1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dresden Silicon Saxony

7 Oktober 2009

Dresden dirancang untuk menjadi salah satu pusat industri masa depan di bidang mikroteknologi. Lalu bagaimana sekarang perkembangan kota Dresden sebagai lokasi bisnis?

https://p.dw.com/p/K1Zm
Dresden, Agustus 2009Foto: AP

Kota Dresden adalah ibukota negara bagian Sachsen yang terletak di wilayah bekas Jerman Timur. Ketika Jerman kembali bersatu dua puluh tahun lalu, tingkat perkembangan ekonomi di bagian timur tertinggal jauh dari bagian barat. Berbagai upaya dilakukan untuk memacu perkembangan industri di wilayah timur.

Tidak lama setelah Jerman bersatu, perusahaan Jerman Siemens mendirikan sebuah pabrik chip yang paling mutakhir di dunia di Dresden. Setelah itu sejumlah perusahaan besar mengikuti jejak Siemens dengan membuka bisnis di kota itu. Dresden kemudian berkembang menjadi sebuah lokasi bisnis mikroteknologi yang membawa keuntungan besar. Masa depan pun kelihatan bertambah cerah: "Dresden adalah lokasi bisnis yang dibangun selama puluhan tahun dan mekar menyusul sejumlah investasi pasca 1990. Misalnya investasi dari perusahaan AMD dalam sektor mikroprosesor, lalu investasi dari Siemens. Kemudian dari Infineon dan Qimonda dalam sektor memory chip dan logic chip."

Demikian tutur Thomas Jurk, bekas menteri perekonomian Sachsen. Kedatangan perusahaan-perusahaan besar ke kawasan itu lalu diikuti oleh perusahaan kecil dan menengah untuk memenuhi kebutuhan sebagai pemasok dan penyedia layanan. Berbarengan dengan itu, sejumlah lembaga penelitian baru dibentuk yang kemudian bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan. Kota Dresden berkembang cepat menjadi lokasi bisnis terkemuka di Eropa, terutama bagi penelitian dan produksi yang berkaitan dengan mikroelektronik. 50 persen chip yang digunakan di Eropa, berasal dari negara bagian Sachsen. Sekitar 1500 perusahaan menyediakan lebih dari 44.000 lowongan kerja.

Tetapi saat ini, ketiga produsen raksasa yang bermarkas di Dresden, yakni AMD, Infenion dan Qimonda menghadapi kesulitan. Dua tahun yang lalu AMD mulai merugi dan orang-orang di Dresden khawatir harus menghadapi masa yang sangat sulit. AMD kemudian memisahkan produksi chipnya dan untuk sementara ini kembali neroperasi dengan suntikan dana dari investor baru.

Sedangkan Infineon tersengal-sengal akibat utang yang tinggi dan bisnis yang melamban. Namun kini, keadaan keuangan perusahaan besar itu mulai pulih. Sementara Qimonda terpaksa menyatakan bangkrut dan melakukan pemutusan hubungan kerja bagi sekitar 3000 pegawai.

Selama bertahun-tahun jutaan Euro mengalir ke Dresden guna membiayai pembangunan lokasi bisnis. Tetapi di negara lain, terutama di Asia, pemerintahnya mengeluarkan dana subsidi yang sangat besar untuk membangun dan mendorong produksi mikroelektoteknik. Demikian diungkapkan Oliver Pfirrman dari Lembaga Penelitian „Prognos": "Saat ini Taiwan sangat kuat, tetapi negara ini memberi subsidi yang sangat tinggi. Korea Selatan juga sangat kuat, namun subsidinya juga banyak sekali."

Di negara-negara Asia, nilai subsidi bisa mencapai 90 persen volume investasi. Dresden jelas tidak dapat bersaing. Di Jerman, anggaran pemerintah untuk memebri subsidi terbatas. Selain itu, ada aturan Uni Eropa yang membatasi jumlah bantuan negara bagi perusahaan swasta. Bantuan negara tidak boleh lebih dari 30 persen. Sedangkan negara di luar Uni Eropa bisa memberi subsidi semaunya pada perusahaan swasta. Ini salah satu tantangan lokasi bisnis Dresden. Memang tidak ada peraturan seragam mengenai praktik subsidi dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia WTO. Direktur Infineon Dresden, Helmut Warnecke, mengaku sulit bersaing kalau hanya mengandalkan subsidi: "Rangsangan yang ditawarkan oleh negara-negara lain kepada perusahaan, jauh lebih besar ketimbang di Jerman atau di Eropa saat ini. Jumlah subsidinya sangat berbeda. Dengan kondisi semacam itu, sangatlah mustahil bagi sebuah perusahaan untuk menanam modal di sini."

Tambahan lagi, harga memory chip semakin murah. Hanya perusahaan yang memproduksi dalam jumlah besar yang dapat bertahan. Sedangkan produksi dalam jumlah besar idealnya dibuat di lokasi di mana terdapat konsumen yang terbanyak. Misalnya elektronik untuk media hiburan yang produksinya telah hengkang ke Asia. Tapi Oliver Pfirrman dari Lembaga Penelitian „Prognos" berpendapat, Jerman tetap harus mempertahankan industri mikroelektroniknya: "Produksi mesin-mesin Jerman mampu bersaing justru karena banyak mesin dan pabrik dapat dipercanggih melalui mikroelektronik. Sistem-sistem pengendalian khusus diproduksi agar mesin-mesin itu dapat dioperasikan dengan sangat efisien."

