1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Fukushima Hentikan Euforia Energi Nuklir

14 Maret 2011

Semakin banyak negara yang mengkaji ulang kebijakan energinya. Tapi beberapa negara, seperti Cina dan Rusia, tetap bersikeras membangun PLTN baru.

https://p.dw.com/p/10Z58
Foto: picture-alliance/dpa

Ancaman bencana nuklir di Jepang pasdca gempa bumi dan gelombang Tsunami Jumat (11/3) pekan lalu memporakporandakan kebijakan energi nuklir di banyak negara. Sebagian besar mengkaji ulang keamanan di pembangkit listrik tenaga nuklirnya dan sebagian lain bahkan membekukan rencana pembangunan instalasi nuklir baru.

Pemerintah Jerman misalnya tidak menutup kemungkinan untuk membatalkan rencana perpanjangan masa guna PLTN yang sedianya masih akan berlangsung hingga tahun 2018.

Sebagian besar politikus sepakat, perpanjangan masa guna instalasi nuklir di Jerman tidak dapat dipertahankan. Perusahaan-perusahaan listrik yang sebelum tragedi di Jepang merupakan pendukung terkuat energi nuklir bahkan ikut mendukung langkah tersebut.

Kanselir Angela Merkel hari Senin (14/3) mengumumkan akan mengkaji ulang tingkat keamanan di 17 pembangkit listrik nuklir sebelum memberikan keputusan akhir. Tujuh diantaranya dilaporkan dapat segera dimatikan tanpa nantinya menimbulkan celah pada pasokan energi di Jerman.

Rusia Bertahan Pada Rencananya

Sebaliknya Rusia dalam hal ini menjadi pengecualian. Tanpa menggubris munculnya ancaman bencana nuklir di Jepang, pemerintah di Kremin tetap merencanakan pembangunan lebih dari 20 PLTN. "Kami tidak akan mengubah rencana ini. Tapi kami tentu saja mengambil kesimpulan atas apa yang terjadi di Jepang saat ini," kata Perdana Menteri Vladimir Putin kepada kantor berita Interfax.

Menurutnya, pakar nuklir di Rusia tidak melihat adanya bahaya akan munculnya ledakan nuklir di Jepang. Rusia sejak lama berambisi menjadi pemain nomer satu dalam pasar energi nuklir internasional. Perusahaan-perusahaan Rusia anatara lain membangun reaktor atom di India, Pakistan, Iran dan Cina.

"Buat minyak dan gas hanya ada satu alternatif yang pantas, yaitu energi nuklir," begitu kata Putin belum lama ini. Hingga tahun 2030 Rusia berencana membangun 26 PLTN. Pangsa pasar energi nuklir akan ditingkatkan dari 16 % saat ini menjadi 33 persen. Justru Rusia yang pernah mengalami bencana atom di Chernobyl 25 tahun silam, kini mengidam-idamkan ketidakterbatasan energi nuklir.

Perubahan paradigma juga terjadi di India. Perdana Menteri Manmohan Singh mengumumkan hari Senin (14/3) untuk memeriksa semua reaktor atom. Ia memerintahkan badan pengawasan energi atom dan perusahaan pengelola untuk menguji sistem keamanan, kata Singh kepada parlemen.

Pengujian itu terutama untuk mengetahui, apakah semua PLTN di India dapat bertahan jika terjadi bencana gempa bumi seperti yang terjadi di Jepang. Sebagian besar dari 20 PLTN di India berada di tepi laut.

Perancis Hadapi Dilema

Sebaliknya pemerintah Perancis hingga kini masih belum memberikan reaksi yang jelas terhadap ancaman bencana atom di Jepang. Perancis merupakan salah satu eksportir terbesar tekhnologi nuklir. Presiden Nicolas Sarkozy selama ini mengenyampingkan keraguan soal keamanan PLTN Perancis. Hari Minggu Menteri Perindustrian Eric Besson mengumbar, selama belum ada kebocoran radioaktif, berarti belum terjadi bencana nuklir.

Penasehat Presiden Henri Guaino bahkan mengumbar, tragedi di Jepang dapat berimbas posiitif kepada industri nuklir nasional, karena reaktor-reakto buatan Perancis dikenal sangat amat.

Namun di kalangan penduduk Perancis mulai muncul penolakan terhadap energi nuklir. Partai Hijau mencoba mewacanakan referendum mengenai masa guna PLTN. Hari Minggu malam (13/3) sekitar 300 penduduk berdemonstrasi di depan menara Eifel - kemungkinan awal dari gelombang protes besar.

Rizki Nugraha/dpa/afp/ap/rtr//Ed.: Permadi