1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

EKONID: Rantai Pasokan Bahan Nikel Menarik Investor Jerman

6 Februari 2024

Sebagai negara yang kaya sumber daya alam, Indonesia punya banyak potensi industri yang menarik minat investor asing, salah satunya di rantai pasokan bahan nikel. Wawancara dengan Direktur Eksekutif Ekonid.

https://p.dw.com/p/4c5SH
Pabrik Mercedes di Bogor, Indonesia
Pabrik Mercedes di Bogor, IndonesiaFoto: Azqa Harun/AA/picture alliance

Di awal tahun baru, perekonomian Indonesia diharapkan bisa bertumbuh semakin baik. Sebagai negara berkembang, Indonesia menjadi salah satu tujuan para investor, termasuk Jerman. Peta perekonomian juga akan berubah seiring dengan berlangsungnya pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI yang akan berlangsung dalam hitungan hari.

Sebagai negara yang kaya sumber daya alam, Indonesia memiliki banyak potensi industri yang menarik minat investor asing. Hanya saja, negara-negara tetangga di sekitar Indonesia juga ikut mengembangkan potensi mereka dan menjadi saingan utama. Namun dari sekian banyak potensi tersebut mana yang benar-benar menarik perhatian investor asing agar tak kalah saing dari negara tetangga? 

DW Indonesia berbincang dengan Jan Rönnfeld, Direktur Eksekutif Kamar Dagang dan Industri Jerman - Indonesia (EKONID), untuk melihat pertumbuhan Indonesia saat ini.

Deutsche Welle: Bagaimana Anda melihat perekonomian Indonesia saat ini?

Jan Rönnfeld: Saya bisa bilang perkembangan yang dialami Indonesia ini tentu saja cukup signifikan. Dibandingkan dengan masa-masa reformasi dulu, saat saya datang ke Jakarta, sekarang sudah berbeda. Proses demokratisasi, desentralisasi, modernisasi, infrastruktur, Anda tahu, semuanya berbeda.

Jan Rönnfeld, Direktur Eksekutif Ekonid
Jan Rönnfeld, Direktur Eksekutif Ekonid Foto: C. Andhika S./DW

Proses pertumbuhan kelas menengah Indonesia, banyak anak muda Indonesia, jadi ada banyak perkembangan dalam 25 tahun terakhir yang tentu saja cukup menarik untuk disaksikan. 

Anda adalah saksi mata pertumbuhan ekonomi Indonesia dari masa ke masa, Apa yang perlu dilakukan untuk lebih memperbaiki perekonomian Indonesia?

Rönnfeld: Indonesia adalah negara yang memiliki banyak sumber daya alam dari mulai dari mineral, pertambangan dan sebagainya sampai tanah yang subur. Ini adalah sumber daya manusia yang dapat digunakan untuk banyak hal, misalnya sesuatu yang klasik yaitu manufaktur, industri modern, pekerjaan kreatif hingga e-commerce, dan berkembangnya lokal brand. Itu perkembangan, lho.

Jadi yang perlu diperbaiki adalah cara memanfaatkan sumber daya tersebut?

Rönnfeld: Saya mengatakan cara terbaik. Itu juga keuntungan yang didapatkan negara darinya. Selain itu juga tentunya soal kebijakan ekonomi dari pemerintah. Pemerintah saat ini - dalam 10 tahun terakhir – misalnya, berusaha meningkatkan nilai tambah dari sumber daya mineral. Selain itu, juga untuk memberi insentif lebih banyak pada industri hilir.  Tidak hanya mengekspor bahan mentah atau produk yang tidak diproses, tetapi semi diproses atau bahkan sampai produk akhirnya.

Pada 2019 Anda menyebutkan investasi di Indonesia, itu sulit dan membingungkan. Bagaimana dengan sekarang?

Rönnfeld: Saat ini sudah semakin baik. (Indonesia) Bukan negara termudah untuk berbisnis, tetapi dengan omnibus law, saya pikir Indonesia melangkah jauh. Masih ada beberapa tantangan dalam implementasinya. Sehingga penyederhanaan di sana bagus dan saya pikir itu membantu. 

Apa saja tantangannya dan bagaimana langkah pemerintah Indonesia saat ini?

Rönnfeld: Semua kementerian atau regulator juga tentu saja memiliki tantangan dan kapasitas tertentu dalam memahami industri yang berbeda. Dapat dimengerti bahwa mereka fokus mungkin pada area di mana mereka melihat banyak potensi bisnis.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Tantangannya saat ini adalah persyaratan modal minimum yang meningkat secara signifikan. Saya akan mengatakan bahwa angka (modal minimum untuk memulai bisnis) di Indonesia naik tiga kali lipat dibandingkan sebelumnya. Kondisi ini berlawanan dengan di negara lain di dunia, yang cenderung membuatnya lebih murah.

Tren bisnis apa di Eropa saat ini yang dapat jadi peluang besar untuk Indonesia?

Rönnfeld: Gangguan rantai pasokan selama pandemi COVID dan meningkatnya ketegangan geopolitik membuat perusahaan melakukan diversifikasi rantai pasokan mereka.

Tren lain adalah mendekarbonisasi ekonomi. Itu memberikan peluang bagi Indonesia untuk menjadi bagian dari rantai nilai produksi internasional secara umum dan rantai pasokan EV pada khususnya.

Tentu saja, akal sehatnya, don't put all eggs in one basket. Tapi dengan perubahan pola bisnis ini, biaya produksi mungkin sedikit lebih mahal, tetapi Anda punya setidaknya dua lokasi produksi, bukan satu. Saya pikir itu terjadi sekarang. Dan kami katakan dalam proses itu, merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan potensinya untuk menjadi tempat manufaktur. Tetapi ingat juga, negara-negara lain juga benar-benar berusaha mendapatkannya.

Negara mana saja saingannya?

Rönnfeld: Tolok ukur atau negara yang muncul di sini antara lain Malaysia, Thailand, Vietnam. Vietnam yang paling sering muncul. Negara-negara ini tidak memiliki persyaratan modal yang terlalu tinggi. Tidak apa-apa juga jika Anda ingin memulai dengan kantor distribusi, ini proses normal ketika Anda mulai memasuki pasar baru. Tentu saja, Anda harus membangun pelanggan terlebih dahulu sebelum berbisnis. 

Kerja sama ekonomi Indonesia-Jerman
Modal awal untuk memulai investasi di Indonesia dinilai terlalu tinggi bila dibandingkan dengan negara tetangga.Foto: Ekonid

Investor pun membandingkan banyak hal antara negara saat investasi, dari kondisi bisnis bersyarat, iklim, dan kondisi masuk pasar bersyarat di negara-negara ini. Profitabilitas yang diprediksi dari bisnis Anda harus cukup tinggi untuk bisa ‘membenarkan' semua syarat itu. Itulah saat di mana Anda tahu posisi dalam persaingan. Indonesia bersaing dengan negara lain, dan dalam banyak hal, Indonesia sudah lebih baik, tapi masih bisa lebih baik lagi.

Apa saja yang jadi pertimbangan saat ini untuk investasi di Indonesia?

Rönnfeld: Biasanya pengusaha melihat rasio antara potensi keuntungan dan risiko dan secara keseluruhan. Terkadang tantangan yang dihadapi adalah soal standar produk. Misalnya, Indonesia bersikeras di bidang-bidang tertentu untuk mengacu pada standar nasional bukan standar internasional. Ya, itu terkadang menjadi masalah.

Ini pada dasarnya menambah biaya produk karena produsen ini harus melakukan proses verifikasi standar tambahan dan persyaratan hukum mengatakan Anda harus mengujinya di sini (Indonesia). Hal ini menyebabkan minat investasi berkurang karena meningkatkan biaya. Efeknya, entah produknya tidak tersedia di sini, atau harganya jadi lebih mahal. Pada akhirnya konsumen yang harus membayar. Dan itulah maksud saya, mengapa sangat masuk akal untuk memiliki standar internasional.

Kami sudah bertemu dengan Kementerian Perindustrian, meyakinkan mereka untuk pindah ke standar internasional. Kami hanya perlu menemukan jalan tengahnya.

Sektor apa yang sangat menarik bagi investor Jerman?

Rönnfeld: Investasi potensial besar dalam rantai pasokan Electric Vehicle (EV). Pada dasarnya dalam rantai pasokan baterai nikel. Perusahaan-perusahaan Jerman terutama berinvestasi di sini, selain di industri farmasi dan kimia, yang tentu saja sudah dikenal akan kualitasnya.

Tetapi jika kita berbicara tentang energi terbarukan, maka apakah itu sedang berlangsung atau belum dimulai?

Rönnfeld:  Sudah dimulai lebih dari 20 tahun lalu. Tetapi selalu sulit jika cuma ada satu perusahaan milik negara sebagai distributor listrik, seperti monopoli, sehingga perusahaan kesulitan untuk mendapatkan persetujuan investasi terbarukan.

Saya tidak berpikir belum ada terobosan nyata dalam energi terbarukan. Prediksi saya perkembangan ini masih paralel untuk dilakukan pemerintah. Akan lebih baik jika bisa disarankan untuk membuat kebijakan pemanfaatan energi terbarukan dengan harga yang lebih murah. Tapi ketika kita bicara energi terbarukan, ini juga bicara soal perilaku. Tentu saja selalu hal yang paling sulit adalah mengubah perilaku, lebih mudah bicara. 

Harapan untuk presiden baru Indonesia?

Rönnfeld:  Pada kebijakan ekonomi, jadi saya pribadi tidak mengharapkan banyak perubahan. Harapan saya, semoga ada perubahan, katakanlah dalam hal energi terbarukan.

Bagaimana soal investor ke IKN?

Rönnfeld: Itu bukan tugas yang mudah. Ada dua hal soal ini. Yang pertama kita harus menunggu dan melihat bagaimana kelanjutannya, seberapa serius pemerintah Indonesia itu akan melanjutkan dengan pemindahan ibu kota. Dengan Pemilu yang akan berlangsung, ada satu bagian di mana di mana perusahaan, calon investor akan menunggu apa yang terjadi selanjutnya.

Bagian kedua tentu saja jenis investasinya. Katakanlah investasi di bidang infrastruktur, seperti dalam hal jalan, air limbah, rumah sakit, sekolah, pengolahan air, hal-hal semacam ini, ini biasanya tugas yang harus dilakukan oleh pemerintah.

Ketika kota sudah mulai didirikan, akan ada restoran datang, akan ada layanan binatu datang, layanan otomotif, apa pun. Semua ini akan datang secara otomatis ketika mereka melihat bahwa ada pasar. Saya tidak akan terlalu pesimis, tapi kita hanya harus realistis. (ae)

Wawancara untuk DW Indonesia dilakukan oleh C. Andhika S. Dan telah diedit sesuai konteks

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.