1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

300410 China Wanderarbeiter

3 Mei 2010

Krisis ekonomi yang mengguncang dunia juga merupakan krisis pasar kerja di Cina. Jutaan oorang terpaksa kehilangan pekerjaannya. Kini keadaan berbalik, perusahaan kesulitan mendapatkan tenaga kerja.

https://p.dw.com/p/NBpT
Pekerja pendatang di sebuah lokasi proyek pembuatan bangunan di ShanghaiFoto: DW

Ada yang tidak biasa di bursa lowongan kerja di Shenzhen. Pria ini sudah menghabiskan waktu berjam-jam untuk menemukan 40 orang guna mengisi lowongan kerja di pabriknya. "Sekarang ini sulit sekali mencari pekerja. Sejak kemarin saya hanya menemukan dua orang. Banyak yang mengatakan pekerjaan yang kami tawarkan terlalu berat. Kami memproduksi mainan. Gaji yang kami tawarkan tidak menarik lagi untuk ukuran Shenzhen," demikian ungkapnya.

Pabrik mainan itu menawarkan gaji sekitar 100 Euro, sekitar Rp 1.200.000 per bulan. Tak jauh dari standnya, wakil sebuah perusahaan alat-alat pertukangan menceritakan kesulitan serupa. Perusahaan itu mengekspor ke negara-negara barat, Timur Tengah dan Afrika. "Bisnis kami berjalan sangat baik. Tahun ini kami mendapat pesanan 1/3 lebih besar daripada dua tahun lalu. Untuk itu kami butuh tambahan 200 tenaga penjual dan 400 pekerja. Tapi sulit sekali memenuhinya."

Menurut Xu Qin, kepala bursa lowongan kerja, masalah yang dihadapi kedua perusahaan itu menggambarkan situasi yang dihadapi kawasan Shenzhen, jantung industri ekspor Cina. "Perusahaan-perusahan kehilangan sebagian besar order saat krisis finansial melanda tahun lalu. Selain itu pasar tenaga kerja bagi para pendatang ambruk. Banyak yang pulang ke kampung asalnya. Dan ketika situasi awal tahun ini tidak membaik, banyak yang memilih tetap tinggal di rumah daripada kembali ke sini."

Alasannya, pemerintah Cina mengucurkan program ekonomi besar-besaran yang menguntungkan daerah pedalaman. Di sana tiba-tiba dibutuhkan pekerja untuk membangun jalan, rel kereta dan banyak bangunan.

Di antara para pekerja yang bertahan di Shenzhen, terdapat Zhang Weihua, pemuda 22 tahun asal provinsi Hubei. Ia merasa tidak puas, walaupun gajinya sebagai pekerja di gudang, hampir 200 Euro, termasuk tinggi. "Biaya hidup di Senzhen tidak murah. Saya tidak tahu gaji bulan lalu habis untuk apa tapi di akhir bulan saya masih harus pinjam uang. Tahun lalu saya merasakan betul dampak krisis finansial global dan ketakutan kalau-kalau akan dipecat. Sekarang perusahaan saya terus-menerus butuh pekerja baru, dalam jumlah ribuan."

Ye Xiaxia, datang dari provinsi miskin Guizhou ke Shenzhen dan memulai bekerja di sebuah pabrik mainan. Pekerjaan terlalu banyak, gaji terlalu kecil dan seringkali tidak dibayarkan, keluh perempuan 24 tahun itu. Kini ia bekerja di sebuah pabrik mesin fotokopi milik Jepang dengan gaji lebih dari 200 Euro sebulan.

Ye Xiaxia senang jika ada jam lembur yang berarti uang tambahan. Hidup di Shenzhen memang mahal, tapi ia tak mau kembali ke kampungnya di Guizhou. Terlalu ketinggalan jaman, kata Ye Xiaxia sambil mengeluarkan ponsel barunya yang dilengkapi kamera.

Astrid Freyeisen/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid