1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Enam Bulan Perlawanan Menentang Assad

18 September 2011

Gerakan perlawanan di sejumlah negara Arab hingga kini menjalani proses yang sangat berbeda. Di Suriah, perlawanan sudah berlangsung selama enam bulan dan ditandai dengan tindakan brutal rezim yang berkuasa.

https://p.dw.com/p/12bVl
In this citizen journalism image made on a mobile phone and provided by Shaam News Network, Anti-Syrian President Bashar Assad protesters, hold a banner during a demonstration against the Syrian regime, at Kfar Nebel village, in Edlib province, Syria, on Friday Sept. 2, 2011. Syria faced international calls for tougher sanctions as anti-government protesters vowed Friday they will choose death over humiliation at the hands of the regime. (AP Photo/Shaam News Network) EDITORIAL USE ONLY, NO SALES, THE ASSOCIATED PRESS IS UNABLE TO INDEPENDENTLY VERIFY THE AUTHENTICITY, CONTENT, LOCATION OR DATE OF THIS HANDOUT PHOTO
Demonstrasi warga Suriah menentang pemerintahanFoto: AP

Para pelajar mencoret dinding rumah-rumah dengan slogan-slogan, lalu mereka ditangkap. Para orangtua memprotes tindakan semena-mena pemerintah, dan yang lainnya menunjukkan solidaritas. Demikian dimulainya gelombang aksi protes menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad setengah tahun yang lalu di Deraa, Suriah selatan. Sejak itu demonstrasi spontan menandai keseharian di negeri itu. Rezim Suriah menjawabnya dengan panser, penembak jitu, penangkapan dan penyiksaan. Jumlah korban tewas berkisar antara 2.600 sampai 3.000 orang. Banyak kekejaman tak terungkap. Pemerintah menuding demonstran sebagai kelompok asing bersenjata. Sementara oposisi menampilkan rekaman video dari ponsel dan informasi di internet mengenai kebrutalan rezim . Hanya sedikit yang dapat diverifikasi. Jurnalis asing dilarang memasuki Suriah.

Kelihatannya seakan tidak ada lagi jalan keluar dari lingkaran malapetaka, di mana di satu sisi terdapat aksi protes yang pada dasarnya secara damai, namun di sisi lain kekerasan dilancarkan aparat pemerintah. Hilal Khasan, profesor ilmu Politik dan pakar Suriah di Universitas Amerika di Beirut, Lebanon mengutarakan: "Suriah adalah negara terpenting Arab dan lebih penting dari misalnya Yaman atau Libya. Rezimnya dapat memainkan berbagai kartu. Rusia punya kepentingan di Suriah dan tidak mau lagi melakukan kompromi dengan AS seperti di Libya, tanpa mendapatkan imbalan tertentu. Di Irak, Damaskus juga dapat membuat masalah bagi AS. Oposisi Suriah masih belum terorganisasi dan tidak punya rencana untuk Suriah pasca Assad. Dunia barat tidak mampu menindak rezim di Damaskus ."

In this photo released by the Syrian official news agency SANA, Iranian President Mahmoud Ahmadinejad, left, speaks with Syrian President Bashar Assad, center, as Hezbollah leader sheik Hassan Nasrallah, right, sits next to them during an official dinner, in Damascus, Syria, late Thursday Feb. 25, 2010. Syrian President Bashar Assad defied U.S. calls to loosen ties with Iran on Thursday, saying his long-standing alliance with Tehran remains strong despite overtures from Washington intended to shift his loyalties. (AP Photo/SANA) ** EDITORIAL USE ONLY **
Presiden Suriah Bashar Assad (tengah), pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah dan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad (kiri)Foto: ap

Aksi protes spontan lahirkan pemimpin baru

Dua pertiga warga Suriah adalah muslim Sunni. Namun negeri ini dikuasai oleh minoritas Alevi yang jumlahnya hanya sepuluh persen, termasuk Presiden Assad. Alevi adalah pecahan Islam Syiah. Semua posisi penting militer, pasukan khusus, dinas intelijen dan di pemerintahan diduduki oleh pendukung Assad. Karena itu, berbeda dengan pemberontakan di negara Arab lainnya, di Suriah tidak ada pembelotan yang berarti di dalam aparat pemerintahan. Sementara oposisi tidak memiliki pengalaman yang memadai. Kembali Hilal Khashan: „Oposisi di Suriah terbentuk dari aksi protes keseharian yang spontan. Ketika rezim semakin menggunakan kekerasan untuk dapat menangkap pemimpinnya, menjadi semakin jelas bahwa oposisi setiap hari mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin baru. Ini kunci keberhasilannya. Mereka selalu memperbaharui diri. Oposisi di pengasingan tidak dapat diharapkan karena terpecah. Yang harus dilihat dengan serius paling-paling kelompok Kurdi dan Ikhwanul Muslim."

Melalui kekerasan dan penangkapan massal, rezim Assad hendak mencegah organisasi gerakan protes di seluruh negeri itu. Tetapi langkah ini tidak dapat menghentikan sekitar 100 demonstrasi yang digelar setiap harinya. Setelah insiden-insiden yang terjadi hingga saat ini, penyelesaian konflik melalui dialog tampaknya tidak dapat dibayangkan lagi. Dan masyarakat internasional pada dasarnya sudah menggunakan segala upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, misalnya melalui berbagai sanksi. Profesor Hilal Khasan dari Universitas Amerika di Beirut: “Sanksi tidak bisa langsung berhasil. Efeknya berjangka panjang. Rezim Suriah menderita akibat sanksi, menghadapi kesulitan dalam masalah finansial, dan mereka mungkin terlambat membayar gaji. Tetapi sanksi membutuhkan waktu.”

epa02881866 A grab from a handout video made available by Shaam News Network on its youtube channel on 26 August 2011, shows protesters allegedly in Homs, Syria. According to media report, Five people were killed during protests across Syria on 26 August when security personnel used force and live ammunition in a bid to disperse the rallies, activists said. Protesters have intensified their demonstrations against the government since Ramadan started on 01 August. EPA/SHAAM NEWS NETWORK/HANDOUT BEST QUALITY AVAILABLE. EPA IS USING AN IMAGE FROM AN ALTERNATIVE SOURCE, THEREFORE EPA COULD NOT CONFIRM THE EXACT DATE AND SOURCE OF THE IMAGE. HANDOUT EDITORIAL USE ONLY/NO SALES +++(c) dpa - Bildfunk+++
Kerusuhan di SuriahFoto: picture alliance/dpa

Intervensi asing merupakan aksi bunuh diri

Masyarakat internasional memberlakukan sanksi berupa larangan bepergian ke negeri tertentu dan pembekuan rekening bank di luar negeri. Uni Eropa bahkan menggunakan senjatanya yang paling ampuh, yaitu embargo minyak dari Suriah. Tetapi semuanya ini tidak membuat Assad mundur. Suriah berpengalaman dalam masalah sanksi. Juga kelompok elit di sektor perekonomian yang muncul di era Assad, hingga saat ini mengikuti langkah pemerintah. Dan banyak warga Suriah yang masih menunggu bagaimana keadaan berkembang. Mereka takut terjadinya kekacauan seperti di Irak, karena itu mau menerima Assad. Jadi, opsi yang tertinggal hanyalah model seperti yang diterapkan di Libya, yaitu intervensi asing.

Tetapi menurut pakar Suriah, Hilal Khashan, ini sulit dibayangkan:  “Bila ini benar-benar merupakan jalan yang terakhir dari masyarakat internasional, maka ini akan berlangsung sangat lama, lama sekali. Biaya dan konsekuensi sebuah intervensi luar biasa besarnya. Lihatlah Libya: Bukankah keuletan dan perlawanan rezim Gaddafi sangat besar. Dan angkatan bersenjata Suriah jauh lebih kuat dari militer Gaddafi. Jadi, intervensi asing di Suriah dapat dikatakan aksi bunuh diri.”

Ulrich Leidholdt/Christa Saloh

Editor: Agus Setiawan