1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Demonstran Kuasai Stasiun Satelit Thailand

10 April 2010

Krisis politik Thailand makin memanas, setelah para pengunjuk rasa anti pemerintah berhasil merebut sebuah stasiun televisi.

https://p.dw.com/p/MsGP
Foto: AP

Situasi di Bangkok masih sangat mencekam. Dalam bentrokan pertama sejak diberlakukannya keadaan darurat dua hari sebelumnya, kaum oposisi memetik keberhasilan besar.

Ribuan pengunjuk rasa beratribut merah itu merangsek sebuah stasiun pemancar satelit, membongkar barikade yang dipasang tentara, dan membuka lagi siaran saluran televisi oposisi yang sehari sebelumnya diputuskan pemerintah.

Pasukan keamanan menyemprotkan meriam air dan gas air mata dalam usaha membubarkan para demonstran. Namun para pengunjuk rasa yang memanjat barikade kawat berduri berhasil menerobos, memaksa dibukanya gerbang stasiun satelit, kemudian mendudukinya selama sekitar tiga jam dan memulihkan siaran televisi mereka.

Sehari sebelumnya tentara pemerintah memasuki stasiun itu, menyegel peralatannya, dan menghentikan siaran televisi oposisi, "Saluran Rakyat". Sementara saluran televisi lain tidak diapa-apakan.

Para demonstran bubar setelah dipulihkannya siaran "Saluran Rakyat", menyusul perundingan antara polisi dengan para pemimpin demonstrasi. Tetapi tak jelas, berapa lama siaran itu bisa mengudara. Karena siaran dipulihkan setelah pemerintah menuding saluran itu menyerukan kekerasan.

Weng Tojirakan, salah satu pemimpin oposisi menyebut, ini kemenangan kecil mereka. Namun mereka harus terus bergerak dalam perjuangan lebih besar untuk membubarkan pemerintah yang dikuasai kaum elit. Kendati, katanya, mereka belum punya agenda untuk melancarkan unjuk rasa berikutnya.

Betapapun, langkah mereka mengambil alih stasiun satelit Thaicom merupakan tindakan perlawanan langsung dan terang-terangan terhadap keadaan darurat yang diberlakukan pemerintah hari Rabu. Seorang perempuan pengunjuk rasa menyatakan tekad mereka: "Terlepas dari keadaan darurat yang belum sepenuhnya diterapkan, kami, orang-orang tua, perempuan, anak-anak, kami semua tak bersenjata, dan kami berjuang untuk masa depan kami“.

Kaum oposisi pendukung bekas PM Thaksin Sinawatra tak sekadar berhasil menguasai stasiun pemancar satelit. Mereka juga berhasil merampas berbagai perlengkapan pasukan keamanan. Seperti senjata, pentungan, perisai, peluru, bahkan meriam penyemprot air, dan memamerkannya di stasiun satelit yang terletak sekitar 60 km utara Bangkok itu.

Hari Rabu lalu, para pengunjuk rasa juga berhasil menguasai gedung parlemen, kendati dalam waktu singkat. Aksi pendudukan parlemen itulah yang mendorong pemerintah PM Abhisit Vejajiva untuk memberlakukan keadaan darurat dan melarang segala bentuk unjuk rasa.

Seorang pendukung oposisi menyatakan, larangan itu sekadar dalih pemerintah untuk memberangus perjuangan mereka: "Itu keputusan yang tidak adil. Larangan berkumpul itu berlawanan dengan hukum. Mereka berusaha memberangus perjuangan demokrasi dengan cara-cara yang tidak sah. Mereka menghalalkan segala cara untuk menghentikan perjuangan rakyat“.

Aksi yang sudah memasuki hari ke 27 itu digalang kaum oposisi untuk memaksa pemerintah membubarkan diri dan menggelar pemilihan umum yang baru. Bagi mereka, pemilu sebelumnya yang menghasilkan pemerintah yang sekarang, dijalankan dengan penuh manipulasi untuk menyingkirkan para pendukung bekas PM Thaksin Sinawatra.

Di pihak lain, pemerintah PM Abhisit Vejajjiva tak mau tunduk. Sesudah gagalnya perundingan dengan perwakilan para pemimpin oposisi beberapa waktu lalu, kini PM Vejajjiva mengancam untuk menangkap para pemimpin oposisi jika mereka terus melangsungkan demonstrasi. Bahkan dikabarkan, sejumlah surat penangkapan sudah dikeluarkan.

Masalahnya, sikap oposisi juga sama kerasnya. Sebagaimana diungkap seorang juru bicaranya, Sean Boonpracong. "Mereka bisa saja melukai kami, bahkan membunuh kami. Tetapi pemerintah yang menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri, pasti akan ambruk. Mereka bisa saja berhasil dalam jangka pendek, tapi dalam jangka panjang perjuangan rakyat tidak pernah bisa dikalahkan“.

Dengan kedua belah pihak sama-sama tak mau mundur dan tak bisa berkompromi, kecil kemungkinan krisis politik Thailand bisa mendapat jalan keluar dalam waktu singkat.

rtr/GG/VLZ