1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Faure Kembali Ikut Pemilu di Togo

4 Maret 2010

Togo, sudah bertahun lamanya berada di bawah pemerintahan diktator. Setelah kematian Gnassingbe Eyadema lima tahun silam, putranya Faure terpilih sebagai presiden. Faure kembali mengikuti pemilu.

https://p.dw.com/p/MJUH
Presiden Togo Faure GnassingbéFoto: DW

Suasana di Grand Marche, pusat perbelanjaan besar di Lome selalu ramai. Di sinilah berdenyut jantung ibukota Togo. Dimana-mana terdapat banyak kios, sementara para perempuan yang mengenakan pakaian beraneka warna, menjunjung keranjang besar di kepala menawarkan dagangan mereka: ada sayuran, buah-buahan, limun. Motor-motor melintasi kerumunan massa dan jalanan berpasir berlubang-lubang. Untuk membeli mobil, orang-orang tidaklah mampu. Warga ibukota Lome tergantung pada taksi motor alias ojek yang disebut Zemidjan, lengkap dengan pengendaranya yang nekad. Seorang diantaranya bernama Thomas Nate: „Di sini tidak ada pekerjaan, saya sudah meninggalkan bangku sekolah dan mencoba berdagang di pasar. Tapi bisnis tak berjalan lancar. Itu sebabnya sudah beberapa tahun saya jadi tukang ojek, untuk bertahan hidup.“

Flash-Galerie Togo Wahlen
Pemilu 2005Foto: AP

Faure Kembali ke Kancah Pemilu

Bukan hanya krisis ekonomi yang dihadapi Togo, melainkan juga krisis kepemimpinan politik. Hampir empat puluh tahun lamanya Togo dipimpin oleh Gnassingbe Eyadema hingga akhir hayatnya tahun 2005. Setelah kematiannya, sang putra Faure Gnassingbe mewarisi jabatannya. Dalam aksi protes menentang kecurangan pemilu, setidaknya 1000 an orang tewas. Faure tetap menduduki jabatannya dan bahkan kali ini ingin ikut pemilu lagi.

Kodjo Lare, seorang insinyur lulusan Jerman mengungkapkan biaya hidup semakin mahal, dan warga semakin kekurangan. Dari balik kaca gelap jendela mobil mewahnya, Presiden Faure tak melihat kesulitan warga tersebut: „Kesimpulannya, jika orang ingin mengukuhkan jabatannya, ini merupakan bencana. Maka bagi orang seperti itu hendaklah pemilih jangan memberikan suaranya. Namun neraca ini tidak berlaku bagi Faure.“

Faure Gnassingbe, neuer Machthaber Togos
Faure GnassingbeFoto: AP

Dugaan Kecurangan Pemilu

Biar bagaimanapun. Faure tetap akan melaju. Sebelum pemilu, pihak oposisi siap membongkar kecurangan ini. Di sebelah utara Togo, diduga terjadi penggelembungan daftar pemilih, yang menguntungkan partai pemerintah.Terdapat enam kandidat dari pihak oposisi yang menghadapi Faure, seorang diantaranya perempuan. Jika mungkin , kesempatan dapat diraih oleh Jean-Pierre Fabre. Ia merupakan pendiri UFC, partai dari presiden pertama Togo Sylvanus Olympia, yang dulu dibunuh: „Tidak seorangpun menginginkan pemilu ini, yang hasilnya telah ditetapkan sebelum pemilu berlangsung. Partai pemerintah jelas akan ditinggalkan pemilih, namun tetap saja akan mengumumkan kemenangannya. Kita tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ini merupakan logika berbahaya dari kekerasan yang meluas dimana-mana.“

Warga Khawatir Sejarah Pemilu Lalu Berulang

Menschen demonstrieren in Togo
Demonstrasi dalam pemilu laluFoto: AP

Namun Uni Eropa mempercayai Faure Gnassingbe. Sejak dua tahun lalu, Uni Eropa mengucurkan kembali bantuan pembangunan bagi Togo. Kanselir Jerman Angela Merkel menjanjikan dukungan atas proses demokratisasi. Sebuah proses yang berdasarkan kata-kata Faure „tidak bisa dibalikan lagi“. Penerus Eyadema itu menjanjikan pemilu akan berlangsung tanpa pertumpahan darah.

Saat ini di Togo masih tenang-tenang saja. Tapi semakin dekat pemilu banyak orang asing keluar dari Togo, melintasi perbatasan ke negara tetangga Ghana. Sudah sejak Januari panzer-panzer disiagakan di jalan-jalan di Lome, sebagai simbol kekuasaan. Warga Togo mencemaskan sejarah kelam kembali berulang. Kembali Lare: „Banyak yang menegaskan mereka tidak akan mengikuti pemilu. Karena tahun 2005 banyak orang dibunuhi, diperkosa dan ditindas. Mengapa kini harus mengikuti pemilu?“

Tingkat partisispasi yang rendah dalam pemilu bagaimanapun juga akan menguntungkan presiden dari partai penguasa. Hanya ada pemilihan satu putaran, jadi suara mayoritas absolut tidak dibutuhkan.

Alexander Göbel / Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan