1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Fenomena Cemaran Minyak di Lautan

26 November 2011

Setiap tahunnya ribuan ton minyak bocor dan mencemari lautan. Namun dampaknya terhadap lingkungan, amat tergantung dari jenis minyak serta lokasi cemarannya. Juga alam dapat menguraikan sendiri cemaran minyak di laut.

https://p.dw.com/p/13HNI
Cemaran minyak di Teluk Meksiko akibat meledaknya anjungan pengeboran minyak Deepwater Horizon.Foto: AP

Lebih dari 60 persen minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan global, ditambang dari cebakannya di bawah permukaan laut. Selain itu, transportasinya ke seluruh dunia kebanyakan diangkut menggunakan kapal tanker raksasa. Kebocoran di lokasi penambangan atau semburan minyak tidak terkendali di lubang pengeboran yang disebut blow out, dan kecelakaan kapal tanker, merupakan sumber utama cemaran minyak di lautan.

Gambaran dari dampak cemaran minyak di lautan dan kawasan pantai, misalnya pada saat kebocoran lubang pengeboran milik British Petroleum di Teluk Meksiko, atau karamnya kapal tanker Exxon Valdez di Alaska, masih melekat di benak kita. Kawasan pantai yang diselimuti lapisan berwarna hitam yang lengket, burung laut serta satwa laut lainnya yang mati akibat minyak yang tumpah, serta matinya habitat dasar lautan.

Von der Ölpest verschmutzter Vogel in Bataria Bay
Burung laut yang tercemar minyak.Foto: AP

Akan tetapi tidak semua kebocoran dan cemaran minyak bumi di lautan, otomatis menimbulkan kerusakan lingkungan parah. Juga volume tumpahan minyak kadang-kadang tidak berpengaruh pada dampak ekologisnya.

Demikian diungkapkan Gerhard Dahlmann, pakar untuk cemaran minyak pada jawatan pelayaran dan hidrografi di Hamburg. “Pada tahun 1977 di kawasan laut utara terjadi blowout. Sekitar 20.000 ton minyak tumpah ke laut. Tapi dampaknya relatif amat kecil bahkan bisa dikatakan tidak ada. Minyaknya tidak sampai ke pantai, tapi terbawa arus samudra Atlantik dan di sana terurai“, tambahnya.

Lokasi cemaran amat menentukan

Akan tetapi situasinya amat berbeda, ketika sebuah kapal barang pengangkut kayu kandas di laut utara, dekat pulau Amrum di kawasan Jerman. Volume minyak yang tumpah dari kapal yang kandas amat kecil, akan tetapi dampaknya amat buruk.

Dahlmann mengungkapkan : “Hanya sekitar 90 ton minyak bocor, tapi mencemari habitat yang amat peka. Pada saat itu terdapat amat banyak burung di kawasan tsb. Kecelakaan ini menyebabkan sekitar 20.000 burung mati.”

Salah satu sebab, mengapa cemaran minyak dalam volume relatif kecil, dapat menimbulkan dampak lingkungan amat berat, sementara tumpahan dalam volume amat banyak, tidak menimbulkan dampak ekologi, adalah lokasi tumpahannya. Apakah dekat ke pantai, habitat satwa laut atau kawasan suaka alam?

Jenis minyak

Pakar cemaran minyak dan hidrografi Dahlmann lebih jauh mengungkapkan, jenis minyak juga memainkan peranan amat besar.

Ölpest Ölteppich USA Louisiana Mexiko
Hamparan cemaran minyak berat sulit terurai.Foto: AP

“Minyak amat berbeda-beda. Misalnya minyak ringan atau diesel, jika tumpah ke laut dengan cepat akan menyebar dan sebagian besarnya menguap. Pada minyak berat, nyaris tidak ada bagian yang menguap dan bertahan cukup lama di lautan”, ujarnya menambahkan.

Minyak berat akan membentuk lapisan ter yang kental dan lengket di permukaan laut. Dahlmann mengatakan, lapisan ini amat sulit dan lamban diuraikan oleh bakteri pemakan minyak. Itu sebabnya, mengapa pejabat pengawas pantai dan kelautan, terus mengejar kapal-kapal yang melanggar aturan, dengan membuang minyak berat secara ilegal di laut lepas.

Alam dapat memulihkan diri

Juga kecelakaan dan gangguan pada saat pengeboran di anjungan lepas pantai, apakah itu semburan minyak tidak terkendali, pecahnya pipa serta bocornya lubang pengeboran, menumpahkan cemaran minyak dalam jumlah amat besar ke laut. Akan tetapi kebanyakan alam dapat mengatasi dan menguraikan sendiri lapisan minyak tsb.

Pakar geokimia dari Universitas Bremen, Lorenz Schwark menjelaskan : "Terdapat kemungkinan, minyak membentuk emulsi dengan air laut. Perbedaan berat jenis antara minyak dan air laut mengecil, hingga minyaknya tidak sampai naik ke permukaan.“

Bakterium Alcanivorax borkumensis Erdöl
Bakteri Alcanivorax borkumensis pengurai minyak.Foto: HZI, Braunschweig

Pada emulsi semacam itu, bakteri pemakan minyak dapat melakukan tugasnya dengan ringan. Bakterinya amat menyukai minyak dalam kondisi berupa tetesan halus.

“Bakterinya tidak hidup dalam minyak, melainkan hanya di lapisan perbatasan antara minyak dan air. Semakin besar lapisannya, bakterinya dapat semakin aktif bekerja”, katanya.

Dengan itu, bakterinya juga semakin cepat berkembang biak. Jika bahan makanan tersedia dalam jumlah besar, bakterinya berkembang biak secara eksponensial. Mikro organisme ini juga dapat menyesuaikan diri dengan persyaratan iklim yang berbeda-beda, mulai dari dekat kutub yang super dingin hingga kawasan tropis yang amat panas. Tapi cara kerjanya serupa, yakni mengoksidasi komponen yang ada dalam minyak.

“Dengan begitu, minyak diubah secara kimiawi, apakah sepenuhnya diurai mineralnya, menjadi karbondioksida dan air. Atau menjadi molekul asam lemak amat kecil, seperti asetat dan propionat. Ini tidak beracun, dan akan dimanfaatkan sebagai makanan oleh organisme lain. Jadi tidak ada unsur relevan yang tersisa.

Itu sebabnya, sejumlah bencana cemaran minyak amat berat, hanya dalam waktu beberapa tahun tidak terlihat lagi bekasnya. Memang di beberapa tempat masih terlihat sisa sedimen lapisan ter, yang tertimbun di dasar laut. Namun di permukaan laut, alam dapat menunjukan bahwa keseimbangan ekologi tetap terjaga.

Fabian Schmidt /Agus Setiawan

Editor : Vidi Legowo-Zipperer