1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diplomasi Facebook dan Twitter ala AS

19 Februari 2014

Pemerintah Amerika Serikat semakin tergantung kepada sosial media sebagai metode baru diplomasi di beberapa bagian dunia di mana perwakilan diplomatik tradisional tidak selalu ada.

https://p.dw.com/p/1BBLg
Foto: Reuters

Ketika pertempuran terakhir meletus di Sudan Selatan, bukan misi diplomatik yang menjangkau warga lokal, tapi staf Departemen Luar Negeri di Washington yang menghubungi warga Sudan Selatan yang sedang belajar di AS sebagai program pertukaran pemerintah.

Deplu AS ”meminta mereka untuk membantu menghentikan kekerasan dan kami mendapat respon dari semua alumni (program beasiswa) Sudan selatan kami,” kata Evan Ryan, asisten sekretaris Deplu AS bidang pendidikan dan kebudayaan.

Ryan dan Doug Frantz, asisten Menlu untuk biro hubungan masyarakat, berbicara di sebuah acara yang bertajuk “Diplomasi Digital: Membuat Kebijakan Luar Negeri Kurang Asing” di New York, yang menarik puluhan raksasa sosial media dari seluruh industri teknologi.

“Lebih dari setengan populasi dunia kini berumur di bawah 30 tahun dan mereka adalah orang-orang yang kami ingin jangkau… mereka yang selalu online,” kata Ryan.

Diplomasi virtual

Bahkan di Iran, di mana AS tidak mempunyai perwakilan diplomatik, Washington menciptakan sebuah kedutaan virtual online, yang melalui itu orang Iran bisa memperoleh berbagai informasi tentang visa dan kesempatan belajar di Amerika.

Untuk menangkal “suara-suara kekerasan ekstrimis“ Departemen Luar Negeri AS juga membuat sebuah unit multi bahasa untuk menangani para “ekstrimis“ di media sosial, kata Frantz.

“Kami punya orang-orang yang duduk di gedung Deplu, yang terlibat dalam percakapan konstan di situs-situs para ekstrimis di seluruh dunia untuk menyuntikkan apa yang kami pandang sebagai ‘kenyataan‘ dalam percakapan itu,“ kata Frantz.

Fasilitas penyedia jasa sosial media yang tumbuh pesat tidak hanya dipakai untuk wilayah-wilayah yang tidak bisa diakses oleh para diplomat AS, tapi para pejabat Amerika juga menggunakan saluran ini untuk berkomunikasi dengan media dan publik.

John Kerry, Menteri Luar Negeri AS, sebagai contoh, menggunakan akun Twitternya untuk menyampaikan berbagai pengumuman penting.

November lalu, Kerry mengumumkan keberhasilan Konferensi Jenewa di mana terjadi kesepakatan antara Iran dengan enam negara kekuatan dunia, terkait program nuklir Iran. Pesan singkat Twitternya menjadi sumber breaking news bagi media-media di seluruh dunia.

Juga ketika topan dahsyat melanda Filipina pada November tahun lalu, Kerry mengirimkan gambar lewat jaringan sosial media, memegang simbol yang menutupi wajahnya. Langkah yang bertujuan menyebarkan kesadaran tentang bencana dan mencoba menarik bantuan bagi para korban.

ab/hp (dpa,ap,afp)