang lainnya divonis hukuman penjara seumur hidup. Mereka yang divonis hukuman mati bernama Abdukerim Abduwayit, Gheni Yusup, Abdulla Mettohti, Adil Rozi, Nureli Wuxiu'er dan Alim Metyusup. Sementara Tayirejan Abulimit memperoleh hukuman sedikit lebih ringan dengan vonis hukuman penjara seumur hidup, karena mengakui perbuatannya dan menolong polisi menangkap Alim Metyusup.

Dalam tragedi berdarah itu, pemerintah mengungkapkan, mayoritas korban tewas merupakan etnis Han. Namun Kongres Uigur Dunia WUC mengklaim bahwa banyak juga warga Uigur yang juga terbunuh. Oleh sebab itu, juru bicara WUC Dilxat Raxit memrotes hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan, yang dikatakannya tidak adil dan kurang transparan. Ditambahkannya, warga Uigur tidak mendapat perlindungan hukum.

Dalam aksi protes yang dilancarkan warga Uigur di Urumqi, Juli lalu, sedikitnya 197 orang terbunuh dan 1700 orang lainnya luka-luka. Ratusan bangunan dan lebih dari seribuan kendaraan hancur. Setelah kerusuhan terjadi, ratusan orang ditahan dan lebih dari 20 orang dikenai dakwaan. Setelah vonis pertama ini, 14 orang lainnya akan diajukan ke meja hijau.

Dalam tahun-tahun terakhir, ketegangan antara kelompok mayoritas Uigur di Xinjiang dan etnis Han semakin memanas. Jutaan etnis Han pindah ke wilayah itu dalam beberapa puluh tahun terakhir. Banyak warga Uigur menginginkan otonomi lebih dan hak-hak atas kebudayaan dan keyakinannya sendiri, yang kemudian direspon China dengan hukum sentralisasi yang lebih ketat.

AP/YF/rtr/afp/ap/dpa