1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dapatkah Revolusi Facebook Menjadi Model di Negara Lain?

12 September 2011

Internet berhasil menciptakan transparansi yang lebih jelas dibandingkan upaya rezim otoriter untuk menutupinya. Apakah di Cina atau Belarusia akan juga terjadi revolusi jaringan sosial internet?

https://p.dw.com/p/12XSA
Facebook dan Twitter menggerakkan massaFoto: picture-alliance/dpa

Beberapa saat setelah tengah malam, tanggal 28 Januari 2011, pemerintah Mesir memblokir jaringan internet.  Saat itu, dua hari sudah aksi protes merebak di Mesir dalam melawan penguasa. Lalu dapat dilihat betapa cepat aksi massa besar dapat menumbangkan pemerintahan yang sebelumnya tak tergoyahkan. Tak berapa lama sebelumnya, Presiden Tunisia Ben Ali, juga berhasil digulingkan massa.

Symbolbild Facebook Auslöser der Revolutionen im arabischen Raum
Simbol Revolusi FacebookFoto: AP/DW

Aksi protes di Tunisia bermula dari peristiwa bunuh diri yang dilakukan pedagang sayur di selatan negeri itu, di Sidi Bouzid. Pemimpin Radio Kalima, sebuah media oposisi, Sihem Bensedrin memaparkan,"Bentrokan di Sidi Bouzid dapat berujung pada sebuah revolusi, karena penyebaran informasi tentang hal itu ke seluruh negeri. Peristiwa itu menyebar lewat facebook, lewat video di telefon genggam dan twitter, serta radio-radio oposisi yang disiarkan di internet.  Peristiwa itu bukan diciptakan oleh internet, tapi internet mendorong kemungkinan terjadinya hal itu."

Konsultan Penggulingan Diktator

Sejak saat itu, dikenallah istilah revolusi via facebook, yakni sebuah revolusi yang dipicu oleh jaringan sosial internet. Mendekati akhirnya, pemblokiran internet tak membantu pemerintah Mesir menghentikan aksi protes. Gerakan massa sudah melampaui batas kritis, ujar Slobodan Djinovic, seorang organisator aksi protes di Serbia dalam menentang Milosevic tahun 2000.

Organisasinya yang bernama Canvas, menjadi konsultan bagi gerakan oposisi di seluruh dunia, yang ingin menggulingkan pemerintahan yang diktator, dengan cara damai. Baik di Tunisia maupun di Mesir, jaringan sosial internet pada akhirnya menentukan, "Segalanya berlangsung sedemikian cepat. Orang-orang turun ke jalan, pemerintah terperangah dan terlambat bereaksi. Itulah yang baru saja terjadi.“

Screenshot Facebook-Seite The Syrian Revolution 2011
Revolusi Suriah juga menggunakan jaringan sosial internetFoto: facebook.com

Menilik Belarusia

Yang kemudian banyak didiskusikan adalah, apakah di era globalisasi internet ini, rezim otoriter tak mampu bertahan? Bisa saja, ujar Yan Rozum, yang merupakan kepala redaksi sebuah media internet di Belarusia.

Di negara ini, kelompok oposisi juga berusaha, mengorganisir aksi demonstrasi lewat jaringan sosial internet, "Setiap orang dapat menjadi anggota kelompok dan memperoleh akses untuk melihat siapa saja yang menjadi anggota-anggotanya. Polisi juga memanfaatkan informasi ini. Jadi, dalam waktu singkat, mereka bisa mengamati siapa saja anggota kelompok tersebut.  Dalam jaringan sosial internet tak dapat terjadi konspirasi. Tapi dalam aksi menumbangkan diktatur, maka  kita harus bekerja atau mengorganisir dengan cara konspiratif. Terdapat empat atau lima aksi protes yang berhasil, lalu kemudian pemimpin kelompoknya ditahan hingga 15 hari. Tanpa pemimpin, maka gerakan protes ikut lenyap."

Bagaimana di Cina?

Semakin banyak pemerintahan yang menyadari pentingnya bagi mereka dalam mempertahankan kekuasaan, dengan mengendalikan jaringan internet. Misalnya Cina.

Facebook as a tool for expressing political views of Lebanese youth
Lewat jaringan sosial, ekspresikan pandangan politik.Foto: DW

Seorang blogger  kenamaan, Michael Anti, tak yakin, bahwa di negaranya akan terjadi revolusi seperti di negara-negara Arab. Hal ini bukan karena sensor ketat pemerintah atas jaringan internet. Melainkan masih bagusnya perspektif perekonomian di negeri itu, menyebabkan generasi mudanya tidaklah siap untuk turun ke jalan, menyuarakan kebebasan berpendapat dan demokrasi. 

Ditambahkannya, namun pemerintah Cina tetap was-was, bahwa kemungkinan itu tetap terbuka, "Kalau di Cina ada yang khusus. Cina mengkopi semua jaringan sosial internet. Misalnya untuk twitter, mereka punya sendiri yang bernama Sina Weibo. Inilah perbedaan besarnya dengan negara-negara di Arab maupun di Barat. Pemerintah Cina mengendalikan semuanya. Oleh sebab itu hingga kini saya tak melihat bahwa di sana muncul struktur-struktur politis.“

Mathias Bölinger/Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk