1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Duterte Desak Kongres Perpanjang Darurat Militer

18 Juli 2017

Presiden Filipina Rodrigo Duterte meminta Kongres memperpanjang masa darurat militer hingga akhir tahun untuk menumpas pemberontakan muslim di Marawi. Tapi langkah itu dikhawatirkan akan melukai perekonomian Mindanao.

https://p.dw.com/p/2ghgC
Philippinen Präsident Rodrigo Duterte
Foto: picture-alliance/dpa/B. Marque

Presiden Filipina Rodrigo Duterte meminta Kongres memperpanjang masa darurat militer di Marawi hingga akhir tahun. Hal tersebut dikemukakan jurubicaranya, Ernesto Abella, pada Senin (17/7). Fase pertama masa darurat militer akan berakhir dalam waktu dekat. Namun militer FIlipina hingga kini belum mampu membebaskan Marawi dari tangan separatis muslim.

Pulau Mindanao yang berpenduduk 22 juta orang berada di bawah darurat militer sejak 23 Mei silam. Saat ini kelompok pemberontak yang didukung kelompok teror Islamic State masih bercokol di jantung kota Marawi, meski serangan darat, udara dan artileri oleh militer yang sudah berlangsung sejak tujuh pekan.  

Lebih dari 500 orang meninggal dunia dan 260.000 terpaksa mengungsi.

"Tujuan utama perpanjangan (masa darurat militer) adalah agar militer bisa melanjutkan operasi tanpa diganggu oleh tenggat dan fokus pada pembebasan Marawi, serta rehabilitasi dan pembangunan kembali," kata Abella yang membacakan surat resmi Duterte kepada Kongres.

Duterte sejak lama telah mewanti-wanti ancaman penyusupan oleh Islamic State ke Mindanao. Kawasan yang dihuni mayoritas muslim itu dinilai berpotensi menjadi sarang teroris lantaran sejarah ketegangan dengan pemerintah pusat menyusul marjinalisasi dan presekusi oleh Manila.

Namun kritik bermunculan lantaran status darurat militer juga diberlakukan terhadap wilayah lain di Mindanao yang damai dan menikmati pertumbuhan ekonomi pesat. Situasi tersebut dikhawatirkan bakal memaksa investor dan perusahaan asing hengkang dari Mindanao.

Status daruat militer merupakan isu sensitif di Filipina, lantaran mengingatkan orang pada dekade 1970an ketika bekas diktatur Ferdinand Marcos menunggangi isu keamanan untuk memberangus oposisi secara brutal.

rzn/hp (rtr,ap)