1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Demonstrasi di Tunisia Dibubarkan dengan Kekerasan

10 April 2012

Dengan gas air mata dan tongkat pemukul, aparat keamanan Tunisia membubarkan aksi demonstrasi di ibukota Tunis.

https://p.dw.com/p/14aEh
Demonstrators run for cover as the police fire tear gas to break up a protest in Tunis April 9, 2012. Police clashed with thousands of anti-government protesters who tried to storm Habib Bourguiba Avenue in Tunis on Monday, defying a ban on demonstrations in the area - a focal point of the revolt that ousted Zine al-Abidine Ben Ali over a year ago. REUTERS/Zoubeir Souissi (TUNISIA - Tags: POLITICS CIVIL UNREST)
Foto: Reuters

Sedikitnya 2000 orang mengabaikan larangan demonstrasi yang dikeluarkan minggu lalu. Mereka berkumpul di jalan Habib Bourguiba di ibukota Tunis. Polisi mengerahkan gas air mata ke tengah-tengah massa dan mengejar remaja yang melempari batu. Saksi mata melaporkan banyak korban luka. Presiden Tunisia Moncef Marzouki menyebutnya sebagai tindak kekerasan yang tidak dapat diterima dari kedua pihak.

Sejak akhir Maret lalu di jalan Bourguiba di pusat Tunis, dilarang untuk melangsungkan berbagai perkumpulan, setelah kelompok islam fundamentalis menyerang para seniman di sana. Pada demonstrasi Senin (9/4), banyak demonstran menyelubungi dirinya dengan bendera Tunisia dan menyerukan: "Kami tidak takut. Rakyat yang berkuasa di sini." Sementara polisi mengenakan helm dan tongkat pemukul. Bahkan seorang jurnalis perempuan majalah Perancis "Le Point" juga dipukul oleh polisi dan kamera fotonya dihancurkan di trotoar.

Tunisian demonstrators throw stones next to tear gas during a protest in Tunis, Monday, April 9, 2012. Tunisian police clashed with thousands of anti-government protesters who tried to storm Habib Bourguiba Avenue in Tunis on Monday, defying a ban on demonstrations in the area of the revolt that ousted President Zine al-Abidine Ben Ali over a year ago. (Foto:Amine Landoulsi/AP/dapd)
Polisi gunakan gas air mata untuk bubarkan demonstrasi di TunisFoto: AP

"Jalanan Milik Rakyat"

Mengacu pada slogan gelombang protes yang dimulai awal 2011 di Tunisia yang berdampak pada perubahan besar di dunia Arab, para demonstran Senin (9/4) meneriakkan: "Jalanan adalah milik Rakyat – Rakyat meminta tergulingnya rezim." Peserta demonstrasi menuduh partai pemerintah yang islamis-moderat Ennahda, mengerahkan pasukan pemukul yang berpakaian sipil untuk mendukung aparat keamanan.

Sementara, demonstran lain membandingkan Ennahda dengan klan penguasa Tunisia Zine el-Abidine Ben Ali yang digulingkan Januari 2011. "Kamilah yang membela mereka ketika mereka ditekan di bawah kekuasaan Ben Ali. Dan kini ketika mereka berada di puncak kekuasaan, mereka menekan kami dengan praktik yang sama seperti rezim lama." Demikian kecaman seorang demonstran perempuan.

Dengan aksi protes pada "Hari Para Martir“, organisasi-organisasi hak warga dan serikat pekerja di Tunisia ingin mengenang mereka, yang pada tahun 1938 berdemonstrasi untuk sebuah konstitusi dan ditembaki oleh pasukan kolonial Perancis kala itu.

Demonstrators wave flags and shout slogans during a protest in Tunis April 9, 2012. Police clashed with thousands of anti-government protesters who tried to storm Habib Bourguiba Avenue in Tunis on Monday, defying a ban on demonstrations in the area - a focal point of the revolt that ousted Zine al-Abidine Ben Ali over a year ago. REUTERS/Zoubeir Souissi (TUNISIA - Tags: POLITICS CIVIL UNREST)
Bentrokan antara demonstran dengan polisi di TunisFoto: Reuters

Ketegangan Besar dalam Masyarakat

Hari Sabtu (7/4) sebuah demonstrasi yang digelar oleh kalangan akademisi muda yang menganggur sudah dibubarkan dengan tindak kekerasan. "Saya terkejut", kata mantan ketua liga hak asasi manusia Mokhtar Trifi. "Orang-orang yang diangkat ke pucuk kekuasaan lewat revolusi, kini merintangi demonstrasi kami.”

Ennahda, partai terbesar dari tiga partai koalisi pemerintah Tunisia, sejak kemenangannya dalam pemilu Oktober lalu berada di bawah tekanan besar untuk memperbaiki kondisi kehidupan warga Tunisia. Partai-partai sekuler dan kelompok serikat buruh besar memperingatkan untuk tidak menetapkan aturan-aturan religius yang ketat dalam kehidupan publik, sementara kelompok Islam Salafi yang konservatif justru menginginkan hal tersebut.

Dyan Kostermans (dpa, afp)

Editor: Vidi Legowo-Zipperer