1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina dan Usaha Menyebarluaskan Budayanya

30 September 2009

Cina memanfaatkan berbagai kesempatan untuk tampil di depan publik dunia. Baik lewat peristiwa besar macam Olimpiade tahun 2008, atau hidup keseharian lewat produk-produk yang dipajang di rak-rak supermarket.

https://p.dw.com/p/Juli
Minat belajar Bahasa Cina terus meningkatFoto: DW

Li Changchun, anggota politbiro yang mengurusi propaganda, mengatakan, bangsa-bangsa dengan kemampuan komunikasi terkuat menyebarluaskan budaya dan nilai-nilainya ke seluruh dunia dan dengan begitu mempengaruhi dunia.

Sampai tahun 2011, Beijing menghabiskan sekitar lima miliar Euro untuk pengembangan media luar negerinya. Sebagian besar dikucurkan untuk stasiun televisi berbahasa Inggris dibawah Kantor Berita Xinhua. "Global Times" mengudara sejak April lalu. Bertahun-tahun sebelumnya, Beijing sudah berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan institut budaya Cina.

Institut Konfusius pertama dibuka di Seoul, tahun 2004. Sekarang jumlahnya mencapai 300 buah, tersebar di seluruh dunia. Di Jerman saja 8. Program intinya, kursus bahasa Cina. Anja Warnecke-Bi memimpin institut Konfusius di Frankfurt dan hanya bisa menduga-duga alasan di balik investasi yang begitu besar.

"Saya pikir ada hubungannya dengan keamanan. Peran ekonomi Cina di dunia semakin besar, dan Beijing tidak ingin Cina dilihat sebagai ancaman. Lewat Institut Konfusius diharapkan orang-orang bisa mengenal Cina dan budayanya dengan lebih baik. Karena rasa takut sering muncul pada hal yang tidak kita kenal atau ketahui. Dan ketidaktahuan itulah yang ingin dihapuskan,“ demikian Anja Warnecke-Bi.

Semakin tingginya minat untuk belajar Bahasa Cina di seluruh dunia, tentunya menggembirakan para ahli strategi soft-power, kekuasaaan lunak, di Beijing. Tapi dari segi budaya, rapor Cina tak begitu menonjol. Misalnya pada pameran buku internasional terbesar di Frankfurt, yang mana tahun ini Cina menjadi tamu kehormatan. Namun Cina menjatuhkan larangan keluar negeri kepada dua pengarang yang dikenal kritis terhadap pemerintah, yang diundang ke berbagai forum diskusi di Jerman.

Menurut pakar Cina Thomas Zimmer dari Bonn, Cina menginginkan satu hal. "Cina ingin terlihat bagus. Bukan sebagai negara yang banyak masalah dan konflik. Sejak bertahun-tahun, istilah masyarakat harmonis digembar-gemborkan di Cina, sebagai cita-cita yang harus dicapai. Tapi pada faktanya banyak masalah yang ditutup-tutupi.“

Cina ingin tampil sebagai negara modern dan terbuka. Tapi pada waktu bersamaan, menghindari konfrontasi dengan para pengkritik dan lebih suka mengagung-agungkan masa lalu dengan hasil karya seni, puisi dan filosofi. Thomas Zimmer mencoba menjelaskan, "Ini reaksi dari ketidakyakinan, karena tidak ingin menunjukkan pada orang luar bahwa di dalam sebetulnya sedang berlangsung pencarian hal baru, mungkin identitas budaya yang baru. Pada penampilan di tingkat internasional, reaksi itu mengesankan sesuatu yang canggung dan palsu dalam pandangan kita."

Satu hal yang masih perlu dipelajari Cina adalah kredibilitas: Tidak bisa dibeli dan hanya bisa diperoleh dengan menghadapi kritik dan kenyataan secara terbuka.

Mathias von Hein/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid