1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

271211 Afghanistan China

28 Desember 2011

Perusahaan minyak nasional Cina, CNPC menjadi yang pertama mendapatkan lisensi untuk menambang minyak di Afghanistan. Perjanjiannya ditandatangani Rabu (28/12) di Kabul

https://p.dw.com/p/13ahJ
Foto: picture alliance/dpa

Ini kali kedua, Cina berada di garis depan terkait persaingan untuk mendapatkan sumber alam Afghanistan. Tiga tahun lalu, Cina berhasil menggaet lisensi untuk mengelola tambang tembaga di Aynak, di kawasan selatan Kabul. Produksi di tambang tembaga terbesar dunia ini akan dimulai akhir 2014, setelah semua pasukan tempur asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karsai memuji jiwa perintis Cina, Ungkapnya, "Cina merupakan negara pertama yang bersedia menanam modal di sektor pertambangan Afghanistan. Ini membuka peluang untuk kerjasama lebih jauh, misalnya dalam pembangunan infrastruktur, pembuangan limbah atau di bidang industri lainnya. Kami mengharapkan kehadiran Cina di negara ini.”

Perjanjian dengan Afghanistan ini memberi Cina hak untuk menambang minyak di propinsi Sar-i-Pul dan Fariab, kawasan tempat militer Jerman bertugas saat ini. Di sana diperkirakan, ada sumber minyak bumi sebanyak 87 juta barel. Ini adalah jumlah yang kecil, bila dibandingkan kebutuhan minyak dunia. Tetapi tampaknya, Cina memiliki kepentingan yang lebih besar.

Cadangan lithium terbesar

Pertengahan 2010, Pentagon mempublikasikan laporan sebuah tim geologis yang meneliti kawasan itu. Disebutkan, selain minyak, kawasan Afghanistan itu mengandung cadangan besar bijih besi, timah, emas dan lithium. Dalam laporan itu tertera, cadangan lithium terbesar di dunia berada di Afghanistan. Lithium digunakan sebagai bahan dasar untuk baterei laptop dan telepon genggam.

Menteri Pertambangan Afghanistan, Wahidullah Shahrani memperkirakan, nilai sumber bumi Afghanistan mencapai 3 trilyun dolar.

Afghanistan memang mencari penanam modal. Di pihak lain, para investor diharapkan melakukan sesuatu bagi ekonomi Afghanistan, misalnya berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur. Shahrani menerangkan, "Mayoritas tenaga kerja di lokasi pertambangan harus diambil dari penduduk lokal. Agar bisa memenuhi tugasnya, merekapun harus mendapatkan pendidikan. Butir ini adalah bagian penting dari setiap perjanjian kerjasama.“

Ingin transparans

Di berbagai negara Afrika, Cina mendatangkan tenaga kerja dari negaranya. Dalam hal ini ada masalah lain. Afghanistan yang selama tiga puluh tahun terakhir berada dalam kondisi perang, tidak punya pengalaman dalam sistim dan teknologi pertambangan modern.

Mendatang, agaknya justru pemerintah Afghanistan yang awalnya bakal mendapat keuntungan besar dari berbisnis dengan Cina. Disebutkan, pemerintah Afghanistan meminta 15% dari setiap barel minyak yang dihasilkan. Selain itu perusahaan minyak Cina dikenakan pajak dan potongan hingga 70% dari laba yang diharapkan. Ini investasi besar di negara yang pemerintahnya terhitung korup.

Menteri Pertambangan Afghanistan Wahidullah Shahrani menegaskan telah meminta tim konsultan internasional untuk mendampingi proyek pertambangan ini dari awal hingga akhir. Shahrani menegaskan, pemerintah Afghanistan menginginkan transparansi.

Sandra Petersmann / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk