1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Erdogan Klaim Kemenangan, Oposisi Meradang

17 April 2017

Presiden Turki Erdogan telah mengklaim kemenangan dalam referendum yang akan memberinya kewenangan baru yang amat luas. Pihak oposisi memprotes keras dan meminta hasil penghitungan ulang.

https://p.dw.com/p/2bKlX
Türkei Referendum | Jubel
Foto: picture alliance/AP Photo/L. Pitarakis

Dengan hasil tidak resmi yang menempatkan kubu pemilih "ya" menang tipis dalam referendum, pada hari Minggu (16/04) komisi pemilihan Turki telah mengumumkan kemenangan ke arah sistem presidensiil – yang disebut pendukung Presisen Turki, Recep Tayyip Erdogan akan memoderenkan negara itu. Hasil resmi referendum akan diumumkan dalam waktu 11 hari mendatang.

Referendum ini memberi dua pilihan: "ya” atau "tidak” terhadap amandeman konstitusi. Pilihan "ya" berarti mendukung perubahan naskah amandemen konstitusi, yang mengubah sistem parlementer ke sistem presidensiil.  Menurut hasil referendum yang dilaporkan kantor berita Anadolu, suara yang memilih  "ya" menang 51,2 persen, sementara yang memilih tidak telah meraup 48,8 persen perolehan suara. Dilaporkan sekitar 600.000 surat suara hingga berita ini diturunkan, belum dihitung.

Mayoritas pemilih Turki yang tinggal di Jerman memberikan suara mereka untuk mendukung reformasi konstitusi, dengan 63,1 persen suara memilih  "ya," demikian laporan kantor berita Anadolu. Di Austria, 73,5 persen mendukung amandemen tersebut. Orang-orang Turki yang tinggal di luar negeri dapat memberikan suara mereka dalam kurun waktu selama dua minggu masa pemilihan menjelang referendum.

Hasil referendum Turki
Hasil referendum Turki

Erdogan puji rakyat

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memuji rakyat Turki karena menurutnya telah membuat "keputusan bersejarah" dengan mendukung amandemen konstitusi yang akan membuat kekuasaannya sebagai presiden makin luas. "Orang-orang telah dengan leluasa mengucapkannya, sekarang kita akan bekerja sama untuk membuat perubahan terpenting dalam sejarah konstitusi negara kita," kata Erdogan dalam sebuah pidato perayaan kemenangan.

"Ini adalah keputusan yang dibuat oleh rakyat. Dalam sejarah demokrasi kita, sebuah babak baru telah dibuka," ujar Perdana Menteri Turki Binali Yildirim dari balkon markas AKP di Ankara, di hadapan para pendukung partai tersebut.

Para pendukung jawaban "tidak" memprotes hasil referendum itu di distrik anti-Erdogan di Istanbul, dengan cara menabuh bising peralatan dapur. Ratusan pendukung jawaban "tidak" turun ke jalan di distrik Besiktas dan Kadikoy.

Oposisi memprotes

Meskipun baru penghitungan awal, kritikus dan partai oposisi telah mengecam penghitungan suara dan melaporkan sejumlah kecurangan dalam referendum tersebut. Dua partai oposisi telah bersumpah bahwa mereka akan menentang hasil referendum.

Partai Rakyat Demokratik  (HDP) mengatakan: "Ada indikasi manipulasi suara hingga 3-4 persen." Demikian pula, oposisi utama Partai Rakyat Republikan (CHP) telah mengatakan bahwa mereka dapat mengajukan banding hingga 60 persen suara. Pemimpin CHP Kemal Kilicdaroglu mengatakan partai tersebut tidak akan menerima kemenangan kubu "ya". "Setidaknya 50 persen orang mengatakan 'tidak'," kata Kilicdaroglu.

Referendum tersebut dilakukan di bawah keadaan darurat. Sekitar 47.000 orang ditangkap dalam sebuah tindakan keras pemerintah, menyusul kudeta militer yang gagal pada bulan Juli lalu terhadap Erdogan.

Eropa bersikap hati-hati

Tak lama setelah pemungutan suara, Erdogan mengulangi niatnya untuk mengembalikan bentuk hukuman mati di Turki. Dia mengatakan bahwa jika oposisi gagal mendukung undang-undang tersebut, dia dapat mengadakan referendum lagi untuk mengembalikan bentuk penerapan hukuman mati. Langkah seperti itu hampir pasti akan menyulitkan Turki untuk bergabung dalam keanggotaan di Uni Eropa.

Negara-negara Barat bereaksi dengan hati-hati terhadap hasil referendum. Uni Eropa mendesak pemerintah Turki untuk mendapatkan kesepakatan luas setelah kemenangan tipis"ya" itu: "Mengingat hasil referendum berimplikasi luas atas amandemen konstitusi, kami juga meminta pihak berwenang Turki untuk mencari konsensus nasional seluas mungkin dalam pelaksanaannya," tandas Komisi Eropa mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Dengan kemenangan kubu yang memilih "ya" atas referendum, maka Erdogan berpotensi memimpin Turki hingga tahun 2029. Presiden nantinya juga punya kewenangan menunjuk menteri-menteri, megeluarkan dekrit presiden dan mengangkat hakim senior, bahkan membubarkan parlemen. Posisi perdana menteri ditiadakan sehingga presiden punya kekuasaan penuh dalam mengendalikan pemerintahan.

ap/as (AP, AFP, dpa, Reuters)