1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Fukushima: Awal Baru Yang Terseok-Seok

11 Maret 2016

Naraha kini jadi kota pertama di bekas zona tertutup di sekitar pembangkit tenaga nuklir Fukushima, yang dinyatakan bisa kembali didiami. Tapi "awal baru" sulit dan terseok-seok.

https://p.dw.com/p/1IBVU
Japan Fukushima Tsunami Katastrophe Namie
Foto: picture-alliance/dpa

Sekelompok pekerja administrasi kota Naraha tiap pagi rutin menelusuri kota dan mendata warga yang kembali ke kota itu. Mereka mendata warga dan menanyakan apa kebutuhan mereka.

Seorang pria lanjut usia yang bekerja sebagai pemelihara taman mengatakan, situasinya baik-baik saja. Pria 87 tahun itu mengatakan, ia kembali, tapi anaknya tidak ikut. Warga Naraha dievakuasi setelah pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima meledak lima tahun lalu.

Lima tahun setelah bencana, hampir semua kerusakan akibat gempa bumi hebat dan Tsunami dahsyat itu sudah diperbaiki. Jalur kereta api diperbaiki, dan gedung-gedung didekontaminasi. Enam bulan lalu Naraha dinyatakan sebagai kota pertama dari tujuh kota yang dievakuasi sepenuhnya tahun 2011, yang boleh dihuni kembali. Tapi melihat situasi sekarang, hanya sekitar 6% dari penduduk kembali ke kota itu, sepertiganya berusia di atas 60 tahun.

Kembali ke hidup yang ditinggalkan

Bagi warga seperti Reiko Oshikane keinginan untuk kembali ke daerah asalnya begitu besar, sehingga ia rela meninggalkan pekerjaan dengan bayaran tinggi. Dulu tsunami memporakporandakan rumahnya yang terletak satu setengah km dari laut. Tapi sekarang sudah mereka perbaiki. Mereka berhasil menekan kekhawatiran tentang bahaya radiasi yang masih mengancam.

Dokter Kaoru Aoki adalah satu-satunya dokter yang kembali ke Naraha. Menurutnya, kekhawatiran warga bisa dimengerti. "Dulu pemerintah selalu mengatakan energi nuklir aman, tetapi kemudian terjadi bencana", kata dia. Jadinya sebagian besar orang sekarang tidak percaya lagi dengan pernyataan pemerintah. Ia juga menuntut negara untuk lebih melindungi warganya. Unsur Strontium 90 yang mematikan harus disaring dari air minum, dan daerah-daerah yang masih terkontaminasi harus dipagari dan dilengkapi papan peringatan. Demikian tegas Kaoru Aoki.

Infrastruktur kurang

Langkah itu saja masih belum cukup untuk membangkitkan keinginan keluarga muda untuk kembali ke bekas daerah bencana. Pekerjaan tidak ada, fasilitas menikmati waktu luang juga tidak ada, demikian halnya dengan taman kanak-kanak dan sekolah.

Walikota Yukiei Matsumoto tidak mau berilusi. "Pembangunan kembali Naraha tidak mulai dari nol, melainkan dari minus," katanya. Misalnya pertanian. Daerah Fukushima dulu terkenal karena menghasilkan beras dan buah persik, tapi sekarang memasang label Fukushima sama halnya dengan memastikan bahwa produk tidak akan laku, walaupun Perdana Menteri Shinzo Abe secara demonstratif di depan wartawan menyantap beras dan ikan dari Naraha.

Japan Fukushima Daiichi , radiation contaminated water tanks
Foto: Getty Images/C. Furlong

Tenaga nuklir sebagai jaminan hidup

Dilema besar tidak bisa diselesaikan para politisi. Dulu kawasan itu hidup dari industri atom, dan sekarang juga akan terus demikian. Itu bisa dilihat dari pusat penelitian baru senilai 80 juta Euro yang didirikan ikatan energi nuklir Jepang JAEA. Di sana teknologi baru untuk menghentikan reaksi berantai di reaktor Fukushima diujicoba. Sebelum kecelakaan, perusahaan energi Tepco yang mengoperasikan reaktor jadi pemasok dana terbesar bagi pemerintah Naraha. Sejumlah besar penduduk bekerja di dua pembangkit listrik Tepco, yang punya 10 reaktor.

Walaupun demikian, banyak yang masih berharap nantinya Naraha akan kembali ke situasi semula. Walikota Matumoto mengatakan Tepco memang kurang memperhatikan keamanan. Tetapi setelah lima tahun lewat, ia ingin berkonsentrasi pada masa depan dan pembangunan kembali.