1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Clinton dan Trump Saling Sikut Jelang Pemungutan Suara

7 November 2016

Sehari jelang pemungutan suara, kandidat Demokrat Hillary Clinton berupaya tampil sebagai aktor rekonsiliasi untuk bangsa yang terbelah. Sebaliknya Trump menggandakan serangannya terhadap bekas ibu negara AS itu

https://p.dw.com/p/2SGJ8
USA Vorwahlen Hillary Clinton und Donald Trump
Foto: Getty Images/AFP/E. Munoz Alvarez/S. Platt

Setelah dinyatakan bebas dalam investigasi FBI, calon presiden AS Hillary Clinton berusaha mengubur skandal email yang sejak awal membebani pencalonannya. Bekas ibu negara itu kini menempatkan diri sebagai kandidat "pro rekonsiliasi."

Tidak berbeda dengan situasi di Indonesia jelang Pilkada Jakarta, suasana kampanye pilpres AS bertabur kampanye hitam yang tidak jarang menyulut ketegangan sosial atau rasial. "Pemilu kali ini adalah sebuah momen penentuan, ujar Clinton di sebuah acara kampanye, Minggu (6/11).

"Sebuah pilihan antara perpecahan atau persatuan, antara kepemimpinan yang kuat atau meriam liar yang mengancam semua yang telah kita capai."

Clinton kini fokus menggalang pemilih Afro-Amerika di negara-negara bagian yang belum menentukan sikap. Negara-negara bagian tersebut adalah Colorado, Florida, Nevada, Ohio, Virginia, Iowa dan New Hampshire yang tercatat pernah mendukung kandidat kedua partai dalam beberapa pemilu terakhir.

Infografik Electoral College USA Wahl Englisch
Sistem pemilihan umum Amerika serikat

Sasaran serupa dimiliki Donald Trump. Namun berbeda dengan Clinton, Trump memilih menggandakan serangan terhadap kandidat Demokrat tersebut. "Hillary Clinton bersalah," ujarnya. "Dia tahu, FBI tahu dan masyarakat juga tahu. Dan sekarang bergantung pada pemilih Amerika untuk memberikan keadilan di bilik suara pada 8 November."

Clinton sejak awal dibebani skandal penggunaan email pribadi saat menjabat menteri luar negeri AS. Perilakunya itu dinilai mengancam keamanan nasional. FBI sebelumnya telah membebaskan Clinton dari dugaan pelanggaran hukum, meski menyebut tindakannya itu "ceroboh." Pekan lalu FBI kembali menyelidiki 650.000 email milik suami penasehat politiknya.

Sejak itu FBI dikecam oleh berbagai pihak lantaran membuka penyelidikan terhadap Clinton tanpa bukti yang kuat. FBI akhirnya membebaskan Clinton dari semua dakwaan. Trump mengecam keputusan tersebut. Menurutnya mustahil untuk FBI menganalisa 650.000 email hanya dalam waktu delapan hari.

"Saat ini dia dilindungi oleh sistem yang telah dimanipulasi. Sistem yang sangat korup. Saya telah katakan ini sejak lama," kata Trump di hadapan pendukungnya di Michigan.

Proses pemungutan suara dalam pemillu kepresidenan AS akan dimulai Selasa (8/11).

rzn/yf (ap,rtr)