1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina Saingi Hegemoni AS di Luar Angkasa

27 Desember 2013

Setelah mendaratkan wahana nirawak di Bulan, Cina berambisi merampungkan sistem navigasi satelit. Amerika Serikat memantau curiga upaya Beijing menyaingi hegemoniya di luar angkasa.

https://p.dw.com/p/1Ahch
Foto: Reuters

Ketika kabar tersiar tentang insiden di Laut Cina Selatan yang melibatkan dua kapal perang AS dan Cina, negeri tirai bambu itu sedang bersiap mengirimkan wahana antariksa nirawak pertama ke bulan. Kedua peristiwa itu tidak saling berhubungan, tapi toh menunjukkan persaingan yang memanas antara kedua negara.

Cina saat ini tengah berambisi menyempurnakan sistem navigasi global yang dipandu jaringan satelit di luar angkasa. Program bernama Beidou itu diharapkan akan rampung menjelang tahun 2020.

Upaya tersebut bersebrangan dengan hegemoni AS yang sejak 1978 menguasai langit dan daratan dengan 32 satelit Global Positioning System (GPS) yang mengorbit bumi. Rusia dengan program Glonass juga sedang mengembangkan sistem navigasi sendiri. Sementara Eropa masih terkatung-katung mengembangkan sistem Galileo.

Dari Langit Mengintai Bumi

Selambatnya sejak dekade 1970-an, militer Amerika Serikat memahami pentingnya menguasai orbit bumi. Teknologi saat ini, baik sipil maupun militer, nyaris mustahil berfungsi tanpa navigasi satelit, mulai dari sistem persenjataan dan pesawat tanpa awak, hingga jaringan komunikasi publik.

Sebab itu Washington memantau perkembangan program antariksa Cina dengan seksama. 2007 lalu Militer Cina menghancurkan satelit cuaca di lingkar orbit terdekat Bumi. Hasilnya sekitar 10.000 keping sampah luar angkasa saat ini mengancam satelit-satelit lain.

Militer Cina juga diyakini telah mengujicoba teknologi yang mampu melumpuhkan satelit-satelit pengintai dan menggangu operasional satelit komunikasi. Kecurigaan tersebut berujung pada sikap Gedung Putih yang melarang kerjasama antara NASA dan Badan Antariksa Cina. Cina dibantu Eropa saat mendaratkan wahana nirawak-nya di permukaan bulan awal Desember lalu.

Berawal dari Galileo

Cina awalnya mendukung program Galileo dengan menandatangani perjanjian dengan Badan Antariksa Eropa (ESA), 2003. Saat itu Beijing diyakini cuma akan menggunakan Beidou untuk kepentingan militer. Namun lantaran kurang puas dengan perannya dalam proyek Galileo, Cina memutuskan bersaing dengan Eropa membuat sistem navigasi sendiri untuk pasar Asia.

Berlainan dengan kekhawatiran di Washington, Beijing mengklaim proyek Beidou murni untuk tujuan damai. Proyek Beidou bakal dilengkapi dengan 35 satelit navigasi yang sebagian masih dalam tahap produksi. Desember 2011 lalu Beijing mulai mengoperasikan layanan navigasi di dalam negeri setelah sukses meluncurkan sepuluh satelit pertama. Tahun lalu layanan tersebut diperluas untuk konsumen di kawasan Asia Pasifik.

Sejauh ini Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa gagal mendorong kedua negara adidaya itu buat mengakhiri adu kekuatan di luar angkasa. Perjanjian PBB tahun 1967 memang melarang militerisasi orbit bumi, namun tidak mengikat secara hukum.