1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dunia Berduka Atas Penembakan Klub Gay di Orlando

13 Juni 2016

Dunia berduka atas aksi teror penembakan di sebuah klub malam komunitas gay di Orlando, Florida, Amerika Serikat. Setidaknya 50 orang tewas akibat insiden tersebut.

https://p.dw.com/p/1J5Uz
Foto: picture-alliance/AP Photo/L. Sladky

Presiden Amerika Serikat Barack Obama menggambarkan aksi penembakan massal di Orlando sebagai "aksi teror dan tindakan kebencian". Pria bersenjata yang menewaskan 50 orang di sebuah klub malam itu, sebelumnya memang berada dalam pengawasan biro investigasi federal, FBI.

Ucapan solidaritas terhadap komunitas LGBT dan kutukan atas serangan Minggu (12/06) dini hari itu terus mengalir. Pesan-pesan itu di antaranya datang dari para pemimpin politik dan agama di seluruh dunia. Presiden AS Barack Obama mengatakan, penembakan di klub malam Pulse di Orlando, Florida,Amerika Serikat itu adalah "aksi penembakan paling mematikan dalam sejarah Amerika."

Obama - yang sejak dulu menyuarakan pentingnya aturan kepemilikan senjata - mengatakan: "pembunuhan brutal puluhan orang tak bersalah" tersebut menjadi peringatan atas betapa mudahnya mengakses senjata mematikan di AS. "Kami harus memutuskan negara seperti apa yang kita inginkan," ujarnya.

Obama mengecam aksi kekerasan tersebut
Barack Obama: "Ini aksi penembakan paling mematikan dalam sejarah Amerika."Foto: Getty Images/A. Wong

50 tewas, 53 luka-luka

Omar Mateen, warga negara AS berlatar belakang Afghanistan melepaskan rentetan tembakan di klub malam komunitas gay pada hari Minggu (12/06) dini hari. Setidaknya 50 orang tewas dan 53 lainnya terluka akibat aksi penembakan itu.

Tujuh korban di antaranya sudah diidentifikasi. Mereka bernama - Stanley Almodovar III, Luis Omar Ocasio-Capo, Juan Ramon Guerrero, Edward Sotomayor Jr, Eric Ivan Ortiz-Rivera, Peter O Gonzalez-Cruz dan Luis S Vielma. Pria bersenjata berusia 29 tahun tewas di lokasi kejadian dalam baku tembak dengan 11 petugas kepolisian.

Seorang pejabat penegak hukum mengatakan kepada kantor berita AP, bahwa pria bersenjata itu sebelumnya menelepon nomor darurat 911 dari klub dan menyatakan kesetiaannya kepada pemimpin "Negara Islam" (ISIS), Abu Bakr al-Baghdadi. Melalui situs webnya, IS juga telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan itu.

Kejahatan kebencian

Mengingat aksi ini diduga terkait dengan IS, kepala kelompok advokasi Muslim AS terkemuka sangat mengutuk pembantaian tersebut.

Nihad Awad, direktur eksekutif Dewan Hubungan Islam-Amerika juga menyerukan persatuan dan mendesak para politisi untuk tidak "mengeksploitasi" tragedi berdarah itu.

Dalam konferensi pers Awad mengatakan tindakan tersebut "melanggar prinsip-prinsip sebagai warga Amerika dan sebagai Muslim." Ditambahkannya, "Kita tidak memiliki toleransi untuk ekstremisme apapun," katanya.

Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier juga menyatakan belasungkawanya kepada para korban serangan itu lewat di akun twitter.

Pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus menyatakan perasaannya yang terdalam, sementara Ratu Inggris, Elizabeth II mengatakan dia dan suaminya Pangeran Philip "telah dikejutkan oleh peristiwa itu."

Sejumlah tagar termasuk #LoveisLove dan #GaysBreakTheInternet menjadi topik trending di Twitter, dimana para pengguna media sosial berbagi duka dan solidaritas mereka dengan komunitas LGBT.

Di karpet merah Tony Awards di New York City, beberapa bintang, termasuk artis yang membintangi "The Walking Dead" Danai Gurira dan presenter James Corden juga menyatakan rasa dukanya.

Peringatan duka cita juga diadakan di kota-kota di seluruh dunia, termasuk Miami, Paris dan di luar Gedung Putih di Washington, DC. Di New York, orang berkumpul di "Stonewall Inn," yang merupakan situs penting dalam sejarah gerakan hak-hak gay.

Latar belakang penembak

Informasi lebih rinci mengenai latar belakang pria bersenjata itu juga datang dari mantan istri pelaku. Sitora Yusufiy yang pernah menikah dengan pelaku mengatakan Omar Matten adalah seorang pria secara emosional dan mental terganggu, serta sering melakukan tindak kekerasan.

FBI juga menegaskan bahwa pemerintah AS telah memantau Mateen sejak tahun 2013 setelah ia membuat komentar bernada kebencian kepada rekan kerjanya dan menunjukkan simpati terhadap kaum militan Islamis.

Agen FBI, Ron Hopper memaparkan, pihaknya telah menyelidiki dan mewacancarai Mateen dua kali tapi dinas intelijen AS itu "tidak dapat memverifikasi substansi komentarnya."

Sebelumnya tidak dianggap ancaman substantif

Tahun 2013, Mateen bekerja sebagai penjaga keamanan di G4S, perusahaan multinasional milik Inggris yang antara perusahaan keamanan swasta terbesar di dunia.

Dia bergabung dengan perusahaan itu pada September 2007 dan membawa pistol sebagai bagian dari tugasnya sebagai petugas keamanan bersenjata. Pada tahun 2014, Mateen diselidiki dan diwawancarai untuk kedua kalinya atas kecurigaan bahwa ia terhubung ke Moner Mohammad Abu-Salha - seorang warga negara Amerika yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Suriah pada tahun 2014.

Hopper mengatakan, bagaimanapun, bahwa kontak Mateen dengan Abu-Sallah sangat minim dan oleh sebab itu ia dianggap “tidak merupakan ancaman substantif."

ap/vlz (ap/afp/rtr)