1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cita-Cita Tinggi Solusi Satu Negara untuk Israel dan Palestina

16 September 2011

Palestina ingin diakui PBB sebagai negara berdaulat. Selangkah dari solusi dua negara. Pihak lain mengusulkan solusi satu negara, warga Yahudi dan Arab hidup bersama, seperti Zakaria Zubeidi.

https://p.dw.com/p/12aDA
PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Otonomi Palestina Mahmud Abbas
PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Otonomi Palestina Mahmud AbbasFoto: AP

Zakaria Zubeidi berasal dari Caesarea, sekarang wilayah Israel. Tahun 1948 keluarganya mengungsi dari wilayah itu semasa Perang Palestina. Sejak itu mereka tinggal di Tepi Barat Yordan di sebuah kamp pengungsi.

Masalah Palestina dan Israel tidak hanya pendudukan Israel sejak tahun 1967. Lebih jauh lagi, hingga pemisahan Palestina wilayah mandat Inggris 1947, hingga gelombang pertama pengungsi. Menurut Zubeidi, tidak akan banyak perubahan jika PBB mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.

"Andai Satu Resolusi itu Berfungsi"

"Rencananya memang bagus dan besar. Masalahnya, apakah keputusan PBB akan diterapkan? Coba saja, ada jutaan resolusi mengenai pengungsi Palestina dan hak untuk kembali ke wilayah. Padahal kami puas jika satu saja dari resolusi itu diterapkan. Ngomong-ngomong bahkan ada resolusi yang mengatakan, saya harus kembali ke Caesarea," katanya.

Zubeidi berusia 35 tahun. Ia pernah merakit bom dan menjadi pemimpin Brigadir Al Aqsa. Sebuah bom juga pernah meledak di depan wajahnya. Sebagai pemimpin Brigadir Al Aqsa ia dituding  merencanakan serangan bom bunuh diri oleh pemerintah Israel. Zubeidi mengalami banyak percobaan pembunuhan.

"Ketika saya berumur 17 atau 18 tahun, saya pernah dipenjarakan Israel, dan waktu itu merasa hidup itu tidak ada artinya bagi rakyat Palestina. Karena hidup kami selalu berkaitan dengan, sebut saja, prajurit perbatasan Israel di pos pemeriksaan. Ia yang menentukan hidup kami," ungkapnya.

"Semua Punya Hak yang Sama"

Zubeidi kehilangan ibu, abang, dan banyak teman masa kecilnya karena militer Israel. Ia tidak cocok dengan dunia apik politisi dan cendekiawan Ramallah, yang jadi pusat pemerintahan otonomi Palestina. Zubeidi mengritik Presiden Otonomi Palestina Mahmud Abbas dan tidak lagi percaya pada solusi dua negara. Tentu pandangan itu tidak disukai negara barat. Tapi pendapat Zubeidi mendapat simpati sebagian masyarakat Palestina. Ia menyebutkan satu negara untuk semua, warga Israel dan Palestina.

"Semua punya hak yang sama. Saya tidak akan berbicara mengenai hak kembali ke Caesarea. Tapi saya ingin punya kesempatan beli rumah di sana. Jika warga Israel datang dan ingin beli sesuatu di kamp pengungsi, mengapa tidak?" katanya.

Cita-cita Zubeidi adalah kemerdekaan untuk warga Palestina. Ia mendukung wakil Palestina yang Jumat (16/09) ini berada di kantor pusat PBB di New York.

Torsten Teichmann/Luky Setyarini

Editor: Marjory Linardy