1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gemar Menghina dan Angkuh - Inikah Profil Calon Presiden AS?

11 Agustus 2015

Celotehannya tajam dan bernada menghina, penampilannya selalu gaduh dan tidak jengah memprovokasi massa: dialah Donald Trump. Jika semua berjalan lancar, bukan tak mungkin sang bilioner bakal terpilih sebagai presiden AS

https://p.dw.com/p/1GDBg
Donald Trump The Celebrity Apprentice
Foto: picture-alliance/AP Photo/C. Pizzello/Invision

Donald Trump adalah fenomena baru dalam drama politik Washington. Ia tidak jengah mempolarisasi atau menelurkan komentar yang oleh sebagian dianggap "bodoh." Trump berulangkali terjungkal, tapi toh popularitasnya tidak berkurang. Malah sebaliknya.

Terakhir bilioner yang maju sebagai calon kandidat presiden dari Partai Republik itu melontarkan komentar miring, bahwa moderator perempuan Fox News bersikap kritis kepadanya karena sedang mendapat menstruasi. "Orang bisa melihat darah keluar dari matanya, keluar dari manapun juga," ujar Trump.

Skandal yang biasanya bisa menghancurkan popularitas seorang kandidat, justru tidak berlaku buat Trump. Dalam jajak pendapat terakhir oleh Reuters, raja properti AS itu tetap mendapat 24% suara. Tidak berubah dari angka yang diambil sebelum debat besar antar calon kandidat di Fox News.

Celotehan Konyol Berbuah Suara

Strategi Trump yang provokatif sejauh ini terbukti berhasil menjaring suara sebagian pemilih Republik. Rumus yang ia pakai sederhana, yakni sebisa mungkin menghindari political correctness. Maka Trump berkicau layaknya mahluk anonim di internet.

Imigran gelap adalah isu andalannya. Trump misalnya pernah berceloteh bahwa "pemerintah Meksiko cuma mengirim (imigran -red) yang jelek-jelek saja." Ia juga tidak ragu memanipulasi data jumlah imigran ilegal di AS dengan menyebut angka "30 juta," padahal penelitian teranyar cuma mengungkap sepertiga dari jumlah tersebut.

Populisme membabi buta ala Trump sepadan dengan penampilannya yang gaduh. "Tingkat inteligensia saya termasuk yang tertinggi dan kalian semua tahu itu! Tolong jangan merasa bodoh, itu bukan salah kalian."

Serangan dari Dalam

Gaya nyeleneh Trump tidak selalu mendapat reaksi positif, bahkan dari dalam tubuh Partai Republik sekalipun. "Ada perbedaan antara menghindari political correctness dan berlaku bodoh," tukas Brian McClung, pakar strategi politik di Partai Republik.

Kritik juga muncul dari Erick Erickson, punggawa Republik yang termasuk paling berpengaruh. "Saya tidak ingin melihat calon kandidat yang ketika menanggapi pertanyaan kritis seorang perempuan tidak punya argumen lain selain merujuk pada kondisi hormonnya," ujarnya.

Menurutnya bahkan untuk kaum yang gemar berkata lantang, ada "batasan," tukasnya kepada CNN. "Batas kepatutan." Trump pun batal diundang sebagai pembicara utama dalam acara RedState Gathering di Atlanta, sebuah pertemuan antara petinggi Partai Republik.

Penampilan Trump akhirnya digantikan oleh pesaing terberatnya, adik bekas Presiden George W. Bush. "Apakah kita ingin menghina 53 persen pemilih?," tanya Jeb Bush di awal pidatonya. "Apa yang dikatakan Donald Trump adalah keliru. Itu bukan cara kita memenangkan pemilihan umum."

rzn/vlz (afp,rtr,ap)