1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Di Bawah Bayang-bayang El-Tigre

2 Januari 2014

Kolombia kembali ke panggung internasional usai perang yang nyaris tak berujung melawan keterlibatan kartel obat bius dalam bisnis sepakbola. Kini "Los Cafeteros" bersiap torehkan sejarah baru di Brasil.

https://p.dw.com/p/1AkMu
Radamel Falcao Fußballspieler
Foto: picture-alliance/dpa

Nama Medellin sudah mendunia dalam citra buruk sebagai sarang kartel narkoba. Tapi kematian salah seorang putra terbaiknya, membuat kota terbesar kedua di Kolombia itu, tiba tiba memiliki nuansa berbeda.

Sejatinya Medellin tergolong makmur, dengan kereta gantung yang berseliweran, gedung-gedung jangkung menjulang ke langit dan musium berarsitektur modern yang menghiasi wajah kota.

Jika saja Andres Escobar tidak pernah tertembak mati di kota itu.

Escobar adalah salah satu pilar timnas Kolombia di Piala Dunia 1994. Tapi nasib naas datang mengendap, ketika sang legenda Atletico Nacional itu membuat gol bunuh diri yang berujung kekalahan 1:2 dari Amerika Serikat.

Sepekan setelah hari terkutuk itu, Escobar ditemukan mati dengan enam peluru bersarang di tubuhnya. Kabar yang tersiar menyebut ia dibunuh oleh kartel obat bius yang merugi dalam taruhan. Padahal kala itu, Escobar sedang menegosiasikan kepindahannya ke liga Serie A, Italia.

Kartel obat bius adalah momok yang menjerumuskan sepakbola Kolombia ke dalam lingkaran setan. Pada dekade 1990-an, organisasi kriminal berbondong-bondong membeli klub buat dijadikan lahan pencucian uang. Pablo Escobar, gembong narkotik yang tersohor itu misalnya pernah menjadi pemilik klub asal Medellin, Atletico Nacional. Sementara klub Milionairos berada dalam genggaman rivalnya, Gonzalo Rodriguez Gacha, pemimpin Kartel Medellin.

Verehrung von Pablo Escobar in Medellin
Hingga kini poster Pablo Escobar masih menghiasi toko dan rumah penduduk di KolombiaFoto: RAUL ARBOLEDA/AFP/GettyImages

Empat klub didiskualifikasi 2011 silam menyusul dugaan pencucian uang, termasuk di antaranya klub terbesar Kolombia, Independiente Santa Fé. Pada akhirnya, bisnis gelap yang mencengkram liga domestik selama dua dekade terakhir, hanya menyisakan klub-klub yang didera utang dan berada di tepi jurang kebangkrutan.

Awal Baru buat Sepakbola Kolombia

Bahwa negara kecil di pinggiran Amerika Selatan itu berhasil mengawali kebangkitan adalah berkat politik nol toleransi yang dijalankan oleh Presiden Juan Manuel Santos dan kejelian otoritas sepakbola (FCF) mengirimkan talenta-talenta muda sejak dini ke luar negeri .

Radamel Falcao adalah salah satu talenta yang selamat dari kekacauan di liga domestik. Pemain yang di usia 13 tahun sudah mendapat julukan el-Tigre itu dibesarkan oleh klub Argentina, River Plate. Santiago Arias, sayap kiri Kolombia juga sudah berlabuh di Portugal sejak usia 19 tahun.

Pemain lain, Jackson Martinez misalnya cuma menghabiskan lima musim bersama Medellin, sebelum kemudian mendarat di Mexiko dan lalu Portugal. Sementara talenta muda Kolombia, James Rodriguez, melakoni laga pertama sebagai profesional di usia 17 tahun bersama klub Argentina, Banfied.

Terutama Falcao akan menjadi tumpuan harapan Kolombia untuk mengembalikan kebanggan yang pupus menyusul 13 tahun absen dari Piala Dunia. Striker AS Monaco itu digadang-gadang sebagai salah satu "penyerang paling maut" yang pernah merumput di Eropa. Berbagai rumah judi menempatkannya di urutan teratas daftar unggulan pencetak gol terbanyak di putaran final.

Legiun Serie A

Betapapun kecakapan seorang Falcao atau ketajaman Jackson Martinez, andalan terbesar pelatih José Pékerman adalah materi skuad yang sebagian besar kenyang merumput di liga Italia, Serie A. Sejauh ini Pékerman sudah menominasikan delapan kader yang berkiprah di Italia.

Fredy Guarin asal Inter Milan bakal diplot menjadi jangkar di lini tengah. Sementara Pablo Amero (Napoli) dan Christian Zapata (AC Milan) serta Juan Cuardado (Fiorentina) mengawal barisan pertahanan. Keuntungan terbesar buat sang pelatih adalah bahwa pemainnya terbiasa dengan kultur sepakbola Italia yang disiplin dalam menerapkan taktik dan solid dalam bertahan.

Pékerman juga tidak lelah bereksperimen dengan skuadnya. Saat membantai Uruguay 4:0 di babak kualifikasi Piala Dunia, ia menurunkan formasi unik, 4-2-2-2. Dua pekan berselang entrenador Argentina itu kembali ke formasi aman, 4-4-1-1 ketika membenamkan Kamerun 3:0. Saat itu ia tidak menurunkan Falcao atau James Rodriguez. Pekerman dikenal lebih suka memilih pemain yang paling cocok untuk memainkan strateginya ketimbang cuma menurunkan yang terbaik dari yang ada.

Bersama sang pelatih yang cerdik itu, Kolombia diyakini bakal bersinar di babak penyisihan grup. Bukan cuma itu, menimbang materi pemain yang ada saat ini, "Los Cafeteros" berpeluang besar menembus babak perdelapan final untuk pertama kali dalam 23 tahun. Sebuah catatan yang bagus, mengingat sejarah gelap sepakbola Kolombia yang lama dibekap kartel narkoba.

Fußball Nationalmannschaft Kolumbien
Skuad tim nasional KolombiaFoto: JUAN MABROMATA/AFP/Getty Images

rzn/as (sid,dpa, fifa, fcf, Guardian, cpb, nytimes)