1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dialisis Selamatkan Jiwa

Gudrun Heise20 Agustus 2013

Ginjal alirkan racun lewat urin dari dalam tubuh. Ginjal juga mengatur kebutuhan air dan garam. Jika tidak berfungsi lagi, yang bisa menolong hanya dialisis.

https://p.dw.com/p/19So2
Foto: imago/imagebroker

Sejak 40 tahun lalu Willi Koller harus melakukan dialisis. Tiga kali sepekan, setiap kali selama delapan jam. Mesin kini melakukan apa yang tidak mampu dilakukan ginjalnya lagi, yakni membersihkan darahnya.

Ia baru berusia 15 tahun ketika dokter mengatakan, ginjalnya hanya akan berfungsi maksimal enam bulan lagi. Awalnya ia sedih dan menyerah. Tetapi setelahnya ia mampu mengumpulkan semangat dan sadar, dialisis adalah langkah tepat untuk menyelamatkan nyawanya. Mesin pencuci darah adalah sesuatu yang positif.

Dialisis Gantikan Ginjal

Darah mengalirkan tidak hanya makanan, melainkan juga unsur berbahaya bagi metabolisme. Ginjal menyaring unsur-unsur berbahaya ini dan dialirkan lewat urin keluar dari tubuh. Bagi orang seperti Willi Koller, mesin mengambil alih fungsi ginjal. Darah dari tubuh pasien dialirkan ke dalam sistem yang terdiri dari banyak selang sehingga sampai ke bagian yang disebut dialisator.

Di dalam dialisator terdapat membran yang dilalui darah. Cairan dialisis di bagian lain membran kemudian melarutkan produk metabolisme yang merugikan tubuh. Darah yang sudah dibersihkan kemudian kembali dialirkan ke tubuh pasien. Pencucian darah ini, atau hemodialisis harus dilakukan tiga kali sepekan.

Dialysegerät
Alat dialisisFoto: picture-alliance/dpa

Di Jerman sekitar 80.000 perlu dialisis. 85-90% melakukannya di pusat dialisis, hanya sedikit yang melakukannya di rumah. Willi Koller menilai melakukan dialisis di rumah lebih sulit. Jarum harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah balik, dan itu tidak bisa dilakukan sendiri

Efek Samping Dialisis

Dialisis berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Orang jadi terikat pada tempat tertentu atau pada mesin di rumah. Michael Kaethner yang juga harus melakukan dialisis bercerita, kandungan kalsium fosfat pada tubuhnya tidak seimbang, seperti orang lain yang menderita sakit ginjal. "Oleh sebab itu orang terkena osteoporosis. Tulang jadi rusak, dan terjadi pengendapan pada pembuluh darah dan sendi." Kaethner harus menjalani dialisis sejak usia 17 tahun.

Dialyse
Seorang pasien sedang menjalani dialisisFoto: picture alliance/dpa

Setelah menunggu lama, ia pernah mendapat transplantasi ginjal. Tapi setelah 10 tahun berjalan lancar, ia sekarang harus melakukan dialisis lagi. Karena alasan pekerjaan, ia tidak bisa melakukannya di pusat dialisis. Sekarang Kaethner melakukan dialisis lewat apa yang disebut peritoneal dialisis. Ia mengalirkan cairan ke dalam rongga perutnya lewat selang. Cairan berada di rongga perut selama waktu tertentu, kemudian dipompa keluar ke dalam sebuah kantung, dan diganti dengan cairan baru, seperti dicuci. Proses ini menghilangkan zat merugikan yang biasanya dialirkan urin, dan menyalurkan air yang berlebihan dari tubuh.

Selaput perut di dalam tubuh berfungsi sebagai sistem filter. Sebuah ujung selang berada di dalam ruang perut, ujung satunya lagi berada di luar tubuh, dan setelah setiap proses dialisis dilindungi dengan penutup khusus sehingga bakteri dan bahan beracun lain tidak masuk ke ruang perut. Dialisis cara ini dilaksanakan malam hari, berlangsung delapan jam, tujuh kali sepekan.

Peritorial Dialisis di Negara Berkembang

Peritorial dialisis hanya digunakan sekitar tujuh persen pasien. Tetapi metode ini banyak digunakan orang di negara-negara berkembang, kata Profesor Dieter Bach dari Pusat Ginjal di Krefeld, Jerman. Atau juga di negara-negara yang arealnya luas, di mana pusat dialisis tidak ada di banyak lokasi, misalnya Australia.

Professor Dieter Bach
Profesor Dieter BachFoto: Dieter Bach

Untuk bisa melakukan peritorial dialisis, pasien harus belajar baik cara melakukannya. Tetapi ia hanya perlu diperiksa dokter atau perawat beberapa pekan sekali. "Metode ini banyak digunakan di Amerika Selatan. Sementara di benua Afrika, dialisis dalam bentuk apapun masih sangat jarang."

Alat dialisis yang bisa dipindah-pindahkan akan sangat mempermudah kehidupan sehari-hari pasien. Di Amerika Serikat, peneliti sudah mengembangkan alat itu dua tahun lalu. Tetapi menurut Dieter Bach, alat itu tidak begitu berguna. Secara teknis alat itu mudah mengalami gangguan dan tidak praktis.