1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dewan Keamanan PBB Kembali Akan Bicarakan Sanksi terhadap Iran

3 Maret 2010

Peluang diberlakukannya sanksi Dewan Keamanan terhadap Iran menyoal sengketa atomnya makin besar. Dalam kunjungan ke Perancis, Presiden Medvedev mengatakan, sanksi terhadap Teheran tidak boleh merugikan rakyat Iran.

https://p.dw.com/p/MIdU
Simbol Iran dan proyek atomnyaFoto: AP Graphics

Sebenarnya Rusia lebih mendukung langkah diplomasi untuk menyelesaikan konflik atom Iran. Tapi, dalam jumpa pers bersama Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, Senin (01/03), Presiden Rusia Dmitri Medvedev mengatakan, "Jika tetap tidak ada pendekatan dalam sengketa atom Teheran, Rusia siap untuk membahas sanksi lebih ketat terhadap Iran dengan mitra kami. Sanksi tersebut harus sepadan dan pintar. Artinya, sanksi tidak boleh ditujukan pada masyarakat sipil. Tapi sanksi sebaiknya baru diberlakukan jika dialog mengalami jalan buntu."

Terlepas dari pernyataan Presiden Rusia di Pais, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Qin Gang, Selasa (02/03), kembali menegaskan bahwa masih ada ruang untuk upaya diplomatis.

Beijing memiliki kepentingan energi di Iran. Satu-satunya cara agar Cina tidak kehilangan muka di depan Amerika Serikat dan Uni Eropa adalah menyetujui sanksi yang tidak terlalu berat terhadap Iran atau mengambil sikap abstain.

Cina sudah tiga kali menyetujui sanksi terhadap Iran di menit-menit terakhir. Tapi, Beijing baru siap mendukungnya setelah sanksi tersebut diperlunak sehingga tidak merugikan kepentingan CIna.

Baik Amerika Serikat maupun Israel meningkatkan tekanan terhadap Cina untuk mendukung sanksi yang lebih ketat. Kedua negara silih berganti mengirim petinggi politiknya ke Beijing hari-hari belakangan ini.

Hak veto Cina di Dewan Keamanan PBB menyebabkan negara itu memiliki daya tawar terhadap negara anggota lainnya. Beijing dapat menggunakan posisinya untuk mencari jalan tengah dalam menyelesaikan masalah bilateral dengan Amerika Serikat. Hubungan kedua negara memang makin tegang belakangan, antara lain karena penjualan senjata AS ke Taiwan, pertemuan Presiden AS Barack Obama dengan Dalai Lama serta kebijakan AS yang menetapkan tarif anti-dumping terhadap barang impor dari Cina.

Kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu Amerika Serikat, CIna, Inggris Perancis dan Rusia ditambah Jerman terlibat perundingan mengenai sengketa atom Iran yang oleh Barat diduga merupakan program atom untuk senjata nuklir.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mendesak agar keputusan mengenai pemberlakuan sanksi terhadap Iran diambil dalam 30 sampai 60 hari mendatang. Tapi hari Senin (01/03), Clinton menarik kembali tuntutannya dengan dalih perundingan ini mungkin akan makan waktu beberapa bulan.

Willem van Kamenade, penulis buku "Hubungan Iran dengan Cina dan Barat" yang berbasis di Beijing menilai, posisi Cina yang cenderung pro Iran tak semata didorong keinginan untuk melindungi kepentingannya. van Kamenade berpendapat, Cina juga ingin mencegah Amerika Serikat dan Eropa bertindak sebagai penguasa yang mendiktekan kepada sisa dunia bagaimana seharusnya mereka bersikap. "Ini adalah prinsip dasar kebijakan Cina," demikian van Kamenade. Menurutnya, Cina begitu lama menghadapi sejumlah sanksi dan merasa sebagai korban sehingga kini muncul semacam rasa solidaritas terhadap Iran.

DK PBB sudah tiga kali meluncurkan sanksi terhadap Iran. Dua sanksi pertama tahunan 2006 dan 2007 disetujui dengan suara bulat. Sanksi ketiga diadopsi bulan Maret 2008 dengan 14 suara yang mendukungnya dan satu suara abstain yaitu Indonesia.

ZER/HP/rtr/afp