Produksi otomotif juga menggunakan mikroelektronik secara intensif, tambah Pfirrman. Selain itu, mikroelektronik menyentuh aspek politik, militer dan strategis. Bila Jerman tidak ingin tergantung pada perusahaan luar negeri, negara ini harus berproduksi dan melakukan penelitian sendiri. Sebab itu, semakin nyaringlah seruan untuk melonggarkan peraturan subsidi Eropa bagi sektor terkait. Tetapi sebagian ahli berpendapat, pencabutan aturan subsidi itu hanya akan mengakibatkan persaingan subsidi yang tidak akan dimenangkan Eropa. Jadi perlu strategi lain.

Jerman sendiri saat ini sedang menerapkan konsep wilayah industri yang dinamakan "top cluster", yakni kumpulan perusahaan-perusahan yang punya masa depan cerah dan lembaga-lembaga penelitian terkemuka. Dresden sedang menerapkan konsep itu dengan slogan baru „Cool Silicon". Tujuan utamanya adalah perbaikan drastis dalam pengunaan energi secara efisien dalam sektor mikroelektronik. Jadi konsumsi energi secara keseluruhan bisa diturunkan. Professor Gerhard Fettweiß, koordinator proyek „Cool Silicon" mengungkapkan: "Cool Silicon bertujuan untuk memberikan kemungkinan kepada semua orang di dunia untuk menggunakan internet, tetapi dengan membatasi konsumsi energi tetap pada level saat ini. Inisiatif semacam ini belum ada, baru ada penjajakan awal. Tetapi belum ada inisiatif dengan struktur yang seluas di sini dan dengan gagasan cluster yang begitu besar."

Dibalik proyek ini terselubung harapan mempertahankan Dresden sebagai lokasi bisnis tidak melalui subsidi melainkan lewat keunggulan dalam ilmu pengetahuan. Sekitar 40 juta Euro dikucurkan pemerintah bagi top cluster di negara bagian Sachsen. Untuk sektor penelitian telah terjaring dana sekitar 150 juta Euro yang diperoleh dari pemerintahan Sachsen dan sekitar 60 perusahaan yang terlibat dalam proyek tersebut. Dana itu memang belum seberapa. Professor Frank Ellinger dari Universitas TU Dresden juga ikut dalam proyek Cool Silicon: "Kami sangat bangga dan orang-orang mengatakan: "Akhirnya ada titik terang, ini sangat menggembirakan". Setelah itu, seorang kolega saya di AS berkomentar: „150 juta Euro itu tidak ada artinya. Bagi kami dana sebesar itu hanya cukup untuk setengah tahun, untuk memperkenalkan teknologi baru."

Tetapi bagi Prof. Ellinger tidak hanya jumlah dana yang menentukan, melainkan juga bagaimana membentuk situasi dan kondisi penelitian itu: "Di Dresden banyak sekali inovasi berasal dari perusahaan menengah yang sangat kuat. Kami di sini punya konsorsium yang luar biasa. Pada dasarnya di Sachsen terkumpul kompetensi yang sangat tinggi dan yang merupakan suatu keunikan di dunia."

Prof. Fettweiß berpendapat, hal semacam itu tidak ada di negara lain. Joachim Ragnitz dari lembaga penelitian ekonomi Ifo mengatakan, kurangnya subsidi pemerintah dapat dikompensasi melalui kerjasama dengan universitas, lembaga penelitian dan ilmu pengetahuan terkemuka seperti Max Planck Gesellschaft, Fraunhofergesellschaft dan perusahaan-perusahaan. Jadi perusahaan-perusahaan akan tertarik datang ke Dresden: "Sejumlah pebisnis tentu akan mengatakan: Ya, kami harus berupaya untuk hadir di sana, agar punya akses pada hasil penelitian dan juga pada tenaga kerja berkualifikasi tinggi, yang bisa dipekerjakan."

Selain proyek besar Cool Silicon, masih banyak perusahaan kecil di Dresden dengan potensi pengetahuan dan teknologi yang menarik bagi sektor lain. Misalnya yang berkaitan dengan fotovoltaik atau bioteknologi, dua sektor yang juga berkembang di Dresden.

Salah satu perusahaan baru di Dresden berasal dari Inggris „Plastic Logic" yang memproduksi display elektronik bagi media baca yang akan diperkenalkan awal 2010. Alat untuk membaca buku elektronik serupa saat ini dikenal sebagai Kindl Amazon. Plastic Logic juga ingin mengambil keuntungan dari proyek „Cool Silicon." Bersama dengan sejumlah lembaga penelitian dan perusahaan lainnya, Plastic Logic ingin mengembangkan panel surya transparan untuk display media baca. Jadi alat baca itu tidak memerlukan listrik.

Insa Wrede/Christa Saloh

Editor: Hendra Pasuhuk